Minggu, 10 Agustus 2025

Pimpinan KPK Dipolisikan

Kapolri Pastikan Tak Ada Cicak Vs Buaya Jilid IV, Ini Jejak Cicak Vs Buaya I-III

Enggak (ada cicak vs buaya). Saya selaku Kapolri sangat mendukung proses proses penegakan hukum.

Editor: Johnson Simanjuntak
Net
Ilustrasi Cicak Vs Buaya 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian memastikan tidak akan terjadi lagi konflik antara lembaganya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau yang dikenal dengan Cicak Vs Buaya.

Penegasan Tito ini terkait dengan keluarnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus pemalsuan surat dan penyalahgunaan wewenang dengan terlapor Ketua KPK, Agus Rahardjo dan Wakil Ketua Saut Situmorang.

"Enggak (ada cicak vs buaya). Saya selaku Kapolri sangat mendukung proses proses penegakan hukum. Nah, kita semua paham hubungan selama ini kami dengan lembaga penegakan hukum lain seperti KPK, Kejaksaan, PNS," ujar Tito kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (9/11/2017).

Sebelumnya seorang pria bernama Sandy Kurniawan melaporkan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dengan dugaan tindak pidana membuat surat palsu dan menggunakan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.

Baca: Polusi Udara Bikin Ibu Kota India Jadi Kamar Gas, 10 Kali Lebih Parah dari Tiongkok

Laporan yang dibuat oleh Sandi tersebut memiliki nomor LP/1028/X/2017/Bareskrim. Namun pada laporan tersebut tidak ada nama Ketua KPK, Agus Rahardjo.

Masih ingatkah anda istilah cicak Vs buaya pertama kali tercetus sebagai gambaran perseteruan KPK dengan polisi?

Istilah Cicak-Buaya pertama kali dimunculkan oleh Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim), Komjen Susno Duadji, pada awal Juli 2009.

Puncak kasus cicak vs buaya jilid I terjadi ketika Bareskrim Mabes Polri menahan dua Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Martha Hamzah. Penahanan dua komisioner KPK ini memantik reaksi keras dari aktivis antikorupsi.

Berikuti jejak pertikaian Cicak Vs Buaya ini bisa ditelusuri setidaknya sejak tahun 2008 silam. Berikut kronologi lengkap perjalanan perseteruan tersebut:

JILID I

15 Maret 2009: Nasrudin Zulkarnaen menjadi korban penembakan sepulang dari padang Golf Modernland, Tangerang.

1 April 2009: Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hendak menyergap seorang petinggi kepolisian yang diduga menerima suap. Namun penyergarapan itu urung lantaran suap batal dilakukan.

Dikabarkan rencana penangkapan itu sudah sampai ke telinga Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Sejak itulah hubungan KPK-Polri menjadi kurang mesra.

Dalam Laporan Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atas Kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Rianto disebutkan bahwa tindakan Susno Duadji yang tersadap telah lama mengetahui hal penyadapan tersebut dan untuk mengetahui siapa penyadapnya dilakukan untuk mengesankan seolah-olah ia akan menerima sebuah tas, meski sebenarnya tas tersebut kosong tindakan ini dikatakan sebagai bentuk kontra intelijen.

7 April 2009: Susno Duadji, Komjen Pol, Kabareskrim Mabes Polri mengirim surat nomor R/217/IV/2009/Bareskrim yang ditujukan untuk Direksi Bank Century yang menjelaskan bahwa soal dana milik Budi Sampoerna pemilik PT Lancar Sampoerna Bestari tak ada masalah atau tak ada unsur kriminalnya.

17 April 2009: Susno Duadji, Komjen Pol, Kabareskrim Mabes Polri mengirim kembali surat untuk Direksi Bank Century yang menjelaskan jumlah uang milik Budi Sampoerna pemilik PT Lancar Sampoerna Bestari adalah berjumlah 18.000.000 dalam dollar AS.

30 April 2009: Antasari Azhar, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarn.

4 Mei 2009: Antasari Azhar, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

29 Mei 2009: Susno Duadji, Komjen Pol, Kabareskrim Mabes Polri memasilitasi pertemuan antara pimpinan Bank Century karena setelah terdapat dua surat dari kepolisian dana tersebut tetap tidak dicairkan oleh Bank Century, dalam pertemuan tersebut disepakati antar para pihak bahwa Bank Century akan mencairkan dana Budi Sampoerna senilai 58.000.000 dalam bentuk dollar AS dari total 2.000.000.000.000 dalam bentuk rupiah.

Dari sinilah kemudian muncul tudingan bahwa Susno Duadji mendapat bayaran Rp 10.000.000.000 serta versi lain yang menyebutkan angka 10 persen dari nilai US$ 18.000.000.

30 Juni 2009: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara terbuka dituduh melakukan penyadapan terhadap telepon seluler Susno Duadji dengan mengatakan bahwa ada lembaga yang telah secara sewenang-wenang menyadap telepon selulernya.

2 Juli 2009: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto dalam jumpa pers di KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta mengatakan bahwa sistem penyadapan yang KPK lakukan adalah lawful interception (hanya menyadap pihak yang terindikasi korupsi). Itu digunakan untuk penegakan hukum bila merasa ada yang tersadap dan punya masalah dengan itu, datang saja ke KPK, tentu KPK menberikan penjelasan.

6 Juli 2009: Antasari Azhar yang masih dalam rumah tahanan Polda Metro Jaya membuat Laporan Polisi NO.POL: 2008 K/VII/2009/SPK UNIT "III" mengenai tindak pidana korupsi (suap) oleh pegawai KPK yakni Pimpiman dan Penyidik KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro Radiokom kepada Polda Metro Jaya.

9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro Widjojo ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di Indonesia. (padahal diketahui bahwa Anggoro Widjojo masih berada di Singapura). dan Susno menegaskan, surat DPO Anggoro dari KPK tidak pernah diterimanya hingga saat ini.

10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro Widjojo di Singapura dan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi sesuai dengan pelaporan mantan Ketua KPK Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra dan Bibit. Dan Susno Duadji mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan atas perintah Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri, Kapolri serta Susno Duadji menegaskan bahwa surat DPO Anggoro Widjojo dari KPK tidak pernah diterimanya.

15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro Widjojo) disertai dengan Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke pimpinan KPK antara lain yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto dan Mochamad Jasin dalam (dokumen kronologis 15 Juli 2009 Anggodo Widjojo)

20 Juli 2009: Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap melalui Ade Rahardja (Deputi Bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)) sebesar Rp. 5,1 miliar kepada pimpinan KPK antara lain yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto dan Mochamad Jasin dalam (dokumen kronologis 20 Juli 2009 Ari Muladi(Ary Muladi)

21 Juli 2009: KPK mengumumkan mengenai temukan adanya surat pencabutan pencekalan palsu terhadap Anggoro Widjojo.

4 Agustus 2009: Apa yang disebut testimoni Antasari yaitu isi rekaman dalam pertemuan tanggal 10 Oktober 2008 antara Anggoro Widjojo dan Antasari Azhar beredar di media massa.

6 Agustus 2009: Search Wikisource Wikisumber memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:

Testimoni Antasari Azhar
Tiga pimpinan KPK yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto dan Mochamad Jasin dengan tegas menolak apa yang disebut dengan testimoni Antasari tersebut.

JILID II

Perseteruan KPK vs Polri kembali terbuka, setelah KPK menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka kasus korupsi di proyek simulator ujian SIM.

Pada Jumat malam 5 Oktober 2012, puluhan anggota Brigade Mobile mengepung gedung KPK. Mereka berniat menangkap salah satu penyidik KPK, Komisaris Novel Baswedan yang dituduh terlibat aksi penganiayaan berat saat masih bertugas di Kepolisian Daerah Riau.

Aktivis antikorupsi kembali beraksi atas aksi kepolisian yang mengepung gedung KPK tersebut.

Mereka membuat pagar betis di gedung KPK dan mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun tangan.

Jilid III

9 Januari 2015: Presiden RI Joko Widodo hanya menyerahkan satu nama Calon Kapolri ke DPR RI, yakni Komjen Budi Gunawan

13 Januari 2015: KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus penerimaan gratifikasi.

23 Januari 2015: Bareskrim Mabes Polri mendadak menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dengan alasan terkait kasus Pilkada Kotawaringin 2010.

KPK yang didukung ratusan aktivis pro pemberantasan korupsi pun dengan lantang memprotes tindakan Polri tersebut.

Karena dorongan kuat dari rakyat ke KPK akhirnya Bambang Widjojanto dibebaskan dari Bareskrim Polri pada Sabtu (24/1/2015) dini hari.

Akankah kasus cicak vs buaya berakhir sampai di sini atau berlanjut ke jilid IV?

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan