Menkumham Teken Perjanjian MLA Antara Indonesia dengan Swiss
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menandatangani Perjanjian MLA antara Indonesia dengan Konfederasi Swiss.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menandatangani Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana/Mutual Legal Assistance (MLA) antara Indonesia dengan Konfederasi Swiss di Hotel Bernerhof, Bern, Swiss, Senin (4/2/2019).
Perjanjian MLA RI-Swiss ini merupakan perjanjian MLA yang ke-10 yang telah ditandatangani Pemerintah RI.
Sebelum Indonesia melakukan perjanjian MLA dengan Asean, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran.
Baca: Kisah Pilu Pebulu Tangkis Denmark di Indonesia, Berkompetisi Tanpa Pelatih sampai Ditinggal Rekan
Sementara bagi Swiss perjanjian MLA tersebut menjadi yang ke-14 dengan negara non Eropa.
"Namun perjanjian MLA RI-Swiss merupakan capaian kerjasama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa, dan menjadi sejarah keberhasilan diplomasi yang sangat penting, mengingat Swiss merupakan financial center terbesar di Eropa," kata Kepala Biro Humas Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham Bambang Wiyono dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Senin (4/2/2019).
Kata Bambang, penanandatanganan perjanjian MLA ini sejalan dengan program nawacita dan arahan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan.
Baca: Karen Agustiawan: Direksi Pertamina Setujui Akuisisi Blok BMG Australia
Di antaranya pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2018, Presiden menekankan pentingnya perjanjian ini sebagai platform kerjasama hukum, khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi (asset recovery).
Ia menjabarkan, perjanjian itu terdiri dari 39 pasal, yang antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.
"Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta," ujar Bambang.
Sejalan dengan itu, Perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud) sebagai upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melalukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.
Baca: Kembali ke Bhayangkara FC, Ilham Udin Tak Kesulitan Adaptasi
"Atas usulan Indonesia, perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsip retroaktif. Prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan," ujar Bambang.
Menurutnya, hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini.
Bambang menerangkan, perjanjian MLA RI-Swiss terwujud melalui dua kali putaran, pertama dilakukan di Bali pada 2015.
Kemudian, kedua pada 2017 di Bern, Swiss untuk menyelesaikan pembahasan pasal-pasal yang belum disepakati dalam perundingan pertama.