Merger PPIB dengan PKBN Diprotes
Pihak yang melakukan protes usaha merger Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB) dan Partai Kemakmuran Bangsa Nusantara
Penulis:
Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Pihak yang melakukan protes usaha merger Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB) dan Partai Kemakmuran Bangsa Nusantara (PKBN) menilai para elit partai itu mulai menggunakan cara-cara kasar demi memenuhi ambisi dan syahwat politiknya.
Tindakan tak etis itu dilakukan dengan mengancam dan mempengaruhi sejumlah pemrotes untuk menghentikan protesnya dan justru menyerang balik rekannya yang ingin menegakkan kebenaran.
Hal itu dinyatakan oleh Roder Nababan, salah satu dari nama pimpinan DPD PPIB yang memprotes proses merger PPIB-PKBN ke Kementerian Hukum dan HAM.
"Ini mereka memakai cara-cara yang jauh dari demokratis. Sangat jelas menunjukkan bahwa mereka melakukan apapun demi memenuhi ambisi politiknya," tegas Ketua DPD PPIB Provinsi Jambi, Roder Nababan, dalam keterangan persnya di Jakarta, Minggu (29/7/2012).
Roder menceritakan dirinya menerima begitu banyak keluhan dan laporan soal hasil kongres PPIB 12 Juli lalu yang dinilai sarat pelanggaran aturan dan dilakukan hanya demi memergerkan kedua partai itu.
Anehnya, pascasurat keberatan resmi dikirimkan ke Kementerian Hukum dan HAM pada 20 Juli, Roder mengaku para rekan-rekannya yang dulu mendorong keberatan itu justru tak lagi bisa berkomunikasi.
"Setelah muncul masalah ke permukaan, semuanya ketakutan. Mungkin sebagian diancam, sebagian lagi didekati dan diiming-imingi sesuatu. Jelas itu cara tak beretika. Seharusnya masalah yang ada yang diselesaikan," tegas Roder.
Pernyataan itu sekalian sebagai tanggapan Roder atas pernyataan salah satu pengusung keberatan atas hasil kongres PPIB, Saelam Moka, bahwa namanya telah dicatut dan digunakan secara tidak bertanggung jawab.
Sebelumnya, Saelam Moka dari DPD PPIB Sulawesi Selatan, menjadi salah satu anggota Dewan Presidium Penyelamatan (DPP) PPIB, yang berkirim surat ke Kemenkum dan HAM, meminta pembatalan permohonan pendaftaran pergantian nama, kepengurusan, lambang, dan tanda gambar PPIB yang diajukan duet Kartini Sjahrir-Yenny Wahid.
Saelam ada d daftar nama yang memprotes bersama Roder Nababan, Topan Warumi dari DPD PPIB Papua, dan Imron Terasip dari DPD PPIB Sumatra Selatan.
Saelam mengatakan dirinya telah membuat surat baru bermaterai yang menegaskan dirinya tidak pernah terlibat dalam pengiriman surat itu.
"Saya berkeberatan karena nama saya dipergunakan secara tidak bertanggung jawab dan tanpa sepengetahuan saya," kata Saelam Moka pada Rabu (25/7/2012) lalu.
Ditegaskan, pihaknya sepenuhnya mendukung hasil kongres PPIB itu. Surat keberatan dan penolakan atas hasil kongres PPIB pada 12 Juli 2012 di Hotel Redtop, Pecenongan, Jakarta, dimana Yenny Wahid ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB), ditujukan kepada Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin bertanggal 20 Juli 2012.
Roder melanjutkan, kalaupun dia ditinggalkan sendirian oleh rekan-rekannya memprotes keputusan itu, dirinya tidak akan takut dan akan terus berjuang. Ia bukan hendak mencari posisi politik tertentu dari hasil merger itu, dan juga tak menolak kehadiran Yenny Wahid di partainya.
Roder menegaskan dirinya hanya ingin agar semua aturan partai yang dibuat oleh pendiri PPIB ditegakkan secara benar.
"Teman-teman saya yang selama ini mengaktifkan kepengurusan harusnya tak diganti oleh mereka. Kalau saya di Jambi justru harus diganti. Karena sekarang saya berdomisili di Jakarta, tapi kok jadi pimpinan partai di Jambi," tukas Roder.
Roder menganggap ada sejumlah kesalahan prosedural namun telah dilegalkan di dalam kongres yang berujung pada perubahan AD/ART partai. Selain diubahnya AD/ART, kongres tidak sah itu juga mengganti nama dan lambang partai menjadi PKBIB, serta mengangkat Yenny Wahid sebagai Ketua Umumnya. Keputusan itu didukung oleh Ketua Umum PPIB Kartini Sjahrir.
Karena prosedurnya dianggap salah dan tak sesuai dengan AD/ART dan tata tertib, maka Roder,dkk juga menganggap hasil-hasil itu juga salah dan tak sah.
Topan Warumi dari DPD PPIB Papua tercatat di media massa menyatakan agenda kongres seyogianya mengganti kepengurusan PPIB, tapi justru yang terjadi adalah peleburan PPIB dengan PKBN.
“Jadi direkayasa sedemikian rupa. Peserta sama sekali tak diberikan kesempatan memberi suara,” ungkapnya.
Dia merasa aneh karena justru Yenny Wahid yang partainya tak lolos verifikasi menjadi ketua umum.
Demikian juga sejumlah ketua DPD yang baru dipegang oleh orang-orang dari kubunya Yenny.
“Lantas kami dapat apa? Ini kan sama saja kami jual partai. Kalau ada deal-deal di pusat, jangan kami di daerah yang dikorbankan,” ungkap Tofan.
PPIB merupakan partai lama yang didirikan ekonom almarhum Sjahrir. Awalnya, di pemilu 2004, partai itu bertarung atas nama Partai Perhimpunan Indonesia Baru.
Karena gagal dan diwajibkan berganti nama pada Pemilu 2009, partai itu berganti nama menjadi Partai Perjuangan Indonesia Baru.
Sementara Yenny Wahid, selepas keluar dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), mendirikan Partai Kemakmuran Bangsa Nusantara (PKBN) bersama Sekjen, Imron Rosyadi Hamid.
Dalam proses verifikasi partai baru di Kementerian Hukum dan HAM, PKBN gagal mendapatkan izin partai karena tak mampu memenuhi syarat verifikasi pendirian parpol baru.
Dengan meleburkan PPIB dengan PKBN menjadi PKBIB, kemungkinan Yenny Wahid untuk berkiprah di Pemilu 2014 menjadi terbuka kembali.