Rabu, 10 September 2025

Wakil Rektor UI Kembali Diperiksa KPK Sebagai Tersangka Korupsi Perpustakaan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan mantan Wakil Rektor Universitas Indonesia (UI), Tafsir Nurchamid.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
Warta Kota/henry lopulalan
Wakil Rektor Universitas Indonesia bidang Sumber Daya Manusia, Keuangan dan Administrasi Umum Tafsir Nurchamid usai menjalani pemeriksaan KPK Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (27/9/2013). Tafsir Nurchamid menjalani pemeriksaan sebagai tersangka untuk pertama kali terkait kasus dugaan korupsi pengadaan dan instalasi Teknologi Informasi (IT) Gedung Perpustakaan Pusat UI.(Warta Kota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan mantan Wakil Rektor Universitas Indonesia (UI), Tafsir Nurchamid, Rabu (2/4/2014). Dia akan diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan teknologi informasi di Perpustakaan Pusat UI.

"Dia akan diperiksa sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha.

Tafsir tiba di kantor KPK sekitar pukul 09.10 WIB, dengan mengenakan kemeja polkadot biru berbalut rompi tahanan oranye. Ia tampak membawa kantong plastik kuning di tangannya.

Namun, Tafsir tak berkomentar apapun dan langsung masuk ke dalam lobi kantor KPK.

Dr Tafsir Nurchamid Ak MSi merupakan Guru Besar Ilmu Administrasi Negara FISIP dan Wakil Rektor UI Bidang SDM, Keuangan dan Administrasi Umum. KPK menetapkannya sebagai tersangka sejak 13 Juni 2013 dan telah ditahan sejak 14 Maret 2014.

Tafsir disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Tafsir selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek Perpus Pusat UI senilai Rp 21 miliar itu diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama dengan cara menggelembungkan (mark up) nilai proyek. Ia terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar. (abdul qodir)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan