Bertemu Mendagri, Mantan Presiden Swiss Minta Masukan Pengendalian Narkoba
Pertemuan selama lebih dari 1 jam tersebut ditutup dengan pemberian cindera mata oleh Mendagri Tito kepada Ruth Dreifuss.
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Ruth Dreifuss, mantan Presiden Swiss (1999), yang saat ini mejabat sebagai Ketua GCDP (Global Commission on Drugs Policy/ Komisi Global untuk Kebijakan Pengendalian Penyalahgunaan Narkoba) bertemu Menteri Dalam Negeri Mendagri Tito Karnavian di kantor Kemendagri, Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Dalam pertemuan iti, Ruth meminta masukan berkaitan dengan penyusunana kebijakan di tingkat global guna pengendalian penyalah-gunaan obat terlarang sebagai bagian integral pencapaian target SGDs (Sustainable Developments Goals).
Ruth menyampaikan, Komisi Global yang dipimpinnya itu saat ini sedang menyusun kebijakan global untuk pengendalian Narkoba.
Ia menyoroti tentang sisi negatif sistem hukum yang sangat represif terhadap penyelagunaan Narkoba di beberpa negara, seperti Filipina yang tanpa memandang bulu perbedaan penegakan hukum antara korban dan pengedar.
"Penjara di Filippina sesak membludak oleh para pemakai, namun anehnya narkoba tetap beredar dengan jumlah yang fantastis di jalan-jalan dan lorong-lorong kota Manila, tempat kaum miskin tinggal," ungkap Ruth.
Baca: Penggerebekan Mobil Boks Bawa 288 Kg Sabu: Senilai Rp 864 M, Cap 555, 3 Kurir Asal Iran Tewas
Baca: Polisi Terlibat Baku Tembak dengan Kurir Narkoba di Serpong, Berikut Kronologi Kejadiannya
Baca: Sekjen Perindo: Kalau Bisa Parliamentary Threshold Tetap 4 Persen
Selain itu Delegasi Komisi Global ini, juga mengangkat isu HAM dalam sistem penegakan hukum pidana narkoba.
Khususnya itu bagi pemakai ukuran kecil termasuk kaum perempuan yang terjerat sebagai kurir narkoba antarnegara yang terjebak ke dalam sindikasi pengedar narkoba akibat tekanan kesulitan ekonomi seperti lazim ditemukan di Equador, Amerika Latin.
Mendagri Tito mengatakan, Indonesia saat ini memiliki visi-misi pembangunan SDM unggul.
“Penurunan prevalensi risiko terpapar oleh narkoba dan obat-obat terlarang khususnya di kalangan generasi muda menjadi pusat perhatian Indonesia dan menjadi fokus utama visi pembanunan kami”, ujar Tito.
Mendagri Tito sepakat dengan Ruth, sistem hukum yang represif, yang hanya berorientasi pada pemenjaraan pengguna narkoba tanpa memandang peran dan volume penggunaan, memang, tidak memiliki korelasi positif terhadap penurunan volume dan cakupan peredaran narkoba.
Mendagri Tito mengusulkan agar Komisi Global melakukan survei global di berbagai negara atas hipotesis nya itu guna menjadi bahan untuk advokasi reformasi hukum khususnya menyangkut pidana narkoba.
Tito juga menerangkan kepada delegasi Komisi Global adanya perbedaan menyolok atas sistem hukum di berbagai negara.
Di antaranya Singapura, yang super ketat dan bahkan menyamakan pidana narkoba dengan pidana terorisme. Kemudian Filipina yang berfokus pada “punishment” yang eksesif.
Juga Indonesia yang juga ketat, bahkan mengadopsi sistem “death penalty” kepada pengedar besar seperti dalam kasus Bali Nine.