Virus Corona
Perceraian di Jawa Marak Saat Pandemi Covid-19, Diduga Karena Banyak Suami PHK
Dirjen Badan Pengadilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI, Aco Nur mengatakan, peningkatan drastis terjadi sejak Juni hingga saat ini.
Editor:
Hasanudin Aco
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Elga Hikari Putra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi Covid-19 berdampak pada masalah ekonomi keluarga.
Puncaknya, kasus perceraian pun meningkat di sejumlah wilayah.
Dirjen Badan Pengadilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI, Aco Nur mengatakan peningkatan drastis terjadi sejak Juni hingga saat ini.
"Datanya saya enggak bawa. Saya pernah membaca bulan April, Mei di bawah 20.000 (perceraian) di seluruh Indonedia yang daftar. Tapi setelah PSBB, meningkat menjadi 57.000. Di bulan Juni, Juli meningkat termasuk di Agustus masih ada (peningkatan)," kata Aco usai meresmikan enam aplikasi di Pengadilan Agama Jakarta Barat, Jumat (28/8/2020).
Baca: Ikut Antre Mau Cerai, Ibu Muda di Bandung Pilih Jadi Janda, Suami Selingkuh dan 2 Tahun Tak Nafkahi
Adapun untuk wilayah yang peningkatan kasus perceraian cukup tinggi berada di Pulau Jawa.
Hal tersebut sempat membuat penumpukan dari masyarakat yang mengurus cerai di pengadilan.
"Ada beberapa pengadikan tinggi yang memang peningkatannya cukup besar khususnya di Jawa Barat, Surabaya dan Semarang. Tapi untuk di luar Pulau Jawa peningkatannya tidak signifikan," kata Aco.
Aco menuturkan, selama pandemi Covid-19 ini mayoritas pengajuan cerai diajukan istri kepada suaminya.
"Akibat Covid-19 kan banyak yang di PHK atau dirumahkan sehingga ekonomi enggak berjalan lebih baik. Ibu-ibu enggak dapat jaminan dari suaminya sehingga banyak dari ibu-ibu yang menggugat suaminya," kata Aco.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Pandemi Covid-19, Perceraian Meningkat di Pulau Jawa oleh Gugatan Istri