Minggu, 17 Agustus 2025

Rusuh di Sampang

CMARS: Mabes Polri Mengaburkan Fakta Kekerasan di Sampang

Mabes Polri menyebut bahwa kekerasan yang terjadi di Sampang adalah masalah keluarga, padahal faktual merupakan pelanggaran KBB

Penulis: Yudie Thirzano
zoom-inlihat foto CMARS: Mabes Polri Mengaburkan Fakta Kekerasan di Sampang
Tribun Timur/Muhammad Abdiwan
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution menjelaskan impelementasi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di tubuh Polri dalam pertemuan dengan wartawan di Hotel Grand Clarion, Makassar, Rabu (14/12). Impelementasi UU tersebut menjadikan Polri semakin terbuka terhadap masyarakat dan berbeda dengan masa Orde Baru.

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Center for Marginalized Communities Studies (CMARs) Surabaya menilai kasus kekerasan yang dialami oleh Jamaah Syi’ah di Dusun Nangkrenang, Karang Gayam, Omben Sampang, merupakan tragedi kemanusiaan.

Kasus ini sudah berlangsung sejak 2004, klimaksnya adalah aksi pembakaran rumah ketua Ikatan Jamaah Ahl al-Bait (IJABI), Ustad Tajul Muluk, beserta dua rumah Jamaah Syi’ah lainnya dan musala yang digunakan sebagai sarana peribadatan, 29 Desember 2011, pukul 8.30 WIB. Menurut CMARS, aksi tersebut dilakukan oleh sekitar 500 orang, massa yang mengklaim diri sebagai ahl as-sunnah wa al-Jamaah.

"Aksi pembakaran ini merupakan yang kedua kalinya dalam bulan Desember ini. Sebelumnya, aksi pembakaran rumah Jamaah Syi’ah juga terjadi di Desa Blu’uran, Karang Penang, Sampang pada 20 Desember 2011, dini hari," tulis CMARS dalam siaran pers kepada Tribunnews.com, Jumat (30/12/2011).

Berpijak pada situasi inilah, Center for Marginalized Communities Studies (CMARs) Surabaya, menyatakan:

1.      Pemerintah Jawa Timur dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang gagal melaksanakan tanggung jawabnya dalam melindungi (to protect) Jamaah Syi’ah sebagai kelompok minoritas dari serangan dan pemberangusan hak kebebasan beragama/berkeyakinan yang dilakukan oleh kelompok anti-Syi’ah.  

2.      Kebijakan resmi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menangani kasus Sampang sama sekali tidak berpihak pada kelompok rentan (Jamaah Syi’ah). Polisi memilih menangkap dan mengevakuasi korban daripada mencegah dan menindak pelaku-pelaku kekerasan.  

3.      Dalam kasus pembakaran tanggal 29 Desember 2011, meski polisi sudah mengetahui akan terjadi aksi pembakaran, akan tetapi polisi tidak melakukan pencegahan. Personil polisi yang diturunkan di lapangan kapasitasnya tidak cukup untuk menghentikan aksi kekerasan. Bahkan, polisi yang sudah ada di lokasi kejadian, hanya melihat saja proses pembakaran rumah dan Mushalla berlangsung.

4.      Selama kasus kekerasan terjadi sejak 2004 sampai saat ini, tidak ada satupun pelaku kekerasan yang ditindak secara hukum. Polisi membiarkan kekerasan terjadi secara berulang-ulang. Pelaku kekerasan bebas berkeliaran dan tidak pernah dijerat oleh hukum. Inilah faktor yang menyebabkan kekerasan terus berlanjut sampai saat ini.

5.      Pernyataan resmi Mabes Polri melalui Kepala Divisi Humas (Kadiv) Humas, Irjen Pol Saud Usman Nasution, mengaburkan substansi masalah pelanggaran Hak Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) di Sampang. Mabes Polri menyebut bahwa kekerasan yang terjadi di Sampang adalah masalah keluarga, padahal faktual merupakan pelanggaran KBB yang bermula dari pesan kebencian yang diintensifikasi oleh semua tokoh agama dan ormas sehingga membakar amarah dan amuk massa. Pernyataan resmi Polri adalah bentuk kebohongan publik.  

6.      Pernyataan Gubernur Jatim, Soekarwo, bahwa kasus Sampang sebagai masalah keluarga mencerminkan ketidakmampuan negara dalam melaksanakan kewajibannya dalam menjamin hak kebebasan beragama/berkeyakinan Jamaah Syi’ah di Sampang.

7.      Pernyataan MUI Jatim melalui KH. Abdussomad Buchori yang merekomendasikan lokalisasi Jamaah Syi’ah, merupakan syi’ar kebenciaan (hate speech) yang bermotif victimizing victim.

8.      Sampai saat ini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) belum melakukan tindakan apapun sesuai dengan kewenangannya untuk mengangkat kasus Sampang sebagai pelanggaran HAM.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan