Jumat, 22 Agustus 2025

Fadli Zon Mengaku Tidak Setuju Revisi untuk Pelemahan KPK

Ia saat ini sedang fokus mengikuti Forum Parlemen Dunia bersama sejumlah delegasi parlemen dari negara lain di Bali.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
Fadli Zon 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku belum melihat draf revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) yang telah disetujui rapat paripurna menjadi inisiatif DPR.

Ia saat ini sedang fokus mengikuti Forum Parlemen Dunia bersama sejumlah delegasi parlemen dari negara lain di Bali.

"Saya juga belum liat detilnya seperti apa, bila sudah paripurna maka tentu akan dibahas sesuai mekanisme sendiri," kata Fadli di sela sela forum Parlemen Dunia di Bali, Kamis, (5/9/2019).

Baca: Dianggap Dapat Rp75 Juta per Bulan dari Raffi Ahmad, Syahnaz Justru Senyum-senyum Bilang Begini

Baca: Ponsel Gaming Nubia Red Magic 3S Resmi Unjuk Gigi

Baca: Soal Revisi UU KPK, Pengamat: Menunjukan Itikad Kurang Baik Anggota DPR

Ia mengatakan bahwa revisi merupakan hal yang lumrah untuk mengkoreksi sebuah peraturan. Hanya saja ia tidak setuju bila revisi UU KPK bertujuan untuk melemahkan lembaga anti-rasuah tersebut.

"Engga boleh ada pelemahan KPK, kita ingin tetap (KPK) eksis dan kuat, kalau ada sebuah koreksi, ini bukan sesuatu yang diharamkan,"katanya.

Gerindra menurut Fadli sejak dulu menolak adanya pelemahan KPK. Maka apabila revisi nanti mengarah pada pelemahan lembaga tersebut, maka Gerindra tidak akan menyetujuinya. Pada 2016 lalu Gerindra sendirian menolak revisi tersebut.

"Kan dulu ada wacana soal SP3, soal dewan pengawas. Ini berarti yang lama," katanya.

Menurut Fadli bila revisi menyangkut masalah pemberian kewenangan SP3 atau menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang tidak selesai, kepada KPK, maka draft revisi merupakan draf lama.

"Kan dulu ada wacana soal SP3, soal dewan pengawas. Ini berarti yang lama,"pungkasnya.

Dalam draf revisi UU KPK yang cenderung senyap ini, terdapat enam poin revisi. Pertama terkait kedudukan KPK disepakati berada pada cabang eksekutif atau pemerintahan yang dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, bersifat independen. Pegawai KPK nantinya akan berstatus aparatur sipil negara yang tunduk pada Undang-Undang ASN.

Kedua, kewenangan penyadapan oleh KPK baru dapat dilakukan setelah mendapat izin dari dewan pengawas.

Ketiga, penegasan KPK sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu sehingga diwajibkan bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya.

Keempat, tugas KPK di bidang pencegahan akan ditingkatkan, sehingga setiap instansi, kementerian dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan sesudah berakhir masa jabatan.

Kelima, pembentukan dewan pengawas KPK berjumlah lima orang yang bertugas mengawasi KPK. Keenam, kewenangan KPK untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang tidak selesai dalam jangka waktu satu tahun atau SP3.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan