Hak Angket KPK
Fahri Hamzah Bosan Tanggapi 'Cheerleaders' KPK
Fahri melihat komunitas-komunitas tersebut bertugas menyerang orang yang berhadapan dengan KPK.
Penulis:
Ferdinand Waskita
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi tolak hak angket KPK melaporkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Menanggapi hal tersebut, Fahri mempersilahkan pelaporan ke MKD.
"Silahkan saja, tapi bosan juga ditanggapi makanya KPK itu punya Cheerleaders yang dibiayai oleh KPK dulu," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/6/2017).
Fahri mengaku pernah memimpin rapat yang membatalkan anggaran pembiayaan sejumlah LSM.
Menurut Fahri, LSM tersebut harusnya mengkritik KPK. Sebab, hanya melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sebesar Rp10juta dengan mengirim banyak petugas ke Bengkulu.
"Harusnya ini yang dikritisi. Jangan asik lihat orang ditangkap. Jadi seperti senang melihat orang yang menderita," kata Fahri.
Fahri melihat komunitas-komunitas tersebut bertugas menyerang orang yang berhadapan dengan KPK.
Fahri mengaku memiliki dokumentasi mengenai hal itu.
Ia pun melihat KPK seperti sebuah partai politik yang memiliki organisasi sayap.
"ICW ngaku dapat proyek dari KPK, ngaku saja jadi jangan jadi under bow dan bertindak tidak profesional," kata Fahri.
Sebelumnya, Koalisi Tolak Hak Angket untuk KPK (Kotak) mendatangi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Kedatangan mereka untuk melaporkan Pimpinan DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon serta 23 anggota Panitia Khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga melanggar kode etik.
Para pelapor menggunakan masker saat memberikan keterangan kepada awak media.
Mereka memberikan alasan penggunaan maskert tersebut.
Aktivis ICW Tibiko Zabar mengatakan masker merupakan simbol pihaknya mencium bau tidak sedap terkait pembentukan Pansus Angket KPK.
"Makanya kami gunakan simbol masker," kata Tibiko usai melapor di ruang MKD DPR, Gedung DPR, Jakarta, Senin (12/6/2017) .
Tibiko menjelaskan Fahri Hamzah dilaporkan karena tindakannya saat rapat paripurna pada 28 April 2017 yang tidak demokratis saat memimpin pembahasan usulan hak angket.
Menurutnya, hal itu merupakan tindakan melanggar Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR RI.
Terlapor II yakni Fadli Zon. Tibiko mengatakan Fadli Zon memimpin rapat tertutup dan memilih pimpinan Pansus Hak Angket pada 7 Juni 2017.
Ia menuturkan tindakan Fadli Zon melanggar Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR RI.
Terlapor III yakni 23 Anggota Pansus Hak Angket KPK. Tibiko mengatakan terlapor III yang telah ikut dalam Pansus Hak Angket menghadiri dan membahas sejumlah agenda rapat.