Pemulangan WNI Eks ISIS
Menag Fachrul Dilarang Bicara Lagi soal WNI Eks ISIS: Nanti Biar Menko Polhukam yang Jelaskan
Menag Fachrul Razi tidak mau lagi membahas soal wacana pemerintah memulangkan Warga Negara Indonesia (WNI) mantan anggota ISIS.
Penulis:
Indah Aprilin Cahyani
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi tidak mau lagi membahas soal wacana pemerintah memulangkan Warga Negara Indonesia (WNI) mantan anggota Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Fachrul menyerahkan rencana pemulangan WNI eks ISIS kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah kanal YouTube KompasTV, Selasa (11/2/2020).
"Itu nanti biar dijelaskan Menko Polhukam ya, karena beliau yang mengoordinir," ujar Fachrul seusai menggelar rapat dengan Komite III DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2020).
Ia menyebut tak bisa lagi sampaikan pernyataan soal wacana pemulangan mantan anggota ISIS.
Menurutnya, Mahfud telah menggelar rapat terbatas (ratas) untuk membahas wacana pemulangan WNI eks ISIS tersebut.
"Nanti kalo beliau (Mahfud MD) minta (saran), saya kasih masukan," tutur Fachrul.
"Enggak boleh lagi saya ngomong di sini karena kan sudah ada rapat Menko Polhukam," imbuhnya.
Kendati demikian, Fachrul mengaku tidak dilarang bicara oleh Mahfud.
Hanya saja dia enggan karena Mahfud sudah ditunjuk sebagai koordinator untuk masalah pemulangan WNI eks ISIS.
"Enggak, bukan dilarang. Karena kan kalau sudah ditunjuk koordinir, kami yang ngomong enggak baik. Ngomongnya kepada yang koordinasi dong," kata Fachrul.
3 Resiko Jika Pemerintah Pulangkan 660 WNI Eks ISIS
Pengamat Terorisme, Ridlwan Habib memaparkan ada tiga resiko yang harus siap dihadapi pemerintah jika memulangkan mantan anggota ISIS.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah kanal YouTube KompasTV, Jumat (7/2/2020).
Ridlwan Habib menyampaikan resiko pertama yakni ancaman keamanan.
"Saya bilang ancaman keamanan karena otoritas Kurdi yang sekarang menahan sekitar 400 tahanan lelaki dewasa dan 7000 sekian pengungsi wanita dan anak-anak."
"Itu mereka sudah tidak punya dana lagi. Mereka kehabisan dana," ujar Ridlwan.
"Mereka sangat mengandalkan bantuan dari pemerintah Ameriksa Serikat," sambungnya.
Ia menyebut Presiden Amerika Serikat, Donald Trump sudah menyatakan semua negara yang ada tahanan dan pengungsi ISIS harus membawa pulang ke negara masing-masing
"Itu diberi deadline Maret 2020 termasuk orang Indonesia."
"Kalau kemudian itu tidak diambil, makan otoritas Kurdi mungkin saja membubarkan penjara karena tak ada dana," paparnya.
"Kalau itu dibubarkan, mantan anggota ISIS ini akan menjadi orang-orang liar akan membahayakan keamanan," imbuh Ridlwan.
Lebih lanjut, Ridlwan mengatakan, eks ISIS tersebut bisa membahayakan ketika mereka balik sendiri ke Indonesia tanpa adanya pengawasan.

Sementara itu, ia menyampaikan resiko kedua yakni hak asasi dan manusia (HAM).
"Kita pasti akan disorot terutama terkait dengan pengungsi anak-anak dibawah 10 tahun dan wanita-wanita lemah."
"Ada yang beberapa dari mereka diajak oleh ayah atau suaminya," kata Ridlwan.
Ridwan kembali menegaskan nantinya Indonesia akan disorot terkait HAM.
Selain itu, Ridwan menyampaikan resiko tiga yakni resiko politik.
"Kalau kita baca di media hari ini, partai-partai oposisi misalnya PKS sudah menyatakan WNI di Wuhan saja diambil kenapa yang di Suriah dibiarkan," terang Ridlwan Habib.
Menurutnya, tekanan politik ini konteksnya sangat berbeda.
"Tapi saya ingin sampaikan, PKS menggunakan momentum ini untuk berdiskusi secara politis kepada pemerintah," ujarnya.
Ia mengatakan resiko politik ini yang akan dihadapi Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Ridlwan menyebut kalau pemerintah Indonesia siap dengan tiga resiko itu kemungkinan memilih opsi membiarkan WNI eks ISIS bisa saja diambil.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)