Minggu, 14 September 2025

Virus Corona

Faisal Basri Tanggapi soal Pro-Kontra Relaksasi PSBB: Hanya Menjabarkan Keinginan Presiden

Ekonom Faisal Basri menanggapi maksud pesan yang diberikan para menteri berkaitan dengan relaksasi PSBB.

Penulis: Ika Nur Cahyani
YouTube / Najwa Shihab
Mengenai pro-kontra relaksasi PSBB di tengah pandemi, Faisal Basri memberikan tanggapannya. Menurut Faisal, pesan silang antar menteri hanya karena ingin menjabarkan keinginan presiden. 

TRIBUNNEWS.COM - Ekonom Faisal Basri menanggapi maksud pesan yang diberikan para menteri berkaitan dengan relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Pada Mata Najwa bertajuk Hati-Hati Relaksasi yang tayang Rabu (13/5/2020), Najwa Shihab bertanya pada Faisal tentang berbagai pesan pemerintah yang terkadang bertolak belakang.

Menurut Faisal, para menteri ini bermaksud menjabarkan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca: Ekonom, Faisal Basri Menilai Ekonomi Memburuk Bila Corona Tak Tertangani dengan Baik

Baca: Ekonom Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI Capai Titik Terendah di Triwulan II

Dimana pandemi Covid-19 di Indonesia diprediksikan mengalami puncak pada Mei.

"Kelihatannya ini mencoba untuk menjabarkan keinginan Presiden ya," ujar Faisal.

"Presiden inginkan puncaknya Mei, Juni itu sudah menurun, Juni sudah seperti biasa."

"Jadi kira-kira tadi kalau saya melihat jadwalnya kok merespons apa keinginan presiden. Jadi bukan dilandasi scientific evindence, bukan dilandasi oleh data gitu," tambahnya.

Kendati demikian, Faisal menyadari semua orang menginginkan pandemi ini segera berakhir.

Tetapi, dia menilai pesan-pesan pemerintah itu bagian dari keinginan subjektif.

Untuk menciptakan keinginan agar pandemi segera berakhir, tentu ada syarat yang harus dipenuhi dalam praktiknya.

Lantas Faisal menyoroti kenaikan kasus infeksi harian pada Rabu (13/5/2020) lalu, dalam satu hari ada 689 kasus positif baru.

Angka ini jadi lonjakan tertinggi selama dua bulan lebih Indonesia dikepung pandemi.

"Hari ini 689 kasus baru, kalau kita lihat dari perilaku statistik, itu statistik harian Indonesia, daily cases-nya itu naik turun nggak karu-karuan."

"Kadang-kadang naik kenceng, besok turun. Itu fungsi dari apa sih, fungsi dari tes," papar Faisal.

Menurutnya, ini buah dari seberapa banyak tes yang dilakukan.

"Semakin banyak tes semakin banyak kasus baru ditemukan. Kalau tidak ada tes, hari ini misalnya tes-nya agak turun ya kasusnya turun," imbuh dia.

Melihat fakta ini, Faisal mengimbau agar keprihatinan dalam menangani pandemi ini lebih ditingkatkan.

"Jadi tolong menurut saya sense of crisis-nya itu betul-betul ditunjukkan gitu ya, yang kita lawan adalah virus yang tidak kelihatan dan caranya dengan tes bukan dengan macam-macam gitu," ujarnya.

Masih menyoroti angka tes di Indonesia, Faisal menjabarkan Indonesia baru menjalankan 600 tes per 1 juta penduduk.

Pemerintah beralasan alat tes terbatas dan semua negara di dunia membutuhkannya.

Tapi Faisal menyangsikan hal tersebut, menurutnya banyak negara yang lebih kekurangan dari Indonesia tapi bisa mengadakan tes lebih banyak.

"Kok Bangladesh bisa 800? Kok negara-negara lain yang lebih miskin dari kita bisa banyak? Karena apa?" tanya ekonom ini.

"Kalau menurut saya ini, 'kan ini menghadapi perang tapi panglima perangnya nggak jelas siapa."

"Tadi Mbak Najwa tunjukkan semua menteri, menteri senior ya bicara selera masing-masing lah."

"Menurut saya udah untuk Covid-19 ini serahkan panglima perang atau juru bicara panglima perang, tapi justru panglima perangnya tidak jelas," paparnya.

Faisal juga menyayangkan pemerintah yang tidak melibatkan pakar dalam membahas epidemi global ini.

"Misalnya sidang kabinet itu yang presentasi bukan ahli epidemiologi, Menko yang melakukan kajian misalnya dampak cuaca lah, panas udara mengurangi Covid, nggak jelas."

"Saya ada bahan presentasi di Istana itu," jelasnya.

Baca: Fraksi PDIP: Pemprov DKI Tidak Maksimal Tindak Tegas Pelanggaran PSBB

Baca: Update PSBB di Surabaya Raya, Polisi Temukan MIras dalam Travel Hingga Sembako Gratis Ongkir

Ditanya terkait pembahasan relaksasi atau pelonggaran PSBB yang diwacanakan pemerintah saat ini, Faisal menilai negara harus tetap disiplin para protokol kesehatan.

"Disiapkan oke, tapi relaksasi itu yang terjadi di seluruh dunia yang melakukan relaksasi entah Jerman, Spanyol, Italia itu daily cases-nya turun, kematiannya juga turun, active cases-nya sudah mengalami penurunan walaupun cumulative cases-nya naik terus ya," ungkap Faisal.

Dia mencontohkan kurva Covid-19 di Iran yang punya perkembangan teratur dengan perlahan kasusnya menurun.

Sayangnya setelah terjadi pelonggaran, Iran terlalu percaya diri sehingga kasusnya naik lagi.

"Jadi turunpun belum jaminan, turunpun kita harus disiplin," tutup Faisal.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan