Korupsi di Kutai Kartanegara
Kepala Seksi di Dinas Lingkungan Hidup Kukar Beberkan Modus Setoran 'Uang Terima Kasih' untuk Rita
Dalam surat dakwaan, Rita secara langsung atau melalui Khairudin menerima gratifikasi Rp 469 miliar lebih dari para pemohon perizinan dan rekanan.
Penulis:
Theresia Felisiani
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Seksi Kajian Dampak Lingkungan Hidup di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Kartanegara, Aji Said, membeberkan modus pengumpulan setoran gratifikasi Rp 469 miliar untuk Bupati Kukar Rita Widyasari selama tujuh tahun mejabat.
Hal itu disampaikan Aji Said saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Bupati nonaktif Kukar Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB), Khairududin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Dalam surat dakwaan, Rita secara langsung atau melalui Khairudin menerima gratifikasi Rp 469 miliar lebih dari para pemohon perizinan dan para rekanan pelaksana proyek di sejumlah dinas Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Gratifikasi diperoleh Rita secara bertahap sejak masa jabatannya sebagai Bupati Kukar periode 2010 hingga 2017.
Rita menunjuk mantan anggota DPRD Kukar sekaligus Komisaris PT MBB, Khairudin, untuk mengumpulkan uang dari para rekanan yang disetor melalui para kepala dinas (kadis).
Dan aliran dana gratifikasi ratusan miliar untuk Rita di antaranya mengalir melalui beberapa orang dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kukar. Mereka adalah antara lain Aji Said, Rahyul, Ibrahim, dan Suroto.
Baca: Ajudan Bupati Rita Akui Pernah Dititipkan Uang dari Dinas LHK Kukar
Sumber penerimaan gratifikasi Rita paling besar diperoleh dari para pemohon penerbitan SKKL dan Izin Lingkungan pada Badan Lingkungan Hidup Daerah Pemkab Kukar, serta penerimaan dari pemohon terkait penerbitan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Dalam kesaksiannya, Aji Said mengatakan ada kebiasaan setoran gratifikasi atau biasa disebut 'uang terima kasih' yang diberikan para pemohon (perusahaan) maupun konsultan saat mengurus perizinan di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pemkab Kukar.
Kewajiban Pemberian 'uang terima kasih' itu telah terjadi sejak Kepala Seksi Kajian Dampak Lingkungan Hidup dijabat oleh Rahzul Asmi, Anastasya, hingga Karni BE.
"Saya dengar-dengar dari pejabat sebelumnya, dalam proses perizinan ada yang harus diberikan. Biasa disebut uang terima kasih, yang memberi itu dari para konsultan yang mengurus AMDAL," ungkap Aji Said.
Ia menceritakan, selanjutnya uang setoran dari para pemohon izin dan konsultan itu tidak langsung diberikan kepada Rita, melainkan melalui seseorang bernama Suroto.
Pemberian uang biasa dilakukan di pendopo sekeligus rumah dinas Bupati Rita.
"Jadi ketika izin dan SKKL sudah diproses, tinggal ditandatangani oleh ibu bupati. Setelah itu baru titipan dari perusahaan tadi melalui saya, lalu saya disampaikan melalui Suroto," ungkap Aji Said.
Ia mengaku pemberian uang terima kasih dari pihak pemohon minimal Rp 5 juta. Namun, ada juga perusahaan yang tidak menyetorkan 'uang terima kasih', tapi pengajuan izinnya disetujui Rita.
Baca: Masyarakat Kawasaki Jepang Minta Aturan Pelarangan Ujaran Kebencian dan Diskriminasi Rasial
"Uang terima kasih tidak tentu yang mulia, tergantung berapa yang disampaikan, tidak ditentukan keharusan besarannya. Tapi dari sebelum-sebelumnya (pejabat sebelumnya) batasan minimal Rp 5 juta," terang Aji Said.
Kepada majelis hakim, Aji mengaku mencatat seluruh sumber penerimaan uang terima kasih tersebut dan catatan itu diserahkan ke Suroto.
Dan sepengetahuannya, Suroto justru bukan PNS di Kabupaten Kukar, melainkan seorang dosen di Universitas Kutai Kartanegara atau Unikarta.
Untuk mematahkan kesaksian itu, tim penasihat hukum mencecar pertanyaan kepada Aji Said.
Mereka menanyakan ada atau tidaknya Surat Keputusan (SK) dari Bupati Rita soal patokan pemberian 'uang terima kasih' untuk perizinan tersebut.
Dan Aji Said menjawab tidak ada.
"Lalu uang itu tahunya selesai di Suroto?" tanya kuasa hukum Rita. "Iya"," jawab Aji Said.
Tim penasihat hukum Rita juga menanyakan pernah atau tidaknya Rita selaku bupati memberikan perintah secara langsung terkait permintaan 'uang terima kasih' itu. Dan lagi, Aji Said menjawab tidak pernah.
Aji Said beralasan tidak menolak pemberian 'uang terima kasih' dari para pemohon izin karena menganggap itu bentuk loyalitas dan semata melanjutkan kebiasaan pejabat pendahulunya.
Rita menyatakan menolak semua keterangan yang disampaikan oleh Aji Said di persidangan.
Ia juga membantah menerima uang melalui Suroto.
"Saya menolak semua keterangan saksi yang mengatakan atas perintah saya, uang diserahkan ke Suroto tidak benar. Semasa saya bupati, saya hanya menerima berkas di rumah Jalan Mulawarman. Berkasnya itu banyak, tidak pernah ada uang dalam map atau amplop atau dalam bentuk apapun," ujar Rita.
Baca: Bupati Rita Tarik Uang Lewat Kepala Dinas, Perantaranya Mantan Tim Sukses
Digaji Rp 10 Juta
Suroto (46) juga dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa KPK ke persidangan.
Ia mengaku mengenal Rita dari Khairudin saat ketiganya masih sebagai pengurus di DPD Partai Golkar Kalimantan Timur pada sekitar tahun 2012.
Suroto mengaku diangkat menjadi staf khusus Rita sejak 2012 sampai September 2017, tanpa ada Surat Keputusan (SK) pengangkatan dari Rita.
Dan selama itu, dia mendapat gaji Rp 10 juta per bulan dari uang pribadi Rita.
"Pengangkatan saya tidak ada SK. Awalnya saya bukan staf khusus, tugas saya membantu. Opini masyarakat yang bilang saya staf khusus," ujar Suroto.
Ia menceritakan tugas dirinya sebagai staf khusus Rita adalah membuat makalah, sambutan hingga mengoreksi administratif pekerjaan kantoran, surat-surat SKPD, menelaah surat umum, hingga surat keputusan Bupati.

Dan selama menjadi staf khusus, ia mengaku bekerja di sebuah ruangan yang ada di pendopo atau rumah dinas Bupati Rita.
Menjawab cecaran dari jaksa KPK, Suroto mengaku pernah mengoreksi beberapa surat dari Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Kukar.
Namun, dia lupa berapa jumlah surat yang dikoreksinya. Dan tugasnya sebatas mengoreksi tanggal surat, penomoran pada draf SK izin lingkungan.
Meski begitu, dia pun mengakui adanya sejumlah uang yang diberikan dari Aji Said setiap ada draf surat pengajuan izin dari Dinas Lingkungan Hidup.
Dia beralasan selalu menyerahkan kepada ajudan Rita bernama Ibrahim setiap ada titipan uang dari Ali Aji Said.
"Bisa jadi, saya terima dari Pak Ali Aji Sayid, kurang lebih empat kali. Titipan itu seringnya di amplop cokelat dan tidak saya hitung. Sebagai amanah dari Pak Ali, uang saya sampaikan ke Ibrahim (ajudan Rita)," ungkap Suroto.
Selain itu, Suroto mengakui uang yang diserahkan kepada ajudan Rita, Ibrahim, ditujukan untuk Rita, sebagaimana amanah dari Ali Aji Said.
"Amanah Pak Ali seperti itu, diterima di rumah dinas (pendopo)," jawab Suroto.
Ibrahim dalam kesaksiannya mengatakan, mengenal sejumlah nama yang disebutkan oleh majelis hakim sebagai anggota TIm 11 Pememnangan Rita.
Dia juga mengaku mengenal dengan Suroto dan Junaidi.
"Saya kenal dengan Suroto, beliau suka bantu-bantu urus berkas. Kalau Junaidi pernah jadi timses, dia juga anggota dewan," jawab Ibrahim.
Dan Ibrahim mengakui beberapa kali menerima sejumlah uang dari kedua orang itu pendopo atau rumah dinas Rita.
"Saya kenal dengan Suroto, beliau suka bantu-bantu urus berkas. Kalau Junaidi pernah jadi timses, dia juga anggota dewan," jawab Ibrahim.
Menurutnya, setiapa ada penerimaan uang dari Junaidi dan Junaidi selalu menghubunginya terlebih dahulu untuk "janjian" bertemu dan melakukan serah terima uang di pendopo.
Dan Suroto juga selalu menyampaikan kepadanya agar uang itu diserahkan untuk Rita.
"Junaidi hubungi saya lewat HP, ketemu di Pendopo, lalu bilang nih kasih ibu (Rita). Saya langsung antar ke ibu. Dari Suroto juga, titip sampaikan ke ibu," kata Ibrahim seraya menjelaskan ia biasa memanggil Rita dengan sapaan Bunda.

Ia juga mengakui uang-uang titipan dari Suroto selalu dijelaskan terkait perizinan di Dinas KLH Kabupaten Kuar karena dilampirkan berkas dari Badan Lingkungan Hidup.
Ibrahim mengatakan, pemberian uang dari Junaidi dan Suroto selalu dalam bentuk tunai di dalam di dalam amplop hingga tas keresek.
Dan dia tidak mengetahui jumlah uang tersebut karena langsung menyerahkan kepada Rita setiap ada pemberian apmlop atau tas berisi uang dari Suroto.
"Tidak tahu, saya tidak pernah buka. Hari ini terima langsung saya serahkan ke beliau (Rita)," kata Ibrahim seraya mengaku lupa berapa kali menyerahkan uang kepada Rita.
"Saudara saksi uang dari Junaidi dan Suroto kan diserahkan ke terdakwa Rita. Comment dia (Rita) apa?" tanya jaksa.
"Disuruh taro gitu saja," kata Ibrahim.
Rita membantah kesaksian dari Suroto. Dia menanyakan apakah dirinya yang mempunyai ide dan yang memerintahkan meminta uang terkait perizinan.
Dan Suroto mengakui tidak ada ide atau perintah dari Rita terkait permintaa uang tersebut.
"Tapi, kalau terkait titipan, saya hanya diberi amanah dari Pak Ali," jawab Suroto. (Tribun Network/theresia felisiani/coz)