Ribuan Koloni Bakteri dan Jamur Ditemukan di Impor Pakaian Bekas dari Negara Tetangga
Kementerian Perdagangan menemukan ratusan ribu koloni bakteri dan jamur di dalam pakaian bekas impor.
Editor:
Agung Budi Santoso

TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Perdagangan menemukan ratusan ribu koloni bakteri dan jamur di dalam pakaian bekas impor. Koloni bakteri dan jamur itu bisa menyebabkan penyakit kulit, pencernaan, dan infeksi pada saluran kelamin.
Untuk itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta konsumen agar tidak membeli pakaian bekas impor. Kementerian juga mengimbau agar pakaian bekas impor itu tidak diperdagangkan lagi di Indonesia.
”Kami juga melarang impor pakaian bekas dari negara lain. Hal itu sesuai dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang menyebutkan setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru,” kata Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kemendag Widodo, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/2).
Widodo mengemukakan, Kemendag telah mengambil 25 sampel pakaian bekas impor secara acak. Sampel pun diuji oleh pihak Balai Pengujian Mutu Barang dengan metode bacteriological analytical manual atau analisis manual untuk mengetahui keberadaan bakteri.
”Dari semua sampel itu ditemukan ratusan ribu koloni bakteri dan jamur. Selain itu, secara kasatmata, terlihat ada noda-noda di sampel pakaian itu,” katanya.
Widodo mencontohkan, dari sampel pertama berupa celana pendek perempuan, ditemukan 216.000 koloni per gram bakteri dan jamur. Sementara pada sampel jaket anak ditemukan 1.140 koloni per gram bakteri dan jamur.
Bakteri tersebut berupa E coli dan S aureus, dan jenis jamurnya berupa jamur kapang atau khamir. ”Bakteri E coli dapat menimbulkan gangguan pencernaan, sedangkan bakteri S aureus menyebabkan bisul, jerawat, dan infeksi; sementara jamur kapang menimbulkan alergi dan infeksi pada saluran kelamin,” ujarnya.
Widodo menambahkan, pakaian bekas itu masuk Indonesia secara ilegal, yaitu melalui pelabuhan-pelabuhan tikus di bagian timur Sumatera dan Batam. Asal pakaian bekas itu dari negara-negara tetangga.
”Kami telah meminta pemerintah daerah yang berbatasan dengan negara-negara tetangga turut mencegah masuknya pakaian bekas itu,” ucapnya.
Sementara itu, pedagang ataupun pembeli di Pasar Angso Duo, Kota Jambi, menolak rencana pemerintah melarang masuknya pakaian bekas impor. Pakaian bekas dinilai telah menjadi komoditas yang memenuhi kebutuhan sandang kelompok ekonomi lemah.
Pedagang pakaian bekas impor, Ana (32), mengatakan, serapan pasar akan pakaian bekas di tempatnya cukup besar. Dalam sebulan, sekitar 1.200 potong pakaian terjual di kiosnya. Nilai transaksinya mencapai Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per hari. Itu belum lagi menjelang masa Lebaran, transaksi naik tiga kali lipat per hari.
”Sebagian besar yang datang adalah pembeli langsung, tetapi banyak juga yang membeli untuk dijual kembali. Mereka berasal dari golongan ekonomi lemah,” katanya.
Menurut Ana, bisnis jual-beli pakaian bekas telah hidup 20-an tahun di Pasar Angso Duo. Seluruh produk pakaian bekas setempat dipasok dari Singapura, melalui Pelabuhan Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Sebagian besar pakaian hasil impor dari Korea Selatan.
Di Angso Duo, terdapat lebih dari 50 kios penjual pakaian bekas. Dalam sehari, transaksinya mencapai lebih dari Rp 10 juta.
(HEN/ITA)