KUHP Baru Berlaku 2026, Tiga Poin Utama Penjelasan Prof Pujiyono
Guru Besar UNS Prof. Pujiyono Suwandi menekankan urgensi reformasi hukum acara pidana Indonesia agar selaras dengan KUHP baru yang akan berlaku 2026.
TRIBUNNEWS.COM - Guru Besar Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Prof. Pujiyono Suwandi, menekankan urgensi reformasi hukum acara pidana Indonesia agar selaras dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku mulai 2026.
Pernyataan ini disampaikan usai seminar bertema "Menimbang Progresi dan Regresi Reformasi Hukum Acara Pidana Indonesia: Menelisik Manifestasi Due Process of Law RUU KUHAP" yang digelar Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Clinical Legal Education Fakultas Hukum UNS di Solo, Jawa Tengah, Minggu (12/10/2025).
Acara ini menjadi wadah diskusi mendalam mengenai kemajuan dan kemunduran reformasi, khususnya dalam manifestasi due process of law pada Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Prof. Pujiyono, yang juga aktif dalam pengembangan ilmu hukum pidana, memaparkan bahwa KUHP nasional tahun 2023 membawa perubahan mendasar yang menuntut penyesuaian hukum formil.
"Tahun depan itu kita akan masuk era baru yakni era KUHP yang akan berlaku kurang lebih dua setengah bulan lagi KUHP nasional yang baru KUHP tahun 2023 yang berlaku tahun depan 2026. Nah, dalam KUHP baru itu ada setidaknya tiga hal yang harus kemudian menjadi perhatian kita yang tiga hal ini menurut saya sama sekali berbeda dibanding dengan KUHP lama," ujarnya.
Ia menyoroti ketiga aspek penting, yakni tujuan pemidanaan, jenis pidana, dan sistem peradilan pidana terpadu, yang baginya memerlukan KUHAP baru yang linier untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum.
Poin pertama yang ditekankan adalah tujuan dan pedoman pemidanaan yang diatur dalam Pasal 51 hingga 56 KUHP baru, yang absen di KUHP lama.
Menurut Prof. Pujiyono, ketentuan ini menjadi panduan krusial bagi penyidik, jaksa, hingga hakim.
"Misalnya contohnya di pasal 53 ketika ada benturan antara kepastian dan keadilan maka Hakim wajib memilih keadilan Itu poin ya," katanya.
Selain itu, konsep mens rea atau niat jahat pelaku kini lebih ditekankan, sehingga "penyidik penuntut umum harus kemudian menggabungkan antara mens rea dan actus reusnya."
Ia menambahkan bahwa hal ini menuntut kesadaran baru di kalangan penegak hukum untuk menghindari penyalahgunaan wewenang.
Baca juga: Pasal-Pasal KUHP Baru Dinilai Rawan Kriminalisasi Kelompok Rentan
Aspek kedua berkaitan dengan jenis-jenis pemidanaan yang lebih beragam di KUHP baru, termasuk pidana pokok, tambahan, dan khusus untuk tindak pidana tertentu seperti korupsi.
Prof. Pujiyono menyoroti perubahan signifikan pada pidana mati, yang kini bukan lagi pidana pokok mutlak.
"Dalam KUHP baru kita orang kalau dihukum mati nanti 20 tahun berperilaku baik dia kemudian bisa dirubah menjadi seumur hidup. Sehingga pidana mati ga terlalu prioritas di KUHP baru, ini jadi perhatian," jelasnya.
Pidana pokok baru seperti pengawasan dan kerja sosial juga diperkenalkan, yang memerlukan persetujuan terdakwa.
Cerita Korban Selamat Kapal Terbakar di Samudera Hindia, Sebut Terjadi 2 Kali Ledakan |
![]() |
---|
Patrick Kluivert Lebih Pilih Arab Saudi yang Lolos Langsung ke Piala Dunia 2026 Ketimbang Irak |
![]() |
---|
Ramalan Zodiak Senin, 13 Oktober 2025: Leo Punya Banyak Waktu, Capricorn Lakukan Perjalanan Jauh |
![]() |
---|
Prihatin Nikita Mirzani Dituntut 11 Tahun Penjara, Lina Mukherjee Ungkap Pengalaman Pahit Serupa |
![]() |
---|
Anaknya Ditemukan Tewas saat Hamil Muda di Kamar Hotel Palembang, Ayah Korban Ungkap Fakta |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.