Jumat, 22 Agustus 2025

LBH APIK Ungkap Sulitnya Dampingi Korban Kekerasan Seksual Tanpa Payung Hukum: Itu Terobosan RUU PKS

LBH APIK Jakarta membeberkan sulitnya mendampingi korban kekerasan seksual tanpa payung hukum. Korban justru mendapat stigma negatif.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah perempuan dari Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) melakukan aksi damai saat Car Free Day di Kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (25/8/2019). Dalam aksinya, mereka mensosialisasikan dan mendorong pengesahan RUU PKS untuk menjamin perlindungan bagi korban-korban kekerasan seksual. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Lantaran akan ada terobosan dalam RUU tersebut, korban kekerasan seksual bisa juga berperan sebagai saksi.

"Terobosan itu yang ada di RUU PKS, bahwa seorang korban bisa menjadi saksi, tanpa perlu saksi lainnya."

"Karena kita sudah jenuh dengan situasi pendampingan korban, selalu kalah di proses hukum, kasus nggak selesai justru korban dapat stigma berulang," terang Dinov.

Alasan RUU PKS tak kunjung disahkan

Dinov juga membeberkan sederet alasan mengapa RUU PKS tak kunjung disahkan.

Dinov mengaku sudah sejak 2017 memantau perkembangan RUU PKS di DPR RI.

Hingga kabar ditariknya dari Prolegnas 2020 mencuat ke publik, Dinov menuturkan substansi dari RUU PKS ini masih belum dibahas.

Padahal, proses pembahasannya sudah berjalan selama lebih dari tiga tahun.

Hal itu dikarenakan, selalu ada berbagai alasan dari pihak penolak RUU PKS yang menghambat.

Misalnya, Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan pembahasan RUU PKS masih terbentur soal judul dan definisi kekerasan seksual.

Gerakan Masyarakat Sipil (GEMAS) berdemonstrasi menuntut pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019). GEMAS mendesak pihak DPR khususnya Panja RUU PKS Komisi VIII agar segera membahas RUU P-S. Di dalamnya sendiri terdapat poin yang harus disahkan, yaitu menyepakati judul dan sistematika dari RUU PKS sendiri. Tribunnews/Jeprima
Gerakan Masyarakat Sipil (GEMAS) berdemonstrasi menuntut pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019). GEMAS mendesak pihak DPR khususnya Panja RUU PKS Komisi VIII agar segera membahas RUU P-S. Di dalamnya sendiri terdapat poin yang harus disahkan, yaitu menyepakati judul dan sistematika dari RUU PKS sendiri. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Baca: RUU PKS Ditarik dari Prolegnas, Nasdem Tak Setuju: Korban Kekerasan Seksual Harus Dapat Perlindungan

"Alasan-alasan mereka tidak masuk akal, tidak sesuai dengan inti RUU PKS."

"Padahal intinya ini memberikan keadilan bagi korban yang selama ini sulit didapatkan," ujar Dinov.

Contoh lain yang sempat menjadi kontroversi pada akhir 2019 lalu, RUU PKS diangap melegalkan seks bebas.

Selain itu, pihak penentang juga menganggap draf RUU PKS mengadopsi dari ideologi budaya barat.

"Jadi RUU ini ada bukan dari barat, bukan dari kita mengadopsi dari luar negeri."

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan