Siklon Tropis Penyebab Banjir dan Longsor
Sepanjang Juni-Agustus 2012, banjir dan longsor yang disebabkan siklon tropis mendominasi bencana secara global.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang Juni-Agustus 2012, banjir dan longsor yang disebabkan siklon tropis mendominasi bencana secara global.
Menurut Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), lebih dari 700 orang meninggal, dan jutaan penduduk menderita. Kenyataannya, dalam enam dasawarsa terakhir, siklon tropis meningkat 878 persen.
"Selama Juni-Agustus, banjir dan longsor dengan dampak besar terjadi di Cina, Bangladesh, India, Rusia, Korea Utara, Filipina, dan Indonesia," ujar Sutopo lewat rilis, Kamis (23/8/2012).
Cina mengalami banjir besar beruntun pada 20 Juni 2012 dan 21 Juli 2012. Pada 20 Juni, banjir menyebabkan 399 daerah terendam banjir, sehingga 50 orang meninggal, 42 orang hilang, dan 10,5 juta jiwa terdampak.
Kerugian ditaksir mencapai 1,62 miliar dolar Amerika Srikat (AS). Pada 21 Juli, Cina kembali diterjang banjir akibat hujan deras 460 mm selama 14 jam.
Itu merupakan hujan terbesar dalam 60 tahun terakhir. Akibatnya, 79 orang meninggal, 66 ribu orang mengungsi, dan 2 juta jiwa menderita.
Hal yang sama terjadi di Filipina. Terjangan siklon tropis Saola dan depresi tropis Khanun pada 30 Juli-7 Agustus menyebabkan 96 orang meninggal, 41 ribu orang mengungsi, dan 3,5 juta jiwa menderita.
Di Indonesia, saat sebagian wilayah mengalami kemarau, banjir dan longsor melanda beberapa wilayah di bagian utara.
Bencana ini imbas dari siklon tropis. Tercatat banjir dan longsor terjadi di Gorontalo, Padang, Ambon, dan Aceh Tenggara.
Diperkirakan, hingga Oktober 2012, ancaman siklon tropis akan tetap ada. Sebab, puncak keberadaan siklon tropis di utara terjadi pada Agustus, kemudian menurun hingga Oktober.
"Kondisi ini perlu diantisipasi. Rencana kontinjensi bencana banjir dan longsor perlu mengakomodasi perubahan perilaku cuaca," saran Sutopo.
Pola hujan dan hidrologi sungai, paparnya, sudah berubah akibat perubahan iklim global. Sehingga, analisis hidrologi pun perlu penyesuaian. Ironisnya, belum semua daerah, khususnya kabupaten/kota, menyusun rencana kontinjensi bencana. (*)
BACA JUGA