Nama Presiden dan Wapres Dicatut
Tokoh Lintas Agama Desak MKD Bentuk Panel Hakim Ad Hoc Putuskan Nasib Novanto
Selain itu, para tokoh lintas agama didesak untuk fokus pada pembuktian tata terbit dan kode etik Setya Novanto sebagai Ketua DPR
Penulis:
Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tokoh-tokoh lintas agama mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR membentuk panel hakim yang bersifat ad hoc untuk memutuskan sanksi Ketua DPR Setya Novanto.
"Menimbang kasus pelanggaran kode etik ini bersifat berat dan berdampak pada pemberhentian, MKD harus membentuk panel hakim yang bersifat ad hoc," ujar ujar Sekum PGI, Pdt. Gomar Goeltom di Kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (11/12/2015).
Menurut tokoh-tokoh lintas agama, panel hakim ada hoc ini berasal dari orang-orang yang berintegrasi untuk menghindari konflik kepentingan dan perkoncoan dalam persoalan ini demi harkat, martabat dan kehormatan DPR sebagai lembaga negara.
Selain itu, para tokoh lintas agama didesak untuk fokus pada pembuktian tata terbit dan kode etik Setya Novanto sebagai Ketua DPR.
"Bukan malah melindunginya," kata Gomar.
Dijelaskan, hal ini penting karena penegakan persoalan etik ini demi menjaga keluhuran dan kehormatan DPR.
"Karena itu pendekatan prosedur hukum formal semestinya tidak boleh terlalu menonjol. MKD justru harus mengacu pada nilai-nilai etik dan moral," jelasnya.
Para tokoh lintas agama juga menegaskan MKD harus menyelenggarakan seluruh sesi persidangan secara efisieb, terbuka, jujur dan adil.
"MKD berkewajiban menemukan bukti-bukti yang sah dan otentik untuk membuktikan pelanggaran etik. Termasuk dengan meminta keterangan para saksi tanpa terpengaruh posisi dan jabatan mereka," tandasnya.
Adapun tokoh-tokoh agama yang turut hadir, Sekum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, Ketua PB NU KH Marsyudi Syuhud, Wakil Sekjen PBNU Imam Pituduh, Mantan Ketua Umum PGI Pdt Andreas A Yewangoe, Sekum PGI Pdt. Gomar Goeltom, Rm Guido Suprapto (KWI), Rm Franz Magnis-Suseni (Rohaniwan Katolik), Rusli (Wakil Ketua Walubi), Ketut Puwata (Sekum PHDI), Yanto Jaya (PHDI), Uung Sendana (Ketum Matakin), Kristan (Matakin),
Asyumardi Azra dan Fachri Ali (akademisi) dan A Bambang Sunanto Martanto (FMKI KAJ).