Banyak PHK Karena Pandemi, Anggota DPD RI Dorong Milenial Terjun ke Sektor Pertanian
Anggota DPD RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Tenggara Wa Ode Rabia menilai wabah Covid-19 telah berdampak terhadap perekonomian tanah air.
Penulis:
Malvyandie Haryadi
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Malvyandie
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPD RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Tenggara Wa Ode Rabia menilai wabah Covid-19 telah berdampak terhadap perekonomian tanah air.
Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan karena di-PHK.
Bahkan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama hanya tumbuh 2,97 persen.
Hal itu disampaikan Wa Ode Rabia dalam diskusi virtual yang digelar Local Heroes Network (LHN) dengan dengan tema “Kerja Layak untuk Pekerja Lokal di Masa New Normal” baru-baru ini.
“Menurut data Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan ada sekitar 2,8 juta pekerja yang terkena dampak Covid-19. Sektor usaha yang paling terpukul adalah pariwisata, transportasi, dan UMKM,” kata Wa Ode Rabia.
Baca: Kadin: 6,4 Juta Pekerja Terkena PHK dan Dirumahkan, Imbas Covid-19
Skenario berat menurut WA ode akan ada 2,9 juta pekerja yang kehilangan pekerjaan, atau skenario terberat ada 5,2 juta pekerja kehilangan pekerjaan.
WA Ode mengatakan pemerintah telah melakukan skenario untuk mengatasi dampak dari PHK yang dialami pekerja akibat Covid-19.
Di antaranya dengan mempercepat program pelaksanaan Kartu Prakarya, melakukan program padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja, menyalurkan bantuan khusus bagi warga miskin dan rentan miskin, bantuan sembako, dan bantuan langsung tunai sebesar Rp600 ribu perbulan.
“Meskipun ekonomi Indonesia sedang turun masih ada sektor ekonomi yang tumbuh cukup baik, seperti bidang pertanian,” kata dia.
Karena itu, Wa Ode mendorong agar kaum milenial bisa terjun menjadi petani karena banyak program dari kementerian pertanian untuk mendukung terciptanya usaha baru di sektor pertanian dan perkebunan.
Baca: Dampak Covid-19, Susi Air Terpaksa PHK Karyawan, Ini Pengakuan Susi Pudjiastuti
Sementara itu, dalam acara yang sama Ketua Hubungan Luar Negeri DPP Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Ardi Baramulli mengatakan bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sektor penting yang harus di bantu pemerintah di tengah pandemi ini.
“Motor ekonomi Indonesia terletak pada UMKM. Faktanya 99% unit usaha yang ada di Indonesia adalah UMKM. 97% pekerja Indonesia berasal dari UMKM. Dan 56% PDB Indonesia disumbang oleh sektor UMKM,” ujar dia.
Ardi menilai UMKM bisa menjadi kunci pemulihan ekonomi pasca krisis, hal ini sudah terbukti dari pengalaman krisis 1998 dan 2008.
Dengan demikian, perlu ada skema bantuan pemerintah untuk para UMKM yang terdampak covid 19.
Di antaranya adalah pertama, pelaku UMKM katagori miskin dan rentan miskin harus masuk katagori penerima bansos.
Kedua, insentif perpajakan UMKM yang beromzet 4.8 miliar kebawah menjadi 0% selama 6 bulan.
“Ketiga, relaksasi dan restrukturisasi kredit umkm, baik berupa penundaan angsuran maupun subsidi bungan. Keempat, skema perluasan pembiayaan bantuan mod kerja untuk UMKM yang belum mendapat kredit. Kelima, pemerintah pusat dan daerah turut menjadi penyokong ekosistem usaha UMKM,” katanya.
Sementara terkait penerapan new normal di tengah pandemi, Ardi mengatakan pekerja harus mendapat jaminan kesehatan bagi pekerja dan keluarganya.
Baca: Tak Lakukan PHK di Tengah Pandemi Covid-19, PNM Malah Tambah Pekerja
Selain itu, harus dipastikan juga kesejahteraan pekerja, kepastian masa depan bekerja, dan kesempatan untuk terus mengembangkan keterampilan pekerja.
“Hal itu lah yang disebut kerja layak baginya,” katanya.
Dalam kesempatan ini, Pengamat Perburuhan Lalu Rizal Assalam melihat kondisi pekerja tidak ada mengalami perubahan, terlebih adanya wabah Covid-19 membuat kondisi pekerja lebih berat.
Apalagi dengan wacana RUU Omnibus Law yang dianggap justru membuat kondisi pekerja menjadi rentan kesejahteraannya dan kesehatannya.
“Seperti otsourcing diperluas untuk banyak jenis pekerjaan, penambahan jam kerja, masalah pesangon. Dengan adanya isu jam kerja fleksibel banyak yang ternyata jam kerjanya melebihi jam kerja normal,” katanya.
Menurutnya pandemi Covid-19 menciptakan risiko kesehatan, tapi bagaimana resiko tersebut teraktualisasi, bergantung dari hubungan di tempat kerja serta kebijakan ekonomi suatu negara.
“PHK merupakan fenomena yang terjadi sehari-hari, Covid-19 memperparah masalah yang telah ada sebelumnya,” ujar dia.