Kamis, 14 Agustus 2025

Suap Proyek PLTU Riau 1

Eni Saragih Terima Putusan Hakim Tak Kabulkan Permohonan JC

Terdakwa Eni Maulani Saragih mengaku sudah berupaya bersikap kooperatif selama persidangan kasus suap proyek PLTU Riau-1.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih mengikuti sidang tuntutan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (6/2/2019). Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR itu dituntut delapan tahun penjara karena dianggap menerima suap Rp4,750 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo terkait pengawalan proyek PLTU Riau-1. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Eni Maulani Saragih mengaku sudah berupaya bersikap kooperatif selama persidangan kasus suap proyek PLTU Riau-1.

Upaya itu dilakukan mantan wakil ketua Komisi VII DPR RI itu supaya ditetapkan sebagai Justice Collaborator (JC).

Namun, di persidangan beragenda pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Jumat (1/3/2019) ini, majelis hakim menolak permohonan tersebut.

"Saya sudah berusaha sejak awal, saya sudah berjanji untuk kooperatif, saya juga kooperatif. Terus saya sudah mengajukan lagi, perjuangan saya di kemarin di sini, JC, tetapi majelis hakim menganggap lain," kata Eni, ditemui setelah persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Jumat (1/3/2019).

Baca: Divonis Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa, Eni Saragih Tersenyum

Meskipun tidak menerima JC, namun, majelis hakim menilai Eni sudah bersikap kooperatif. Itu menjadi alasan majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada Eni lebih rendah daripada tuntutan JPU pada KPK.

Atas hukuman itu, Eni menerima.

"Tadi saya bilang, apapun hasilnya dalam hati saya sejak dari rutan sampai ke sini saya harus ikhlas menerimanya bahwa ini adalah takdir yang harus saya jalani," tambahnya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tidak menerima permohonan terdakwa Eni Maulani Saragih sebagai Justice Collaborator (JC) kasus suap proyek PLTU Riau-1.

"Menimbang pengajuan Justice Collaborator. Majelis hakim tidak sependapat diberikan Justice Collaborator," kata Anwar, salah satu hakim perkara suap proyek PLTU Riau-1 yang menjerat terdakwa Eni Maulani Saragih, saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (1/3/2019).

Majelis hakim menolak permohonan JC, Eni Saragih, mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menyebut Eni sebagai pelaku utama kasus korupsi tersebut. Hal ini menjadi salah satu alasan hakim menolak permohonan JC, mantan wakil ketua Komisi VII DPR RI itu.

Terdakwa Eni Maulani Saragih mengajukan Justice Collaborator (JC) dalam kasus proyek suap PLTU Riau-1, kepada majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Selasa (19/2/2019).

JC diajukan setelah di persidangan beragenda pembacaan tuntutan pada pekan lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menolak permohonan dari tim penasihat hukum Eni Maulani Saragih tersebut.

"Surat permohonan. Terdakwa masih berharap mendapatkan Justice Collaborator," kata Rudi Alfonso, selaku penasihat hukum Eni Maulani saat berbicara kepada majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Selasa (19/2/2019).

Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara selama enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan penjara kepada Eni Maulani Saragih, terdakwa kasus suap PLTU Riau-1.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan