Mendesaknya Kebutuhan Kerja Sama Pusat dan Daerah Berbasis Data
Dorongan Presiden Jokowi agar pemerintah pusat dan daerah mengintensifkan kerja sama untuk mengatasi inflasi tinggi harus segera direalisasikan.
TRIBUNNEWS.COM - Dorongan Presiden Joko Widodo agar jajaran pemerintah pusat dan daerah mengintensifkan kerja sama untuk mengatasi inflasi tinggi harus segera direalisasikan.
Sinergi ini sebenarnya sudah ada kerangkanya, yakni Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN).
TPIN terdiri dari Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi, dan TPID Kabupaten/Kota. TPIP beranggotakan sejumlah menteri, Gubernur Bank Indonesia, hingga Kapolri, sedangkan TPID beranggotakan gubernur, bupati, dan wali kota beserta jajaran terkait.
"Harapan Presiden agar sinergi TPIN ditingkatkan yang disampaikannya di depan 500-an perwakilan pemerintah daerah dalam rangka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 pada 18 Agustus 2022 lalu, tentunya karena tantangan yang dihadapi saat ini begitu urgen atau tidak normal yang membutuhkan upaya mengatasinya dengan segera," kata Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad.
Hal lainnya, karena koordinasi di tim tersebut selama ini dianggap kurang terjalin dengan baik. Indikasi ini terlihat dari desakan Presiden agar jajaran pemerintah pusat dan daerah bekerja memperkuat kerja sama dalam hubungan TPIP-TPID dengan melihat persoalan secara makro, mikro, dan detail dengan berbasis data.
Penyebab Ketidaknormalan
Tantangan besarnya adalah dampak dari perang Rusia-Ukraina yang telah mendorong inflasi tinggi di sejumlah negara akibat terganggunya rantai pasok global.
Beberapa negara anggota G-20 mengalami inflasi (secara tahunan, yoy) lebih dari dua digit pada Juli 2022, yakni Turki (79,6 persen), Argentina (71%), Rusia (15,1%), UK (10,1%), dan Brazil (10,07%).
Indonesia ikut terpengaruh kondisi tersebut sehingga dalam dua bulan terakhir, inflasi tahunan lebih dari patokan tertinggi 4%, yakni 4,35% pada bulan Juni dan 4,94% pada bulan Juli.
Negara-negara Asean lain juga mengalami inflasi tinggi, lebih dari 5%. Singapura inflasi Juli 2022 mencapai 6,7%, Thailand (7,61%), Filipina (6,4%), Kamboja (7,8%), Myanmar (17,78%), dan Laos (23,6%). Sementara Vietnam, Malaysia, dan Brunei berada di kisaran 3-4%.

Tingginya inflasi di sejumlah negara bahkan menyeret ke ancaman kebangkrutan suatu negara. Pada pidato kenegaraan 16 Agustus 2022, Presiden Jokowi menyebutkan, ada 107 negara terdampak krisis dan beberapa di antaranya diperkirakan akan jatuh bangkrut.
Sebanyak 553 juta jiwa terancam kemiskinan ekstrem, dan 345 juta jiwa terancam kekurangan pangan dan kelaparan. Ini menunjukkan dampak bergejolaknya ekonomi global harus sangat diwaspadai.
Tantangan lainnya bagi Indonesia adalah kondisi musim dan bencana alam seperti banjir yang masih terjadi di sejumlah daerah.
Dampak langsung dari kondisi tersebut adalah tingginya inflasi untuk kelompok volatile foods seperti beras, minyak goreng, telur ayam ras, dan lain-lain.
Menurut catatan Bank Indonesia (BI), inflasi kelompok volatile foods pada bulan Juli 2022 sebenarnya menunjukkan penurunan menjadi 1,41% (mtm) dari inflasi pada bulan Juni yang sebesar 2,51% (mtm).