BPPT Akan Gunakan Hujan Buatan Mulai September, Ini Alasannya
Teknologi ini nantinya akan menghasilkan hujan buatan yang memiliki manfaat untuk meminimalisir terjadinya karhutla
Penulis:
Fitri Wulandari
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memiliki peranan penting dalam mengatasi bencana kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Seperti yang disampaikan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza kepada Tribunnews.
Teknologi ini nantinya akan menghasilkan hujan buatan yang memiliki manfaat untuk meminimalisir terjadinya karhutla, sehingga meminimalisir terjadinya gagal panen bagi lahan pertanian.
"BPPT punya Teknologi Modifikasi Cuaca, hujan buatan istilahnya, pada saat ada kekeringan maka salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan hujan buatan," ujar Hammam, saat ditemui Tribunnews di Kantor BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2019).
Dalam menerapkan TMC untuk mengatasi bencana kekeringan dan karhutla, Hammam menjelaskan bahwa saat ini bukan momentum yang tepat dalam menerapkan teknologi itu.
Hal itu karena menurut prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), saat ini terjadi missed window karena kecilnya potensi awan.
"Mestinya lebih awal kita melaksanakan, karena sekarang kondisi awannya berdasarkan ramalan BMKG itu potensi awannya kecil," jelas Hammam.
Jika tetap dilakukan penyemaian (cloud seeding) dry ice ke dalam awan, maka potensi untuk menghasilkan hujan tetap sangat kecil.
"Sehingga kalaupun dilakukan penyemaian, cloud seeding istilahnya, itu jadi kecil potensi untuk menghasilkan hujannya," kata Hammam.
Baca: Liburan ke Ambon bareng Keluarga? Ke Lima Tempat Wisata Ini, Yuk
Baca: Jokowi hingga Prabowo Subianto Akan Hadiri Kongres V PDIP di Bali, Bagaimana dengan SBY?
Mantan Deputi Bidang Teknologi Pengembangan dan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT itu kemudian memperkirakan bahwa penyemaian kemungkinan akan efektif dilakukan pada September mendatang.
Karena akan ada celah untuk bisa melakukan penyemaian dry ice ke dalam potensi awan yang besar.
"Nanti mungkin akan muncul di September lah, window yang baru ini untuk kita lakukan penyemaian," ujarnya.
Saat ini memang telah memasuki puncak musim kemarau, sehingga potensi terjadinya karhutla cukup besar.
Terhitung ada sekitar 900-an hotspot yang tersebar pada beberapa provinsi di tanah air.
Ini menjadi tugas BPPT dalam mengatasi kemunculan titik api hingga bencana yang akan ditimbulkan kedepannya.
Hammam mengatakan bahwa dirinya pun sempat menghadiri agenda Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Karhutla Tahun 2019 yang digelar Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa kemarin.
Topik tersebut juga menjadi concern Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
Dalam rakornas tersebut, pesan yang ditekankan Jokowi adalah agar pihak terkait, seperti BPPT segera mengambil langkah efektif dalam mengatasi bencana itu.
Bahkan sekecil apapun hotspot yang muncul, tetap harus dipadamkan untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
"Nah sementara itu, kita ini sekarang sudah masuk puncak musim kemarau, saya hadir di acara Rakornas kebakaran hutan dan lahan di istana, Menkopolhukam dan Pak Presiden juga menegaskan lagi 'tidak ada lagi keraguan', sekecil apapun apinya harus dipadamkan, jangan tunggu sampai besar," pungkas Hammam.
Sebelumnya, Jokowi dalam Rakornas itu mengaku malu kepada para pimpinan negara tetangga yang akan dikunjunginya.
Kedua negara yang akan segera dikunjunginya dalam waktu dekat adalah Malaysia dan Singapura.
"Saya kadang-kadang malu, minggu ini saya mau ke Malaysia dan Singapura, tapi saya tahu minggu kemarin (karhutla) sudah jadi headline, Jerebu (asap) masuk lagi ke negara tetangga kita," jelas Jokowi.
Ia pun mengultimatum kementerian dan lembaga terkait untuk segera menyelesaikan bencana tersebut.
"Saya cek jerebu ini apa? ternyata asap, hati-hati, malu kita kalau nggak bisa menyelesaikan ini," kata Jokowi.
Perlu diketahui, TMC dapat dilakukan jika masih adanya awan, awan tersebut merupakan objek untuk penyemaian garam demi memunculkan hujan buatan.
Teknologi Modifikasi Cuaca ini dianggap mampu menjadi solusi dalam mengatasi kekeringan yang sudah mulai melanda sejumlah wilayah di Indonesia.
Banyak event akbar tanah air yang turut menggunakan operasi TMC dalam memperlancar keberlangsungan acara.
Event tersebut meliputi pengamanan mengurangi curah hujan dalam Sea Games yang dihelat pada 2011 lalu, mengatasi gangguan kabut asap maupun curah hujan di area lapangan olah raga pada Pekan Olah Raga Nasional (PON) Riau tahun 2013.
Kemudian Islamic Solidarity Games yang dihelat di Sumatra Selatan tahun 2013, redistribusi curah hujan di wilayah DKI pada 2013 dan 2014, pengurangan curah hujan di area proyek Pembangunan Jalan Tol Samarinda-Balikpapan tahun 2018.
Hingga kegiatan Asian Games yang digelar di Jakarta dan Palembang pada 2018, serta acara Annual Meeting IMF-World Bank di Bali pada 2018, juga kegiatan kenegaraan lainnya seperti peringatan HUT RI di Istana Negara.