Kasus Simulator SIM
Sukotjo S Bambang Senang Djoko Susilo Tersangka
Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang menolong Andri yang saat itu menangani proyek
Penulis:
Y Gustaman
Editor:
Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rekayasa pengadaan barang dan jasa berupa simulator SIM tahun 2011 antara PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) dan Korlantas Mabes Polri sudah bermasalah sejak awal. Apa saja masalah yang terjadi dalam kasus ini, begini ceritanya.
Mulanya, Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang menolong Andri yang saat itu menangani proyek dengan Korlantas Mabes Polri. Bambang lalu membantu Andri sampai menyelesaikan proyek yang terkatung.
Di tengah jalan, Bambang bertemu dengan Budi, pemilik PT CMMA. Keduanya langsung berteman. Pada Agustus 2010, Budi mengatakan kepada Bambang akan mendapat proyek pengadaan barang dan jasa di Korlantas Mabes Polri yakni simulator SIM 1000 unit. Bambang langsung bereaksi dengan mengatakan tidak mampu. Budi pun marah.
"Budi bilang, 'orang lain susah mencari pekerjaan, kamu mendapat kerjaan menolak.' Akhirnya Pak Bambang menerima tawaran Budi. Budi juga memberikan sejumlah uang kepada Bambang untuk membeli peralatan, tanah, modal usaha, dan menambah karyawan," cerita penasihat hukum Bambang, Erick S Paat di kantornya, Jakarta, Selasa (31/7/2012).
Singkat cerita tender pun dibuka pada Januari 2011. Ada empat perusahaan yang ikut tender, termasuk PT CMMA. Namun perusahaan lain hanya akal-akalan PT CMMA. Karena semua dokumen dan tender yang diserahkan perusahaan di luar PT CMMA dibuat dan atas perintah Budi. Bisa ditebak, PT CMMA langsung menang tender ini.
Harga tender pengadaan simulator SIM untuk R2 (motor) dan R4 (mobil) senilai Rp 196,87 miliar. Masing-masing untuk motor sebanyak 700 unit senilai Rp 54,453 miliar dan mobil 556 unit senilai Rp 142,415 miliar. Dan posisi Bambang dalam tender ini, terang Erick, tidak terdaftar. Diketahui, barang yang dibeli dari PT ITI untuk pesanan Korlantas, PT CMMA cukup mengeluarkan Rp 83 miliar.
"Ibaratnya PT CMMA ini perusahaan tutup botol. Jadi Pak Budi membeli barang ke Pak Bambang sesuai pesanan 700 unit untuk R2 dan 556 unit untuk R4. Hubungan dengan Korlantas hanya PT CMMA. Sementara hubungan Pak Budi dan Pak Bambang hanya jual beli. Bukan disubkon-kan. PO(purchase order)-nya ada," terangnya.
Dalam perjalanannya, PT CMMA tak bisa memenuhi tenggat waktu sebagaimana kesepakatan dengan pihak Korlantas. Sementara PT ITI sendiri tidak bisa memenuhi permintaa PO sesuai kesepakatan dengan PT CMMA. Di sini muncul muslihat, di mana Budi melaporkan Bambang atas dugaan penipuan dan penggelapan pada Juni 2011.
"Ini bukan penipuan dan penggelapan. Kalau mau diperkarakan ini wanprestasi antara Pak Bambang dengan Pak Budi. Pak Bambang tidak ada urusan dengan Korlantas. Yang ada urusan adalah PT CMMA dengan Korlantas. Harus dilihat itu juga wanprestasi. Karena tidak selesai, Budi marah dan dilaporkan ke Polrestabes Bandung. Sekarang kita sedang mengurus kasasi Pak Bambang," ungkapnya.
Sebelum ditahan pada 11 November 2011, tiga hari sebelumnya Bambang melaporkan kasus berikut data diserahkan ke KPK. Tak lama, KPK datang ke Rutan Kebon Waru menemui Bambang. Bambang pun sudah seringkali dimintai keterangan dalam kasus ini. Semua dokumen dan barang bukti diserahkan ke KPK. Karyawan Bambang di PT ITI juga sudah diperiksa.
Erick mengakui, pertemanan antara Budi dan Bambang begitu cepat, apalagi langsung menerima tender. Menurutnya, memang sudah karakter Bambang cepat percaya dengan orang lain. "Sudah karakter beliau cepat percaya. Kalau ketemu orang naik bus ke Jakarta bisa langsung diajak ke rumah. Dia tidak pernah berpikir negatif dengan orang lain," katanya.
Bambang Serahkan Rp 2 Miliar ke Djoko
Muncul pertanyaan apa hubungan Gubernur Akpol Irjen Djoko Susilo dengan kasus ini? Rupanya, selama menangani proyek ini, Bambang pernah membawakan Djoko uang sebanyak Rp 2 miliar. Namun uang itu tidak diberikan langsung Bambang ke Djoko, melainkan ke sekretarisnya. Erick tidak tahu apakah sekretaris Djoko dari anggota atau sipil.
"Ada uang yang diperintahkan Pak Budi ke Pak Bambang untuk Pak Djoko Susilo," ujar Erick sambil melanjutkan, "Pak Bambang membawa uang itu dengan sopirnya besar nilainya Rp 2 miliar. Mungkin berkardus-kardus kali, soalnya rupiah. Waktu itu antara pukul 11.00 WIB. Ini terjadi pada 2011. Jaid cuma satu kali saja Pak Bambang bawa uang ke Pak Djoko."
Ketika ditanya soal kedekatan Bambang dengan Djoko, Erick mengaku keduanya sempat berfoto di Korlantas. Namun, sebenarnya Bambang tidak dekat amat dengan Djoko. Justeru yang dekat dengan lingkungan internal Korlantas adalah Budi. "