Pengamat Nilai Partai Gelora Sulit Ikuti Jejak Sukses Demokrat dan NasDem, Ini Alasannya
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio ragu Partai Gelora mampu mengukir kesuksesan dalam dunia politik nasional.
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio ragu Partai Gelora mampu mengukir kesuksesan dalam dunia politik nasional.
Jejak sukses yang pernah ditorehkan Partai Demokrat dan Partai NasDem saat menjadi partai pendatang baru, dinilai akan sulit diikuti Partai Gelora.
Baca: Tepat di Hari Pahlawan, Susunan Pengurus Partai Gelora Terbentuk, Anis Matta Jadi Ketua Umum
Apalagi melihat tokoh-tokoh yang kini bernaung di Partai Gelora, tidak ada yang sekaliber Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pertama kali mengikuti pemilihan umum pada tahun 2004, Partai Demokrat meraih suara sebanyak 7,45 persen (8.455.225) dari total suara dan mendapatkan 57 kursi di DPR.
Baca: Fahri Hamzah Dirikan Partai Gelora, Begini Tanggapan Petinggi Nasdem
Selain itu, dia menjelaskan, Partai Gelora tidak seperti NasDem yang memiliki media massa.
Kekuatan media massa ini mampu berperan membuat NasDem pada pemilu 2014 meraih suara sebanyak 6,72 persen atau 8.402.812.
"Gelora, secara ketokohan, belum memiliki tokoh sekaliber SBY. Mereka juga tidak memiliki media massa," ujar pendiri lembaga analisis politik KedaiKOPI ini kepada Tribunnews.com, Minggu (10/11/2019).
Baca: AHY Berpenampilan Baru, Kini Pelihara Kumis dan Jenggot, Intip Foto-foto Sulung SBY di Sini
Karena itu ia menilai sudah bagus, jika prestasi Gelora sama dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di pemilu 2019 lalu.
"Kalau Gelora ini berprestasi sama saja seperti PSI, itu sudah sangat baik," kata Hendri Satrio.
Dia juga tidak yakin, Gelora akan menjadi ancaman bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Meskipun para pentolan Partai Gelora adalah mantan kader PKS.
"Apalagi PKS, kemarin di Pemilu 2019 lalu, suaranya naik. Saat itu kan para pentolan Partai Gelora ramai-ramai keluar dari PKS," kata Hendri Satrio.
Susunan pengurus Partai Gelora
artai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia telah mengukuhkan sususan pengurus nasionalnya.
Nama seperti Anis Matta, Fahri Hamzah, dan Mahfudz Sidik bertengger di jajaran elite partai.
Kepengurusan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) dan Ketua Bidang Pengembangan Wilayah Partai Gelora terbentuk bertepatan dengan Hari Pahlawan yang jatuh pada hari ini, Rabu (10/11/2019).
Baca: Pilih Partai Gelora Dibandingkan Partai Besar, ini Alasan Deddy Mizwar
Baca: ‘Jenderal Naga Bonar’ Deklarator Partai Gelora: Panjang Diskusinya
Salah satu inisiator Partai Gelora Fahri Hamzah berharap, Januari 2020 seluruh dokumen dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengesahkan syarat administrasi partai.
"Kami berharap Januari seluruh dokumen dari Kementerian Hukum dan HAM yang menyatakan bahwa Partai Gelombang Rakyat Indonesia atau Gelora Indonesia ini sudah sah menjadi peserta pemilu," ucap Fahri di acara syukuran Partai Gelora Indonesia, Kemang, Jakarta Selatan, Minggu (10/11/2019).
Berikut susunan kepengurusan Partai Gelora Indonesia:
DPN (Dewan Pimpinan Nasional):
Ketum: M Anis Matta
Waketum: Fahri Hamzah
Sekjen: Mahfudz Sidik
Bendum: Ahmad Riyaldi
Ketua Bidang Pengembangan Wilayah:
1. Sumatera (M Syahfan)
2. Jabar, DKI, Banten (Ahmad Zairofi)
3. Jateng, DIY, Jatim (Ahmad Zainudin)
4. Kalimantan, Bali Nusra (Rofi Munawar)
5. Sulawesi Indonesia Timur (A Faradise)
Banyak Kader PKS Pindah ke Partai Gelora
Inisiator Partai Gelora Fahri Hamzah mengakui, banyak kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pindah ke Partai Gelora.
"Banyak (kader PKS), apa boleh buat kan," kata Fahri saat ditemui di Hotel Park Regis Arion, Jakarta Selatan, Sabtu (9/11/2019).
Fahri mengatakan, para kader tersebut pindah ke Partai Gelora karena merasa tidak ada perubahan di partai yang dipimpin oleh Sohibul Iman itu.
"Pokoknya gini lah teman-teman yang memahami bahwa di tempat yang lama itu mereka mengalami stagnasi ya, karena kebuntuan pikiran," ujarnya.
Fahri pun heran dengan PKS yang memecat kader tanpa alasan, hingga polemik itu berujung pada proses di pengadilan.
"Kita coba kita pakai akal sedikit aja. Kok ada partai yang membiarkan dirinya memecat orang tanpa alasan. Lalu dia dihukum di pengadilan trus dia diam aja," ucapnya.
Fahri mengatakan, sejumlah kader yang mempertanyakan kasus tersebut kepada petinggi PKS tidak diperbolehkan.
Bahkan, untuk berkomunikasi dengan dirinya dan Anis Matta pun dilarang oleh PKS.
"Kan aneh kan kok bisa gitu? Nah, sekarang kader-kadernya yang nanya kan dimarahin. ketemu saya dimarahin, ketemu Pak Anis dimarahin, nanya nggak boleh, dimarahin juga," pungkasnya.