Kasus BLBI
KPK Harus Tindak Lanjuti Pertemuan Hakim Syamsul Dengan Pengacara Syafruddin Arsyad
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, perlu dilihat dan dikuak janji apa yang diberikan atau dijanjikan Ahmad Yani kepada Syamsul.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) memandang sanksi yang telah dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) kepada Hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi Syamsul Rakan Chaniago pada dasarnya mempunyai beberapa implikasi.
Pertama, KPK harus menyelidiki lebih lanjut pertemuan antara kuasa hukum mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung, Ahmad Yani, dengan Syamsul Rakan Chaniago.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, perlu dilihat dan dikuak janji apa yang diberikan atau dijanjikan Ahmad Yani kepada Syamsul.
"Tentu pertanyaan ini harus dikonfirmasi lebih lanjut oleh KPK. Bukan tidak mungkin kedua pihak tersebut dapat dikenakan Pasal 6 jo Pasal 12 UU No 31 Tahun 1999," ujar Kurnia kepada wartawan, Senin (30/9/2019).
Baca: Massa Ricuh di Depan Gedung BPK RI, Polisi Sampai Tembakkan Gas Air Mata
ICW meminta KPK segera mengajukan upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK).
Sebab putusan MA yang menghukum etik Syamsul Rakan Chaniago menimbulkan kecurigaan di tengah publik putusan diambil dengan tidak mengedepankan nilai objektivitas.
"Selain itu PK kali ini penting dilakukan demi menciptakan kepastian hukum atas putusan kasasi sebelumnya," ujar Kurnia.
Ketiga, organisasi advokat harus memeriksa Ahmad Yani karena diduga mengadakan hubungan langsung dengan hakim yang sedang menangani perkara.
Baca: 5 Fakta Rumah Umat Tombo Ati Opick Terbakar, Mulai dari Rambut Nabi hingga Penyebab Kebakaran
Hal itu diatur dalam pasal Pasal 7 huruf d Kode Etik Advokat.
Bahwasanya dalam perkara pidana yang sedang berjalan, advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.
"Dalam konteks sanksi yang dijatuhkan kepada Syamsul Rakan Chaniago sudah barang tentu KPK tidak diinformasikan terkait pertemuan ini. Harusnya Yani bisa dijatuhkan saksi pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi," ujar Kurnia.
Kurnia menambahkan, hal itu tertuang dalam dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d Kode Etik Advokat.
Baca: Marak Demonstrasi, Faisal Basri Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Mentok 5,1 Persen
Sebelumnya diberitakan, Syamsul yang merupakan salah satu majelis hakim kasasi kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumengung telah melakukan pertemuan dengan pengacara Syafruddin, Ahmad Yani.
"Sudah diputuskan oleh tim pemeriksa MA dengan putusan bahwa saudara Syamsul Rakan Chaniago dipersalahkan," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada wartawan, Minggu (29/9/2019).
Pertemuan dilakukan pada Jumat, 28 Juni 2019, sekira pukul 17.38 WIB sampai dengan pukul 18.30 WIB di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat.
"Yang bersangkutan juga mengadakan kontak hubungan dan pertemuan dengan saudara Ahmad Yani, salah seorang penasihat hukum terdakwa SAT. Padahal saat itu yang bersangkutan duduk sebagai hakim anggota, pada majelis hakim terdakwa SAT," kata Andi.
Selain itu, Syamsul juga melakukan pelanggaran dengan masih membuka kantor hukum yang didalamnya tercantum nama Syamsul.
"Di kantor law firm masih tercantum atas namanya, walau yang bersangkutan sudah menjabat sebagai hakim ad hoc Tipikor pada MA," ujar Andi.
Atas perbuatannya itu Syamsul dihukum selama 6 bulan tidak menangani perkara.
Perbuatan Syamsul dianggap telah melanggar Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial, Pasal 21 huruf b. Pasal itu tentang sanksi sedang berupa non palu paling lama 6 bulan
“Sebagai terlapor dikenakan sanksi sedang berupa, hakim non-palu selama 6 bulan, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf b Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY No. 02/PB/MA/IX/2012 - 02 /BP/P-KY/09/2012," kata Andi.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Antikorupsi melaporkan dua hakim anggota majelis hakim kasasi terdakwa Syafruddin. Keduanya yaitu Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Askin.
Mereka dilaporkan atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Mereka menganggap keduanya diduga melanggar KEPPH poin 2 tentang kejujuran, poin 8 tentang disiplin tinggi, dan poin 10 tentang profesionalitas. Namun sejauh ini, hasil sidang itu memutuskan Syamsul melanggar aturan.
Koalisi melaporkan keduanya karena keputusannya dalam kasasi Syafruddin dianggap janggal.
Vonis itu diketuk oleh Ketua Majelis Hakim Salman Luthan dengan 2 anggota majelis, Syamsul Askin. Dalam vonis tersebut terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion). Artinya, putusan untuk membebaskan Syafruddin itu tidak bulat.
Hakim anggota I, Syamsul berpendapat perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan hukum perdata. Sedangkan anggota 2, Prof Mohamad Askin, berpendapat perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan hukum adminsitrasi. Sedangkan Hakim Salman menganggap perbuatan Syafruddin terbukti korupsi.