Jerat Tersangka Lain di Kasus Jual Beli Jabatan di Kemenag, KPK Tunggu Putusan Pengadilan
"Nanti kita tunggu kalau itu lebih pada perkembangan di fakta persidangan ya," kata Febri Diansyah
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK masih menunggu putusan pengadilan terhadap terdakwa Kepala Kantor Wilayah Kementerian Aga (Kakanwil Kemenag) Jawa Timur, Haris Hasanuddin, dan Kepala Kantor Kemenag Gresik, Muafaq Wirahadi, untuk mengembangkan kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kemenag.
Termasuk, menjerat pelaku lain yang terlibat dalam kasus jual beli jabatan di lingkungan Kemenag.
Baca: Kepala Kantor Kemenag Gresik Keberatan Dituntut 2 Tahun Penjara Karena Punya Tanggungan Keluarga
"Nanti kita tunggu kalau itu lebih pada perkembangan di fakta persidangan ya, karena di persidangan kan sudah sampai di tuntutan dan juga nanti kan ada tahapan pledoi dan kemudian ada putusan ya," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, kepada pewarta, Kamis (25/7/2019).
KPK yakin hakim dalam putusannya bakal mempertimbangkan semua fakta yang muncul dala persidangan.
Salah satu fakta yang muncul dalam proses persidangan, yakni mengenai keterlibatan atau peran Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, dalam memuluskan seleksi jabatan di Kemenag.
Bahkan, Lukman disebut menerima Rp 70 juta dari Haris dalam dua tahap.
"Pertimbangan Hakim juga kan kita lihat sidang itu pasti kami cermati dan salah satu tujuan untuk mencermati fakta sidang itu agar rumusan tuntutannya menjadi lebih komplit begitu dan tuntutan kemarin sudah kami bacakan bahwa nanti ada pengembangan-pengembangan atau menelisik lebih jauh peran dari pihak-pihak lain itu saya kira menunggu dulu putusan pengadilannya," Febri menjelaskan.
Fakta-fakta yang telah muncul dalam persidangan serta pertimbangan putusan Majelis Hakim terhadap Haris dan Muafaq nantinya akan dianalisis oleh Jaksa Penuntut KPK.
Dari analisis tersebut KPK akan menentukan langkah hukum selanjutnya, termasuk mengembangkan perkara ini dan menjerat pihak lain yang terlibat.
"Nanti jaksa penuntut umum akan membuat analisis terhadap putusan itu," kata Febri.
Diketahui, Jaksa KPK telah menuntut Haris untuk dihukum 3 tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Jaksa meyakini Haris memberikan uang Rp255 juta secara bertahap kepada mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuzy alias Romy, untuk mengintervensi proses seleksi Kakanwil Kemenag Jawa Timur yang dijalaninya.
Hal ini lantaran, Haris pernah mendapatkan sanksi disiplin selama 1 tahun pada 2016.
Haris mendekati Romy untuk mempengaruhi Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama yang merupakan kader PPP.
Lukman disebut jaksa pernah memerintahkan stafnya Gugus Joko Waskito untuk meminta saran Romy sebagai Ketua Umum PPP.
Jaksa juga mengungkap sejumlah fakta lainnya yang muncul selama proses persidangan sejauh ini.
Salah satunya adanya pemberian uang dari Haris kepada Menag Lukman Hakim sebesar Rp70 juta dalam dua tahap.
Uang sebesar Rp50 juta diberikan di Hotel Mercure, Surabaya pada 1 Maret 2019 yang bersumber dari sejumlah Kepala Kantor Kemenag di Jawa Timur serta Rp20 juta yang diberikan Haris kepada Heri Purwanto, ajudan Lukman di Tebu Ireng pada 9 Maret 2019.
Baca: Kata Pakar Hukum soal Penetapan Tersangka Baru di Kasus Suap Kemenag
Dalam persidangan, Lukman yang pernah dihadirkan sebagai saksi membantah menerima uang Rp50 juta di Hotel Mercure, sementara untuk uang di Tebu Ireng, Lukman mengaku mengetahui adanya pemberian uang sebesar Rp10 juta dari ajudannya beberapa hari setelah pemberian tersebut.
"Menurut penuntut umum keterangan saksi Lukman Hakim tersebut hanya merupakan tambahan sepihak karena bertentangan dengan alat-alat bukti," tegas Jaksa dalam surat tuntutan terhadap Haris Hasanuddin yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/7/2019) pekan lalu.