Penahanan Susno
Pengacara Susno: Mana Perlindungan Politik Komisi III DPR RI?
Tim pengacara Susno Duadji, Zularmin Azis SH, mempertanyakan perlindungan politik yang dijanjikan Komisi III DPR RI.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota tim pengacara Susno Duadji, Zularmin Azis SH, dalam siaran persnya hari ini, Sabtu (29/5/2010) mempertanyakan perlindungan politik yang dijanjikan Komisi III DPR RI. Pasalnya, menurut Zularmin, Susno Duadji belum sama sekali merasakan menerima perlindungan politik dari DPR RI.
Zularmin mempertanyakan janji DPR yang menyerukan memberikan perlindungan politik secara penuh kepada Susno Duadji namun hingga kini belum diberikan.
"Ada makna tersendiri mengapa Susno Duadji melakukan upaya pertama meminta perlindungan poltik ke Komisi III DPR, maksudnya apabila Komisi III DPR serius menangani dan mewujudkan janjinya maka permasalahan mafia hukum yang dilaporkan Susno Duadji penyidikanya akan berjalan mulus dan Susno Duadji tidak akan menjadi korban seperti sekarang ini malah masuk bui," papar Zularmin.
Sejak pertama kali Susno Duadji menginformasikan adanya permainan Mafia hukum di kasus Gayus awal Maret 2010, Susno Duadji telah memperkirakan akan ada reaksi besar yang akan membahayakan dirinya. Karena itu, Susno Duadji meminta perlindungan. Pertama, meminta "perlindungan politik" ke Komisi III DPR. Kedua, meminta perlindungan Hak Asasi Manusia ke Komnas HAM dan perlindungan hukum dan fisik ke LPSK.
"Bukankah Susno Duadji membuka kasus arowana yang menyeretnya ke sel tahanan saat ini adalah atas rekayasa penyidik terkait kasus arowana. Dimana harga diri dan tanggung jawab komisi III DPR RI Sulit bagi rakyat untuk dapat mempercayai janji-janji politisi di Parlemen," ujar Zularmin.
Dalam perkara ditangkapnya Susno Duadji untuk kemudian dijadikan tersangka lalu ditahan, imbuh Zularmin, erat kaitanya dengan rekayasa dan balas dendam karena Susno Duadji telah mengungkap mafia hukum kasus Gayus dan mafia hukum kasus arwana.
"Penetapan Susno Duadji sebagai tersangka melanggar pasal 10 ayat (1) Undang-undang No 13 tahun 2006 tentang LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)," jelas Zularmin.
Zularmin memaparkan Kapolri merupakan pejabat Publik yang diangkat Presiden. Namun, sebelum diangkat harus melalaui fit and proper test di Komisi III DPR dan juga harus mendapat persetujuan DPR dalam hal ini oleh Komisi III.
"Jadi seorang jenderal polisi baru dapat duduk di kursi Kapolri harus ada dukungan politik dari DPR. Apakah ada suatu permainan politik atau bargening politik? kita semua tidak tahu, yang tahu hanya anggota DPR yang terhormat, karena memang dilembaga itulah politik bermain, tentunya bermain cantik dan elegan sesuai norma-norma demokratik dan hukum, bukan politik dagang sapi," pungkasnya.