Rusuh di Papua
Massa Asal Papua Bergerak ke Kantor LBH Usai Unjuk Rasa di Depan Istana
Jajaran Polres Metro Jakarta Pusat mengarahkan peserta aksi unjuk rasa asal Papua dari Istana Negara menuju ke kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Penulis:
Glery Lazuardi
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jajaran Polres Metro Jakarta Pusat mengarahkan peserta aksi unjuk rasa asal Papua dari Istana Negara menuju ke kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta Pusat.
Sebanyak enam bus dikerahkan untuk membawa ratusan peserta aksi.
Rencananya, di LBH Jakarta mereka akan melakukan audiensi.
"Sudah kami kawal dari awal. Polisi persuasif karena mereka warga NKRI. Kami kawal ke LBH. Ada enam bus dan diikuti 50 motor," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Harry Kurniawan, di Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Baca: Modernland Realty Raih Penghargaan TOP Governance, Risk dan Compliance (GRC) 2019
Baca: Gubernur Kaltim Diminta Tak Bocorkan Lokasi Spesifik Ibu Kota Baru untuk Hindari Broker Tanah
Baca: Ayah Setubuhi 2 Anak Perempuannya Sendiri Selama 9 Tahun, Korban Tak Bisa Apa-apa Karena Diancam
Baca: Ibu Kota Baru Dikabarkan Pindah Kaltim, PPU jadi Kandidat Kuat, Bupati Mengaku Siapkan 4 Kecamatan
Dia menjelaskan perjalanan rombongan mulai dari depan Istana Negara akan melewati Jalan Medan Merdeka Selatan, Tugu Tani, Cikini, hingga Diponogoro.
Setelah menggelar aksi unjuk rasa pada Kamis ini, dia mengaku belum dapat memastikan apakah peserta aksi akan kembali menggelar aksi serupa.
"Kami tunggu saja, karena informasi hari ini saja pemberitahuannya. Kalau memang besok datang kami kawal lagi. Intinya kami fasilitasi," ujarnya.
Damai
Ratusan mahasiswa Papua Barat yang menggelar aksi di Taman Aspirasi dekat Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta membubarkan diri, Kamis (22/8/2019) sekira pukul 17.40 WIB.
Mobil komando sound system juga turut meninggalkan tempat tersebut.
Massa aksi bergerak ke arah Medan Merdeka Barat dengan kawalan polisi lalu lintas.
"Kawan-kawan setelah ini kita jaga keamanan bersama. Sekarang kita ke LBH untuk makan sama-sama. Ada yang harus kita bahas sama-sama sambil makan di LBH. Kawan-kawan yang pakai motor silakan duluan. Untuk kawan Papua sampah tolong di bersihkan. Kami korlap berharap jangan bikin gerakan di luar kordinasi kami. Besok lusa dan seterusnya akan terus unjuk rasa di tempat ini," kata orator di atas mobil komando aksi.
Baca: 10 Nasi Goreng Enak di Malang, Wajib Dicoba Pecinta Kuliner
Baca: Soal Ibu Kota Baru, Jokowi Masih Rahasiakan Letaknya Meski Sofyan Djalil Sebut di Kaltim
Baca: KPK Dorong Pemanfaatan NIK untuk Perbaikan Basis Data Pemberian Bansos
Baca: Jokowi Minta Kapolri Tindak Tegas Pelaku Rasisme Terhadap Mahasiswa Papua
Sebelumnya mereka menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kemendagri, Jalan Merdeka Utara, Jakarta sejak siang hari sekira pukul 13.00 WIB dan bergerak ke Taman Aspirasi untuk menyuarakan aspirasinya.
Dalam aspirasinya mereka menuntut referendum dan menuntut kemerdekaan bagi Papua Barat sambil membawa atribut Bintang Kejora dan atribut keaderahannya.
Mereka juga menuntut Presiden RI Joko Widodo untuk menangkap dan mengadili pelaku yang diduga memaki mahasiswa di Asrama Mahasiswa Papua, Surabaya beberapa waktu lalu.
Pihak kepolisian mengawal aksi mereka sejak siang sampai sore hari.
Aksi unjuk rasa tersebut berlangsung relatif kondusif tanpa adanya kekerasan yang terjadi.
Sebelum membubarkan diri, mereka juga menyempatkan diri untuk bergabung dengan peserta Aksi Kamisan yang rutin menggelar unjuk rasa menuntut keadilan dan pengusutan kasus pelanggaran HAM.
Dalam unjuk rasanya, para peserta Aksi Kamisan juga menyuarakan penolakan dan kecamannya terhadap aksi rasialisme dan disksriminasi terhadap masyarakat Papua.
Para peserta Aksi Kamisan juga ikut membubarkan diri satu per satu bersama dengan para Mahasiswa Papua Barat.
Hingga pukul 17.45 WIB masyarakat yang berunjuk rasa di Taman Aspirasi berangsur-angsur membubarkan diri setelah memunguti dan mengumpulkan sampah bekas aksi.
Tindak tegas
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk segera menindak tegas pelaku rasisme kepada mahasiswa asal Papua di asrama Surabaya, Jawa Timur, beberapa lalu.
"Saya juga telah memerintahkan Kapolri untuk menindak secara hukum, tindakan diskriminasi ras dan etnis yang rasis secara tegas," ujar Jokowi di Istana Bogor, Kamis (22/8/2019).
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Tito Karnavian menindak tegas aparanya yang diduga melakukan rasisme.
Baca: Haji Pasangan Suami Istri asal Madura Ditinggal di Jeddah
Baca: Samsung akan Optimalkan Kue Pasar Ponsel Black Market yang Hilang
Baca: ABG Berusia 15 Tahun asal Musirawas Jadi Korban Persetubuhan, Begini Kejadiannya
Baca: Syuting Film Rumah Kentang, Luna Maya Totalitas Syuting di Tengah Kebun
"Presiden kemarin juga sudah menyampaikan kepada Panglima TNI (dan Kapolri), kalau memang ada aparatnya yang nyata-nyata melakukan hal seperti itu (rasis), tindak, enggak ada alasan," ujar Moeldoko di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Menurutnya, permintaan Jokowi tersebut disampaikan secara langsung ke Panglima TNI tadi malam, setelah mendarat di Jakarta usai kunjungan kerja dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Presiden langsung mengumpulkan Panglima TNI, Kapolri, dan Menko Polhukam untuk membicarakan di antaranya persoalan itu (kerusuhan Papua akibat dugaan rasisme)," ucap Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu menilai gejolak di Papua dan Papua Barat memang terjadi dari dugaan rasial kelompok masyarakat dan aparat kepada mahasiswa asal Bumi Cendrawasih itu.
"Ini enggak boleh terjadi (aparat rasialis). Siapa pun enggak boleh terjadi, apalagi selaku, walaupun itu oknum ya, jelas-jelas oknum yang tidak memahami situasi lingkungan yang begitu dinamis," paparnya.
Berharap tak terulang
Tokoh agama Kabupaten Manokwari Pdt Johanes Mamoribo berharap kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat, khususnya Kabupaten Manokwari tak terulang lagi.
"Kejadian kemarin kami sangat sesalkan dan berharap ke depan tak pernah terulang lagi," kata Johanes usai bertemu Menkopolhukam, Panglima TNI, dan Kapolri, di Swiss-Belhotel, Manokwari, Kamis (22/8/2019).
Menurut Johanes, apa yang disampaikan Menkopolhukam dalam pertemuan tersebut sudah sangat jelas bagi seluruh masyarakat Papua.
Baca: Kontroversi? Deretan Pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe Soal Rusuh di Papua Tuai Tanggapan
Baca: Gaya Traveling Orang Indonesia, Kamu Masuk yang Mana Nih?
Baca: Kota Bogor Akan Gelar Deklarasi Serentak Kelurahan Bebas Narkoba
Baca: Pria 55 Tahun Asal Sumatera Utara Tega Aniaya Kekasihnya: Cemburu Sering Dikunjungi Pria Lain
"Kejadian seperti ini datangnya dari oknum. Kita berharap di sini sebagai masyarakat Papua, khususnya dari pihak Gereja, bahwa apa yang datang dari oknum harus dikaji dan dipilah dengan baik," katanya.
Ia juga meyakini, aparat kepolisian dapat menangkap dan menindak para oknum yang menjadi penyebb kerusuhan di sejumlah daerah di Papua.
"Kita percaya aparat dapat menangani oknum ini. Kunjungan Menkopolhukam bersama Kapolri dan Panglima TNI, kita percaya situasi dapat dipulihkan kembali sehingga ada kepercayaan masyarakat Papua ke pemimpin negara," harapnya.

Ia juga berpesan ke masyarakat Papua, agar tak mudah terpancing dan terprovokasi oleh oknum, yang berujung ke tindakan pengeruskan.
"Kalau memang ada aspirasi silahkan sampaikan secara bermartabat, tenang dan damai, sehingga itu juga bisa diterima pemerintah. Jangan secara anarkis dan brutal, sampaikan bermartabat, karena kita orang bermartabat," tutup Johanes. (tribun-timur.com)
Kami sayang Papua
Seorang tokoh masyarakat Manokwari meluapkan kesedihannya saat bertemu dengan Menkopolhukam, Panglima TNI, dan Kapolri, di Swiss-Belhotel Manokwari, Kamis (22/8/2019).
Tokoh masyarakat bernama George C Auparay ini awalnya diberi kesempatan untuk bertanya dan diskusi usai Menkopolhukam Wiranto berbicara.
George langsung meluapkan kesedihan dan emosinya mengingat tindakan penghinaan yang diterima warga Papua.
"Kami ini sudah sepakat bahwa kita semua satu bangsa, tapi mengapa kami diperlakukan begini. Kalau begini kami menyesal berada di negara model begini, dimana kami tak diakui sebagai bangsa, sebagai anak bangsa Indonesia," kata George.
Menurutnya, permintaan maaf tidaklah cukup untuk mengobati rasa sakit yang dirasakan masyarakat Papua.
Menurutnya harus ada tindakan nyata agar kejadian tak berulang.
Baca: Big Hit Terpaksa Ubah Nama Fans Club TXT Usai Dituduh Jiplak Julukan Penggemar Tiffany Young
Baca: Sanksi Hariono Ditambahi Komdis PSSI, Pelatih Persib: Bingungkan Sepak Bola
Baca: Jokowi: Alhamdulilah Situasi di Tanah Papua Sudah Normal
Baca: Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur, Pemerintah Perlu Waspadai Spekulan Tanah
"Kami sedih, susah menatap masa depan kami dengan perlakuan begini. Minta maaf adalah hal biasa, Natal, Idulfitri bisa kita lakukan, tapi soal penghinaan suatu suku bangsa ini sangat luar biasa, kami tidak terima," tegasnya.
"Kemarin saya sempat tulis dua gubernur menghadap presiden minta Papua keluar NKRI. Maksudnya apa, agar ini tidak terulang lagi, hari ini minta maaf, besok terulang lagi. Kalau perlu buat kepres atau UU, kalau ada yang berkata rasis ke orang Papua, kami keluar dari NKRI," kata dia dengan nada tegas.
Mendengar curahan hati George, Wiranto langsung meluruskan bahwa penghinaan yang diterima warga Papua dilakukan oknum tertentu.
Baca: Bertentangan dengan MA, Stiker Bagi Taksi Online Temui Jalan Buntu
"Kita paham emosi itu, tapi kami juga ingin meluruskan bahwa cercaan dan hinaan bukaan dari pemerintah, itu dari oknum. Tidak hanya Papua yang dihina, kami pun, bahkan presiden kita bertahun-tahun dicerca. Jaman kebebasan seeperti ini orang ngomomg senaknya, tapi sekali lagi itu oknum," tegas Wiranto.
Wiranto juga mengungkapkan, pemerintah Indonesia tak pernah menganaktirikan Papua, bahkan Papua dianggap sebagai kesayangan pemerintah.
"Kalau pemerintah, kita bersyukur bahwa ada kebijakan presiden yang ingin memacu pembangunan di Papua dan Papua Barat agar berakselerasi supaya bisa seimbang dengan provinsi lain. ABPN yang digelontorkan ke Papua itu beberapa kali lipat dibanding yang ke provinsi lain, itu betul. Pemerintah sayang ke Papua dan masyarakatanya, jika tidak, tak mungkin presiden sering kunjungan ke sini dan gelontorkan dana besar," ujarnya.
Wiranto berharap, masyarakat Papua tidak menganggap penghinaan yang dilakukan oknum, sebagai penghinaan dari suku bangsa lain di Indonesia.
"Mari kita pisahkan oknum kurang ajar itu, tentu nanti akan ada tindakan hukum, tapi jangan kemudian digeneralisir bahwa ini adalah tindakan pemerintah ke Papua. Harapannya nanti jangan ada lagi saling mencerca dan menghina," pesannya. (tribun-timur.com)