Jumat, 5 September 2025

Seleksi Pimpinan KPK

Calon Pimpinan KPK Dari Kejaksaan Bela Korps Adhyaksa Terkait Banyaknya Oknum Jaksa Terjaring OTT

Calon Pimpinan KPK dari unsur Jaksa Johanis Tanak membela lembaganya terkait banyaknya jaksa yang terjaring operasi tangkap tangan KPK.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews/Irwan Rismawan
Calon pimpinan KPK, Johanis Tanak menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2019). Uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK berlangsung selama dua hari yaitu pada 11-12 September 2019. Tribunnews/Irwan Rismawan 

Ia setuju pembentukan dewan pengawas, karena sistem pengawasan internal tidak cukup efektif.

Johanis mencontohkan di Kejaksaan Agung ada Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) yang melakukan pengawasan terhadap pegawai Kejaksaan terkait pelanggaran disiplin.

Pengawasan tersebut tidak cukup karena bisa saja tidak objektif dalam melakukan pemeriksaan.

"Hal ini sudah dilakukan Kejaksaan, ada yang indisipliner mengarah pada tindak pidana, dihukum, termasuk tindak pidana korupsi," katanya.

Baca: Anggota Polsek Raya Polres Simalungun Kritis Usai Dikeroyok Sejumlah Pemuda

Selain dewan pengawasan, Johanis juga setuju dengan pemberian kewenangan menghentikan penyidikan kepada KPK (SP3). 

Menurutnya SP3 memberikan ruang untuk memperbaiki kesalahan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

Manusia menurutnya tidak luput dari kesalahan.

"SP3 kalau ada kekeliruan ditetapkannya seorang menjadi tersangka berlarut-larut dan tidak bisa dibuktikan maka perlu SP3," katanya.

Masukan Alexander Marwata

 Isu dugaan pelanggaran kode etik berat yang pernah dilakukan mantan Deputi Penindakan KPK, Irjen Pol Firli Bahuri mendominasi uji kalayakan yang dijalani calon petahana pimpinan KPK 2019-2023, Alexander Marwata di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2019).

Firli yang juga menjadi kandidat calon pimpinan KPK diduga melakukan pelanggaran kode etik berat saat bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi yang pernah menjadi saksi kasus suap PT Newmont Nusa Tenggara.

Belajar dari kasus tersebut Marwata mengajukan usulan agar Pasal 36 poin (a) UU KPK agar direvisi.

Poin tersebut berbunyi melarang pimpinan KPK mengadakan hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun.

Marwata memberi masukan agar pelanggaran yang masuk dalam kategori tersebut harus diberi kriteria telah terjadi kesepakatan terlebih dahulu.

“Ini sekalian saya beri masukan Revisi UU KPK terutama pada pasal 36 poin (a) tersebut. Kalau ketemunya tidak direncanakan bagaimana, harusnya bisa dikenakan pasal itu bila ada kesepakatan terlebih dahulu. Kalau ketentuannya seperti itu bisa-bisa lima pimpinan KPK kena semua,” ungkapnya.

Baca: Hadiri Prosesi Pemakaman, WNA Australia: Sosok Habibie Mendunia

Marwata pun mengusulkan agar pada poin itu ditegaskan ketentuan tersebut berlaku bila pertemuan yang melibatkan pimpinan KPK dan tokoh yang pernah terkait kasus tindak pidana korupsi bisa berdampak pada terhambatnya proses penanganan perkara.

Halaman
123
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan