Ajukan Praperadilan, Imam Nahrawi Merasa Dirugikan
Imam Nahrawi mengajukan praperadilan mengenai statusnya sebagai tersangka dalam dugaan menerima uang suap
Editor:
Johnson Simanjuntak
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengajukan praperadilan mengenai statusnya sebagai tersangka dalam dugaan menerima uang suap pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018.
Sidang praperadilan dilakukan di pengadilan negeri Jakarta Selatan pada Senin (4/11/2019). Namun, sidang tersebut tidak dihadiri langsung oleh Imam Nahrawi selaku pemohon.
Kuasa Hukum Imam Nahrawi, Saleh menyebut, pengajuan praperadilan tersebut menyusul adanya prosedur penetapan tersangka yang diabaikan oleh lembaga anti rasuah. Salah satunya, kliennya ditetapkan tersangka sebelum diperiksa sebagai calon tersangka.
"Pak Imam Nahrawi belum diperiksa sebagai calon tersangka sebagaimana amanah dari putusan MK nomor 21 tahun 2014," kata Saleh.
Baca: Perjalanan Kasus Mantan Dirut PLN Sofyan Basir Hingga Divonis Bebas
Dalam pokok perkaranya, ia juga mempersoalkan tidak adanya pemeriksaan saksi-saksi sebelum dikeluarkannya sprindik penetapan tersangka. Dia bilang, hal tersebut melanggar prosedur penetapan tersangka.
"Sebelum dikeluarkan sprindik tanggal 28 Agustus itu kemudian kami menemukan bukti-bukti bahwa ternyata pemeriksaan saksi-saksi itu dilakukan setelah 28 Agustus 2019," ungkapnya.
Selanjutnya, ia juga mempersoalkan prosedur penahanan dari KPK. Dia mengklaim, prosedur yang dilakukan lembaga antirasuah juga tidak benar.
"Kita persoalkan karena yang melakukan penahanan di tanggal 27 September adalah Agus Rahardjo selaku penyidik. Sementara kita tahu bahwa pak Agus Rahardjo, ini Pak Agus sendiri loh yang ngomong di media yang menyerahkan mandat kepada presiden di tanggal 13 September 2019," tuturnya.
"Selain itu Saut Situmorang juga sudah menyatakan mengundurkan diri. Oleh karena itu ini kolektif kolegial nya kita kemudian dijadikan materi pra pradilan," sambungnya.
Hal lainnya, ia mempersoalkan tumpang tindih dan miskoordinasi atas KPK dan Kejaksaan Agung untuk memproses kasus yang menjerat Imam Nahrawi.
"Proses penyidikan terkait dengan proses yang hari ini dilakukan oleh KPK juga dilakukan oleh kejaksaan agung. Kami punya panggilan panggilan nya sampai sekarang masih berjalan," ungkapnya.
"Nah tumpang tindihnya ini yang tidak boleh dilakukan dalam undang-undang. Harus ada koordinasi yang jelas sehingga kemudian pak Imam Nahrawi tidak dirugikan oleh penegakan hukum yang dilakukan oleh dua lembaga," tutupnya.
Baca: Revisi UU KPK Sudah Berlaku, Bagaimana Kabar Dewan Pengawas?
Dalam permohonan pra peradilan ini, kuasa hukum akan memboyong beberapa bukti dan dua ahli yang akan dihadirkan dalam persidangan. Adapun sidang lanjutan akan mendengarkan jawaban dari pihak KPK pada Selasa (4/11/2019) besok pagi.
Sebagaimana diketahui, KPK pada Rabu (18/9/2019) lalu, telah mengumumkan Imam dan asisten pribadinya Miftahul Ulum sebagai tersangka. Imam diduga menerima uang dengan total Rp 26,5 miliar.
Uang tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait.