Minggu, 24 Agustus 2025

Soal Polemik Radikalisme, PWNU Jatim Minta Menag Hati-hati Berkomentar

Karena menurutnya di Indonesia terlampau banyak orang yang menguasai bahasa Arab, good looking

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Hendra Gunawan
dok
KH Anwar Iskandar, Pengasuh Ponpes Al Amien Kabupaten Kediri 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi dalam acara webinar bertajuk "Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara" beberapa waktu lalu menuai polemik.

Dia menegaskan bila terdapat dua jalur pintu masuk bagi radikalisme.

Pertama, menurutnya lewat lembaga pendidikan.

Dan kedua, melalui lembaga agama yang salah satunya adalah penceramah atau kelompok good looking.

Baca: Kemenag Jelaskan Maksud Pernyataan Menteri Agama Soal Radikalisme-Good Looking: Hanya Ilustrasi

Menurut Razi pada mulanya mereka akan mengirim seseorang yang good looking (penampilan baik), menguasai bahasa Arab, penghafal Al-Qur’an, terlibat menjadi imam masjid hingga dia mendapat simpati.

Dari situlah kemudian, jelas Razi, aksi menanamkan ide-ide radikal baru di mulai.

Menanggapi polemik ini, Wakil Rois Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Anwar Iskandar menilai Kemenag Fachrul Razi terlalu menggeneralisir masalah.

“Terlalu menggeneralisasi itu, kan tidak semua orang yang good looking, memiliki kemampuan bahwa Arab dan kemampuan agama mesti radikal.

Ya tidak mesti dong. Itu terlalu menggeneralisasi,” kata KH Anwar Iskandar kepada pers, Sabtu (05/09/2020).

Baca: Anwar Abbas Kritisi Menag soal Radikalisme: Jangan Bicara Hanya di Muaranya Saja

Lebih lanjut, Anwar Iskandar menilai jika pernyataan Fachrul Razi merupakan blunder.

Karena menurutnya di Indonesia terlampau banyak orang yang menguasai bahasa Arab, good looking, pengetahuan agama baik, serta mempunyai toleransi dan nasionalisme yang besar.

Bila dilihat dari segi jumlah, jelas Anwar, jauh lebih banyak ketimbang kelompok radikalis. Ia lantas meminta agar Kemenag harus bisa membedakan dengan jeli.

“Kalau radikal dalam artian bersungguh-sungguh dalam belajar, itu kan gak ada masalah. Tapi kalau kemudian radikal diartikan ingin merubah sistem negara, itu yang gak, gak, kita setujui. Jadi radikal itu dilihat dari apa, perspektif agama, perspektif bahasa,” imbuh Anwar.

Baca: Eks NII Berbagai Daerah Deklarasi Melawan Paham Khilafah, Intoleransi dan Radikalisme

Sehubungan dengan perkembangan radikalisme di lembaga pendidikan dan agama, menurut Anwar Iskandar perlu ada penelitian lebih lanjut dari lembaga survey yang kredibel.

Jangan sampai orang berbicara radikalisme tanpa ada data yang jelas. Dirinya lantas mencontohkan lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren, khususnya NU.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan