Prabowo jadi Menteri Berkinerja Terbaik, Kini Elektabilitas Menhan Paling Tinggi untuk Pilpres 2024
Survei Indo Barometer: Prabowo Subianto memiliki elektabilitas paling tinggi untuk Pilpres 2019. Sebelumnya, ia jadi menteri berkinerja terbaik.
Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, hal ini wajar karena Prabowo adalah mantan calon presiden.
Masih kata Qodari, keputusan Prabowo bergabung ke pemerintahan Jokowi dan menjadi menteri dinilai tepat sebab ini membuat panggung politiknya terus bertahan.
Namun, Qodari mengingatkan, walau jadi menteri terpopuler dan berkinerja terbaik, hal itu belum menjamin Prabowo tidak terkena reshuffle.
"Bisa kita katakan keputusan Pak Prabowo untuk masuk kabinet adalah keputusan yang tepat, panggung politiknya bertahan sampai 2024," kata Qodari saat konferensi pers di Century Park Hotel, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2020).
"Cuma saya juga ada kekhawatiran, karena melihat data 5 tahun yang lalu, dua nama paling atas, Anies Baswedan kena reshuffle, dan Susi Pudjiastuti ngga lanjut jadi menteri."
"Jadi waspadalah, waspadalah, Anda belum aman," sambung dia, dikutip dari Kompas.com.
Kinerja bagus yang dilakukan Prabowo selama jadi menteri juga direspons koleganya di kabinet, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Sebagai 'ketua kelas' di bidang Polhukam, Mahfud MD menilai Prabowo merupakan satu seorang menteri yang berkinerja bagus.
"Prabowo memang bagus. Tapi kita tak sebut siapa yang paling, siapa yang tidak paling, ya gitu."
"Kalau nulis paling kan survei, ya silakan saja," ujar Mahfud setelah usai menghadiri forum diskusi di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Elektabilitas Paling Tinggi

Sementara itu, dalam survei lain terkait elektabilitas untuk Pilpres 2024, Prabowo juga menjadi paling tinggi.
Dari survei Indo Barometer, Prabowo Subianto mendapat 22,5 persen.
Dalam survei tersebut, ada 22 nama selain Prabowo yang disimulasikan dalam survei sebagai capres.
Qodari menyatakan, hasil itu diperoleh bila Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu belum berubah, sehingga Jokowi tak bisa mencalonkan kembali.