RUU PKS Ditarik dari Prolegnas 2020, FPL: Padahal Kasus Kekerasan Seksual Tinggi di Masa Pandemi
RUU PKS ditarik dari Prolegnas 2020 berbarengan dengan melonjaknya kasus kekerasan seksual di masa pandemi Covid-19.
Penulis:
Inza Maliana
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Ratusan jaringan dan organisasi yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil mengaku kecewa atas ditariknya RUU Pengahapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas 2020.
Hal itu disampaikan oleh perwakilan kelompok masyarakat sipil dari Forum Pengada Layanan (FPL) Veni Siregar.
Terlebih, ditariknya RUU PKS di masa pandemi ini, berbarengan dengan meningkatnya angka kekerasan seksual.
"Kami sangat kaget dan kecewa dengan dikeluarkannya RUU PKS dari Prioritas Prolegnas."
"Terlebih di tengah meningkatnya kasus kekerasan seksual dalam masa Covid-19," kata Veni dalam keterangan yang diterima Tribunnews, Minggu (5/7/2020).
Veni mengatakan, berbagai kelompok masyarakat mencatat tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia dalam setahun terakhir.
Seperti SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak), Komnas Perempuan, dan Forum Pengada Layanan (FPL).

Baca: Ratusan Masyarakat Sipil Kecewa RUU PKS Ditarik dari Prolegnas 2020: Hanya Janji yang Terus Gagal
Berdasarkan data dari SIMFONI PPA, terdapat sebanyak 329 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dewasa pada Januari 2020 sampai 19 Juni 2020.
Adapun, 1.849 kasus kekerasan seksual terhadap anak baik perempuan maupun laki-laki.
Komnas Perempuan juga mencatat angka kekerasan terhadap perempuan pada 2019 sebanyak 406.178 kasus.
Di antaranya, kasus kekerasan seksual di ranah publik sebanyak 2.521 kasus dan di ranah privat 2.988 kasus.
Sedangkan data FPL yang dihimpun dari 25 organisasi, selama pandemi Covid-19 Maret-Mei 2020, ada sebanyak 106 kasus kekerasan yang dilaporkan.
Data yang berasal dari liputan berita juga menunjukan banyak terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.

Baca: LBH APIK Ungkap Sulitnya Dampingi Korban Kekerasan Seksual Tanpa Payung Hukum: Itu Terobosan RUU PKS
Seperti, korban kekerasan seksual yang menjadi pelaku pembunuhan dan isu kawin paksa di Sumba, Nusa Tenggara Timur.
Termasuk juga meningkatnya kekerasan seksual di kampus, hingga banyaknya predator seksual yang dilaporkan.
"Belum lagi kasus terhadap sejumlah laki-laki putra altar yang sudah terjadi selama 20 tahun oleh pembinanya sendiri di Depok."
"Ini bukti yang sangat jelas bahwa siapapun bisa menjadi korban kekerasan seksual," ungkap Veni.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak agar Ketua DPR RI dan pimpinan segera membahas dan mensahkan RUU PKS.
Ketidakjelasan Pengusul RUU PKS
Veni juga menyinggung ada ketidakjelasan status RUU PKS di parlemen.
Pihaknya mencatat, sejak Maret 2020, Komisi VIII DPR telah menyerahkan RUU tersebut kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR.
"Kami mendapat informasi sejak Maret 2020 Komisi VIII telah menyerahkan RUU ini kepada Baleg DPR RI."
"Dengan alasan adanya beban penyelesaian agenda RUU yang cukup sulit untuk dipenuhi," tutur Veni.
Namun, pada saat itu Baleg DPR tidak mengambil alih sebagai RUU Prioritas 2020.
Sehingga sampai saat ini, status RUU PKS masih menjadi usulan Komisi VIII.

Baca: LBH APIK Jakarta Beberkan Sederet Alasan Mengapa RUU PKS Harus Benar-benar Disahkan
Veni menuturkan, sejak ditetapkan sebagai proglenas prioritas 2020, sampai bulan Juli 2020 ini, belum ada kejelasan siapa yang akan menjadi pengusul RUU PKS.
Hal ini justru menimbulkan kebingungan publik.
Terlebih mengenai posisi kebijakan yang sangat diharapkan untuk melindungi dan memberikan akses keadilan bagi korban kekerasan seksual dan keluarganya.
"Ketidakjelasan status dan tidak transparannya proses di DPR jelas menyulitkan masyarakat dalam mengawal RUU ini."
"Padahal pembahasan RUU sejatinya inklusif dan partisipatif," lanjut Veni.
Alasan RUU PKS Diusulkan Keluar Daftar Prolegnas
Sebelumnya, Komisi VIII DPR mengusulkan agar RUU PKS dikeluarkan dari daftar Prolegnas Prioritas 2020.
Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan RUU PKS sulit dilakukan saat ini.
Pasalnya, RUU PKS merupakan RUU inisiatif DPR.

Baca: RUU PKS Ditarik karena Sulit, Sujiwo Tejo: Bagaimana Kalau Siswa Kembalikan Soal Ujian karena Sulit?
"Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena pembahasannya agak sulit," ujar Marwan dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (30/6/2020).
Marwan pun menyampaikan, Komisi VIII mengusulkan pembahasan RUU tentang Kesejahteraan Lanjut Usia untuk masuk daftar Prolegnas Prioritas 2020.
"Sekaligus kami mengusulkan ada yang baru yaitu RUU tentang Kesejahteraan Lanjut Usia."
"Karena RUU Penanggulangan Bencana sudah berjalan, perkiraan teman-teman RUU tentang Kesejahteraan Lanjut Usia masih bisa kita kerjakan," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Inza Maliana)