Mantan Pejabat Malaysia Menghina Habibie
SBY Harus Berani Ingatkan Sikap Malaysia
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak berani mengangkat hal-hal fundamental terkait disharmoni yang kerap timbul
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak berani mengangkat hal-hal fundamental terkait disharmoni yang kerap timbul dalam hubungan Indonesia dan Malaysia pada Pertemuan Konsultasi Tahunan Indonesia-Malaysia di Kuala Lumpur pada 18-19 Desember ini.
Dalam forum tertinggi kedua negara yang dihadiri Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, Presiden SBY juga harus menawarkan pengembalian kerukunan antarbangsa serumpun akibat sering dicabik dan dimanfaatkan kepentingan sepihak Malaysia.
Menurut Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan di Jakarta, Senin (17/12/2012), hal ini penting untuk mengukuhkan kerjasama lebih baiik Indonesia dan Malaysia. Sampai tak ada lagi penistaan yang kerap dilakukan Malaysia kepada Indonesia.
”Bahkan, pidato Presiden SBY harus mengobarkan keberanian, utamanya menyentuh pudarnya semangat persahabatan kedua pihak. Termasuk menekankan pandangan kritis atas banyaknya kasus pelecehan kemanusiaan pihak Malaysia atas keberadaan WNI/TKI di negeri jiran tersebut,” ujar Syahganda.
Mengingatkan bangsa serumpun, menurut Syahganda, perlu diambil SBY atas berbagai tindakan ceroboh dan terkesan disengaja aparat Malaysia, seperti melakukan pelanggaran kedaulatan di wilayah NKRI secara berulang-ulang.
Tak terkecuali, SBY harus menolak tegas atas kasus penghinaan yang dilakukan mantan Menteri Penerangan Malaysia, Zainudin Maidin dengan menuduh BJ Habibie sebagai pengkhianat bangsa. Pasalnya, sikap tak terpuji Zainuddin telah menciderai pperasaan bangsa Indonesia yang menghormati Habibie sebagai Presiden ke-3 RI.
Momentum pertemuan Indonesia-Malaysia kali ini, jelas tak boleh mengabaikan dinamika persahabatan kedua negara yang belakangan terus memburuk. Makanya perlu dibicarakan serius untuk menghindarkan terjadinya kemelut permusuhan yang semakin parah di kemudian hari.
Begitu juga pemimpin Malaysia harus menyadari perkembangan tak sehat antara Indonesia-Malaysia. Karena sikap toleran untuk mempertahankan nilai-nilai persahabatan sebagai bangsa serumpun, hanya datang dari Indonesia, tapi jarang ditunjukkan otoritas resmi Malaysia.
”Jadi, jangan dikira soal masa depan hubungan Indonesia-Malaysia itu sekadar untuk kebutuhan nasional Indonesia, sebab seandainya terganggu justru Malaysia akan banyak mengalami kerugian yang membahayakan di tataran regional,” ujarnya.