Rabu, 20 Agustus 2025

SMRC Soroti Kemunculan Kelompok Mengatasnamakan Kebebasan Tapi Berangus Kebebasan

Dia mengungkap korban yang diberangus kebebasannya adalah kelompok minoritas seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)

Tribunnews.com/Vincentius Jyestha
Tangkapan layar diskusi '22 Tahun Reformasi : Kebebasan dalam Masyarakat yang Makin Relijius' secara daring, Rabu (13/5/2020) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) mengadakan diskusi '22 Tahun Reformasi : Kebebasan dalam Masyarakat yang Makin Relijius' secara daring, Rabu (13/5/2020). 

Dalam kesempatan itu, peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menyoroti munculnya kelompok yang mengatasnamakan kebebasan, namun kemudian memberangus kebebasan itu sendiri. 

Baca: Rancangan Perpres Soal Pelibatan TNI Atasi Terorisme Dinilai Rawan Tumpang Tindih Kewenangan

"Saya kira untuk merespon gejala yang saat ini paling besar dalam kebebasan beragama adalah kemunculan kelompok demokratis tapi juga pluralis. Jadi atas nama kebebasan kemudian memberangus kebebasan," ujar Saidiman, dalam diskusi secara daring, Rabu (13/5/2020). 

Dia mengungkap korban yang diberangus kebebasannya adalah kelompok minoritas seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Menurutnya, kelompok tersebut dibubarkan dengan cara itu oleh pemerintah. 

Saidiman pun menilai kejadian tersebut merupakan ancaman yang sangat serius.

Pasalnya, dampak dari hal itu bukannya mengurangi diskriminasi di Indonesia, namun justru menambah intoleransi baru. 

"Selain itu, kelompok-kelompok Ahmadiyah tetap ditutup kok masjidnya, mereka tetap mengungsi, kelompok Syiah tetap masih di pengungsian. Jadi upaya pemerintah mengatasnamakan kebebasan dengan melarang kelompok lain itu justru tidak mengurangi diskriminasi. Dan saya kira ini bermasalah jika diteruskan," katanya. 

Lebih lanjut, Saidiman mengatakan yang seharusnya ditegakkan adalah kebebasan orang.

Cara pemerintah menghukum orang karena dianggap suatu saat akan melakukan kerusakan adalah salah. 

Padahal, dari survei SMRC diketahui 82 persen masyarakat Indonesia percaya dengan sistem demokrasi dan kebebasan.

Seharusnya hal tersebut menjadi modal pemerintah, karena adanya dukungan dari publik. 

Baca: DPR Sebut Jokowi Abaikan Putusan Mahkamah Agung Soal Iuran BPJS Kesehatan

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan