Selasa, 26 Agustus 2025

Om Liem Meninggal

Senyum Om Liem Empat Tahun Lalu untuk Mantan Pengawalnya

Kenangan bersama Sudomo Salim, Niti mengaku banyak cerita yang ia alami bersama pengusaha yang dekat dengan Soeharto itu

zoom-inlihat foto Senyum Om Liem Empat Tahun Lalu untuk Mantan Pengawalnya
Domentasi BogaSari/BogaSari
Soedono Salim. alias Liem Sioe Liong (Foto Domentasi BogaSari)

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Kenangan bersama Sudomo Salim, Niti mengaku banyak cerita yang ia alami bersama pengusaha yang dekat dengan Soeharto itu. Mulai kebiasannya di pagi hari sebelum beraktivitas.

Dia adalah Paulus Antonius Nitisasmito (73). Ayah dari tiga anak itu mengaku sudah mengawal Sudomo Salim sejak tahun 1969. Saat itu ia baru berumur 29 tahun. Niti begitu ia disapa merupakan bintara teladan dari kesatuan Kostrad. Pangkatnya Kopral Kepala

Sudomo selalu menyempatkan diri untuk berolahraga di kawasan Ancol, Jakarta Utara pada pukul 07.00 WIB. Disana ia berolahraga lari. Setelah itu, Sudomo akan kembali kerumahnya untuk menikmati segelas teh hijau. "Kalau dia mau Mie Ayam, saya yang belikan naik sepeda di Jalan Kartini," kata Niti.

Biasanya, Liem juga senang membeli kue kering, makanan khas Cina. Pedagang itu sering datang ke rumahnya tiap dua hari. Kue itu lantas diborong Liem untuk dimakan sendiri serta dibagikan kepada penjaga rumahnya. "Pedagangnya senang, orang belinya langsung tiga kilo," kata Niti.

Pria yang memiliki pangkat terakhir Sersan Mayor itu menceritakan kebaikan Liem. Semua pengawalnya dibelikan motor untuk beraktivitas. Ada kejadian ketika Niti disuruh mengambil tiket pesawat Sudomo di daerah Pasar Baru, Jakarta Pusat. Sudomo harus menunggu lama untuk mendapatkan tiketnya itu. Setelah menunggu, baru ia mengetahui Niti menggunakan sepeda untuk mengambil tiket. Sudomo pun menegur Niti.

"Gimana tho, sudah aku belikan motor kok tetap saja naik sepeda," keluh Sudomo.

Niti mengatakan tiket itu digunakan pada pukul 22.00 WIB. Sedangkan ia sudah kembali ke rumah Sudomo pada pukul 16.00 WIB. Sudomo, kata Niti, mungkin panik kalau ia tidak kembali tepat waktu. "Ia orangnya disiplin," kata Niti.

Niti juga mengenang Sudomo memiliki restoran langganan di kawasan Tanjung Priok bernama Sindang Sari. Ia sering memilih menu Cap Cay, Kwetiauw, Fuyung Hai dan Burung Dara Goreng. Para pengawalnya pun bebas memilih menu apapun.

"Nah keseringan makan enak jadi pengawalnya ada yang kena darah tinggi dan stroke. Kalau saya untung tidak," kata Niti sambil tertawa.

Sudomo juga memiliki juru masak di rumahnya yang bernama Bu Amah. Niti mengatakan Sudomo dan keluarganya menyenangi masakan-masakan bu Amah terutama menu-menu Cap Cay dan Fuyung Hai. Menu kesukaan Sudomo lainnya adalah Gudeg Jogja.

"Saya juga yang disuruh beli gudeg di restoran Mbok Mberek di Jatinegara, belinya naik bus," kata Niti.

Niti juga mengingat Sudomo sering menghabiskan akhir pekan bersama istrinya dengan menonton film di bioskop. Biasanya ia menonton di bioskop Pasar Baru.

"Nontonya film drama mandarin, pengawalnya juga diajak nonton. Kalau pergi sama Nyonya Liem, kalau anak-anaknya enggak karena sudah berkeluarga semua," imbuh Niti.

Sedangkan akhir tahun, Niti mengungkapkan Sudomo sering bepergian keluar negeri seperti Hong Kong, Amerika Serikat, Singapura atau Eropa.

"Saya tidak pernah ikut, jaga disini saja," ungkap Niti.

Sudomo juga diketahui mengoleksi lukisan serta guci asal Cina. "Lukisannya sudah tidak terhitung, sampai ditaruh di kantor, kalau Guci ada enam besar-besar, ada yang ditaruh di rumah Pak Anthoni," kata Niti.

Niti mengaku lupa ketika keluarga Sudomo pindah rumah dari lokasi belakang ke depan tepatnya di Jalan Angkasa, Jakarta Pusat. Letaknya di pinggir jalan dengan luas tanah lebih dari 1000m2. Niti kemudian mengenang peristiwa kerusuhan Mei 1998. Rumah megah milik Sudomo itu habis dibakar dan dijarah massa.

Niti mengungkapkan dua minggu sebelum kejadian pada 13 Mei 1998, Sudomo sudah berada di Amerika Serikat untuk persiapan menjalani operasi katarak.

"Om Liem sama nyonya sudah di Amerika Serikat," ujarnya.

Saat itu, Niti sedang berada di Wisma Indocement mengawal Anthoni Salim. Situasi saat itu sedang memanas. Niti diminta memantau keadaan rumah Sudomo.

Ternyata rumah tersebut telah dibakar habis. Barang-barang miliki Sudomo tidak bersisa. Bahkan ia mendapat informasi, seorang penjarah mendapatkan emas dari rumah tersebut. "Tapi sudah kehitaman bentuknya," ujarnya.

Pengawal berjumlah lima orang yang menjaga rumah Sudomo tak kuasa menahan massa. Penjarah merobohkan pagar setinggi dua meter. "Pintu besi ambruk semua," kata Niti.

Dua hari setelah kejadian pembakaran tersebut, Niti langsung mengantarkan Anthoni Salim ke Bandara Halim Perdana Kusuma untuk mengungsi ke Singapura. Dari sana, Niti langsung datang ke rumah Sudomo Salim untuk melihat situasi.

Ia juga diperintah untuk membangun pagar seng disekitar rumah tersebut. Saat datang banyak pemulung yang sudah berebut rongsokan di tempat itu. Niti kemudian menghalau pemulung tersebut untuk keluar dari rumah Sudomo.

"Saya bilang, saya akan foto kamu semua untuk dilaporkan ke polisi, mereka takut dan bubar," imbuhnya.

Satu regu marinir kemudian diterjunkan untuk menjaga rumah pengusaha itu. "Baru ada satu regu marinir setelah kebakaran," ujar Niti.

Niti terus melaporkan kejadian di Jakarta kepada majikannya di Singapura. Sudomo yang telah menjalani operasi katarak kemudian menuju Singapura untuk menenangkan keluarganya.

Selang setahun kemudian ia kembali ke Jakarta. Dengan mobil, ia sempat berhenti di depan rumahnya yang telah hangus terbakar. Sudomo hanya menggelengkan kepala, tidak ada kalimat yang terucap dari mulutnya. Istrinya kemudian memintanya masuk kembali ke mobil. "Sudah, kita pergi lagi," kata Niti menirukan Nyonya Liem.

Selama di Jakarta, Sudomo juga tidak pernah tinggal di rumah lamanya Gunung Sahari VI. Sudomo lebih memilih bermalam di kediaman anak terakhirnya Mira Salim. "Disana ada kamar spesial untuk Pak Sudomo disana," ujarnya.

Niti juga menceritakan bahwa rumah-rumah di sekeliling kediaman Sudomo Salim juga telah sepi dan tidak ada aktivitas. Di depan rumah Sudomo, dahulu tinggal adik kandungnya Sudarmo Salim. Namun Sudarmo juga telah meninggal di Singapura.

"Sekarang sudah keponakannya semua, sepi mungkin ke Singapura," kata Niti.

Mengenai kegiatan sosial, Niti menceritakan Sudomo sering memberikan bantuan kepada sesama. Gereja Kalvari yang terletak didekat rumahnya juga ia bantu. Kini sumbangan dana untuk gereja itu diteruskan oleh Anthoni. Selain itu, Sudomo juga membantu komunitas Cina yang hidup berkekurangan. Ia pun mengaku bertemu terakhir dengan Sudomo sekitar empat tahun lalu.

"Bapak kesini dalam keadaan sehat, ia tersenyum melihat pengawalnya dan memberikan uang kepada kita semua," kata Niti.

Saat Niti melihat kearah halaman rumah, ia langsung teringat kepada pohon Mangga yang ditanamnya pada tahun 1973. Kepada Tribun, ia menceritakan pohon itu sempat dilarang oleh Sudomo untuk ditanam.

"Bapak melarang saya tanam pohon Mangga, tapi saya tetap tanam saja. Selain Mangga, Pepaya juga engga boleh. Selain itu Pohon Cemara, itu ga boleh ditanam di rumah dan kantor, bentuknya kaya sapu, bisa menyapu keuntungan, itu ceritanya," ungkap Niti.

Lalu adakah barang peninggalan Sudomo Salim yang dimiliki Paulus Antonius Nitisasmito?

"Ada, jas yang dulu dimiliki Pak Sudomo, semua pengawal dikasih, saya tidak pernah pakai dan saya taruh ditempat khusus. Daripada sayang tidak pernah dipakai akhirnya saya kasih kakak saya," kenang Niti.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan