Minggu, 12 Oktober 2025

Polisi Diminta Tetapkan Tersangka Pemalsuan Dokumen Aset Antara

Polda Metro Jaya diminta segera menetapkan tersangka di kasus dugaan pemalsuan dokumen aset LKBN Antara.

Editor: Sanusi
zoom-inlihat foto Polisi Diminta Tetapkan Tersangka Pemalsuan Dokumen Aset Antara
wikimedia.org

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya diminta segera menetapkan tersangka di kasus dugaan pemalsuan dokumen aset Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara.

Pasalnya, kasus yang sudah dilaporkan oleh pelapor Marhendra Aristanto yang mewakili Perum LKBN Antara, dengan terlapor Haryono Suharyono tertanggal 22 Maret 2012, hingga kini belum ada penetapan tersangka.

Atas dasar itu, Direksi Perusahaan Umum LKBN Antara meminta Polda Metro Jaya segera menuntaskan dugaan tindak pidana penyerobotan aset negara dengan modus memalsukan dokumen akta otentik.

"Terlapor dalam laporan itu ialah Haryono, dan disangkakan Pasal 266 KUHP tentang memasukkan keterangan palsu pada akta otentik," tutur Koordinator Gerakan Penyelamat Aset BUMN, Marhendra Aristanto, Kamis (17/4/2014) di Mapolda Metro Jaya.

Mahendra menuturkan kejadian berawal saat LKBN Antara mendirikan PT Antara Kencana Utama Estate Limited (AKUEL) agar mendapatkan lahan tanah milik pemerintah di Jalan Medan Mereka Selatan Nomor 17 Jakarta Pusat.

Lalu PT AKUEL bekerja sama dengan perusahaan Belanda bernama BV Pabema SEA, dengan mendirikan perusahaan penanam modal asing (PMA) PT ANPA Internasional guna membangun dan mengelola Gedung Wisma Antara.

"Kerjasama PT AKUEL dengan Pabema SEA berakhir 2012 dengan kesepakatan pengalihan saham kepada PT AKUEL yang bertindak sebagai LKBN Antara," kata Mahendra.

Tapi terlapor Haryono Suharyono, anak kandung dari Pemimpin Umum LKBN Antara, almarhum Harsono Reno Utomo, melalui Notaris JL Waworuntu diduga memalsukan akta otentik tentang hibah saham PT AKUEL dan akta notaris tentang berita acara rapat PT AKUEL.

Dalam kedua akta otentik itu, Marhendra menduga Haryono memasukkan keterangan palsu. Sehingga Haryono bisa mengambil hibah saham PT AKUEL sebagai warisan dari bapaknya tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memiliki saham mayoritas.

Usai mengambil sahaam mayoritas PT AKUEL, Haryono merubah Anggaran Dasar dan menempatkan direksi, serta komisaris tanpa melibatkan LKBN Antara selaku pemilih sah PT AKUEL.

"Tadi kami sudah menemui penyidiknya. Dari penjelasan penyidik kasus ini ada proses ke depan. Penyidik mengatakan terlapor Haryono sudah dua kali dipanggil sebagai saksi terlapor namun tidak datang dengan alasan sakit," tegas Marhendra.

Selama hampir dua tahun penyidikan, penyidik telah memanggil sejumlah saksi yakni saksi pelapor dari Direksi Perum LKBN Antara, Tim Relawan Penyelamat Aset BUMN, serta saksi terlapor yang merupakan Direksi PT AKUEL.

Marhendra juga mengatakan penyidik menemukan indikasi terlapor membuat surat kuasa atas nama Muhammad Nahar sebagai salah satu pendiri PT AKUEL kepada orang suruhan Haryono bernama Suharir pada 14 Mei 2009.

"Padahal Muhammad Nahar telah meninggal dunia pada 15 Maret 2005 berdasarkan surat kematian dan sertifikat kematian dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta," tambah Marhendra.

Lebih lanjut, Direktur Keuangan Perum LKBN Antara Endah Sri Wahyuni menjelaskan akibat pengalihan saham ilegal tersebut, Kantor Berita Antara terancam kehilangan aset negara berupa lahan tanah senilai Rp 70 miliar atau 20 persen dari nilai aset keseluruhan yang mencapai Rp 360 miliar.

"20 persen hak dividen melekat diambil alih, yah kami kehilangan sekitar Rp 70 miliar. Itu berlangsung sejak 2001," tambah Endah.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved