Dirjen GTK Kemendikbud: Kurikulum Tak Perlu Dituntaskan, Terpenting Ada Progres Dari Setiap Anak
Iwan Syahril mengatakan sekolah tidak perlu memaksakan untuk menuntaskan kurikulum dalam tahun ajaran baru ke depan.
Penulis:
Vincentius Jyestha Candraditya
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud Iwan Syahril mengatakan sekolah tidak perlu memaksakan untuk menuntaskan kurikulum dalam tahun ajaran baru ke depan.
Iwan mengungkap masih ada kekhawatiran sekolah tentang tuntutan kurikulum yang mungkin dirasa harus dilaksanakan atau dituntaskan meski situasi belajar mengajar terganggu pandemi Covid-19.
"Masih ada semacam beban mental untuk menghabiskan atau menuntaskan kurikulum. Ini yang mungkin menjadi sebuah catatan, bahwa kurikulum tidak perlu dituntaskan. Yang paling penting adalah bagaimana ada progres dari setiap anak sesuai dengan dimana dia berada," ujar Iwan dalam Bincang Pendidikan dan Kebudayaan secara daring, Selasa (16/6/2020).
Baca: Mahfud MD: Pemerintah Tidak Kirim Supres ke DPR untuk Pembahasan RUU HIP
Dia menegaskan kurikulum bisa disesuaikan dengan konteks kondisi murid, konteks sekolah dimana dia berada, dan apa yang memungkinkan dalam sekolah tersebut.
Iwan menyarankan agar para guru melakukan semacam assessment untuk memulai tahun ajaran baru.
Assessment tersebut diharapkan dapat digunakan untuk melihat bagaimana kondisi murid saat ini.
Hal ini penting karena mungkin saja ada murid-murid yang tertinggal karena pembelajaran beberapa bulan terakhir tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Baca: Selama Pandemi Covid-19, Cinta Laura Habiskan Waktu di Bali
"Assessment ini bisa untuk membantu guru-guru dan sekolah untuk mengajar sesuai kondisi dimana anak tersebut mengetahui tingkat perkembangan terhadap materi, yang mungkin bervariasi juga," kata dia.
"Jadi perlu ada semacam diferensiasi karena kita bisa membantu anak-anak yang berbeda dengan tuntutan atau kebutuhan belajar yang berbeda-beda," imbuhnya.
Baca: Selama Pandemi Covid-19, Cinta Laura Habiskan Waktu di Bali
Karenanya, Iwan kembali menegaskan bahwa tak perlu memaksakan untuk menuntaskan kurikulum.
Terpenting memastikan ada progres dari para murid.
"Jadi tidak dipaksakan kurikulum harus langsung dituntaskan. Misalnya kalau di kelas 5 bahan langsung diberikan kelas 5 gitu. Tapi dilihat dulu muridnya seperti apa. Jadi ini sebuah tips untuk memastikan bahwa progres akan terjadi," ungkapnya.
"Karena kalau dipaksakan misalnya dengan kurikulum yang ada tanpa melihat anak seperti apa pada saat ini nanti dampaknya akan semakin buruk. Kita perlu memastikan anak itu ada progres sesuai dengan tingkat perkembangannya dan tidak dipaksakan kurikulumnya seperti yang ekspektasi pada saat ini. Jadi penting sekali untuk menjaga progres momentumnya tetap ada, walaupun dalam situasi yang penuh keterbatasan," jelasnya.
Protokol Jaga Jarak Dapat Turunkan Risiko Penularan Covid-19 Hingga 85 Persen
Tim Komunikasi Publik, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Dokter Reisa Broto Asmoro mengatakan berdasarkan hasil penelitian yang diterbitkan jurnal ilmiah Lancet protokol jaga jarak atau physical distancing dapat menurunkan risiko penularan Covid-19 hingga 85 persen.
Dalam jurnal tersebut menurut dokter Reisa disebutkan bahwa jarak yang aman adalah 1 meter dari satu orang dengan orang lain.
"Ini merupakan langkah pencegahan terbaik bisa menurunkan risiko sampai dengan 85 persen," kata Dokter Reisa di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (10/6/2020).
Baca: Viral Penjual Gorengan Cantik, Bantu Orangtua hingga Isi Waktu Luang setelah Di-PHK Akibat Corona
Menurutnya, protokol jaga jarak sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19 paling efektif menurunkan transmission rate atau angka penularan.
Terutama, ketika berada di ruang publik, seperti transportasi umum.
Sebagaimana diketahui virus SARS-CoV-2 menular atau ditularkan melalui droplet atau percikan air liur.
Maka dalam hal ini, dokter Reisa juga menyarankan agar masyarakat tetap menggunakan masker saat harus keluar rumah, terutama apabila menggunakan layanan transportasi publik.
Baca: Kisah Inspiratif Chris John: Berawal dari Wushu hingga Happy Ending sebagai Petinju Profesional
"Virus corona jenis baru penyebab Covid-19 menular melalui droplet atau percikkan air liur, maka wajib semua orang menggunakan masker, terutama ketika menggunakan transportasi," jelasnya.
Selanjutnya apabila terpaksa menggunakan transportasi umum, dokter Reisa mengimbau masyarakat agar menghindari memegang gagang pintu, tombol lift, pegangan tangga, atau barang-barang yang disentuh orang banyak.
Kalau terpaksa, maka harus langsung cuci tangan.
"Apabila tidak memungkinkan, menggunakan air dan sabun, maka dapat menggunakan hand rub dengan kadar alkohol minimal 70 persen," katanya.
Baca: Kronologi Perempuan di Solo Gagal Menikah, Mempelai Pria Kabur di Hari Pernikahan
Kemudian, dia juga mengingatkan agar masyarakat tidak meletakkan barang-barang bawaan atau tas di kursi atau lantai transportasi umum.
Selain itu, mengkonsumsi makanan atau minuman di transportasi umum juga sebaiknya tidak dilakukan, sebab dapat terkontaminasi.
"Hindari menggunakan telepon genggam di tempat umum, terutama apabila berdesakan dengan orang lain, sehingga tidak bisa menjaga jarak aman," jelasnya.
"Hindari makan dan minum, ketika berada di dalam transportasi umum. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi, apalagi kalau menggunakan tangan yang tidak bersih," tambah dokter Reisa.