Jogo Tonggo Lawan Covid-19 di Karanganyar, Gotong Royong Warga Amankan Urusan Perut hingga Psikis
Jogo Tonggo merupakan program penanganan Covid-19 yang diluncurkan Pemprov Jateng. Jogo Tonggo berasal dari Bahasa Jawa yang artinya menjaga tetangga.
Penulis:
Daryono
Editor:
Sri Juliati
"Covid-19 ini kan tidak kita minta. Jadi kita mensikapinya ya dengan memberi pengertian ke warga. Tidak boleh ada pengucilan. Harus dibantu, apa yang harus kita perbuat, apa yang mereka butuhkan kita cukupi. Itu semua kami mapping,” kata Yahya Setiawan, Ketua RT 03 saat ditemui, Sabtu (24/10/2020).

Yahya menerangkan, satu keluarga di lingkungannya yang dinyatakan positif itu merupakan keluarga dari Y, seorang perawat di RSUD DR Moewardi Solo.
Setelah Y dinyatakan positif, tidak berapa lama istrinya juga dinyatakan positif.
Keduanya kemudian dirawat di RSUD Dr Moewardi.
Baca juga: PSI Dukung Penerapan Jogo Tonggo di Jawa Tengah untuk Tangkal Penyebaran Corona
Setelah dilakukan tracing, dua anak dan pembantu Y harus menjalani isolasi mandiri di rumah karena melakukan kontak dekat.
“Yang isolasi mandiri ini kan laki-laki semua (anak dari J,-Red). Tidak bisa masak. Padahal orang yang dikarantina kan tidak boleh berinteraksi dengan luar. Makanya kita harus peduli. Kemudian dari warga memberikan bantuan, bentuknya makanan siap santap setiap hari,” jelas dia.
Awalnya, pemberian makanan itu dilakukan secara acak oleh warga dan sering terjadi bentrokan.
Dari situ, Yahya kemudian melakukan evaluasi dan akhirnya dilakukan sistem bergilir.
Kearifan Lokal yang Dikembangkan
Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Drajat Tri Kartono mengatakan Jogo Tonggo sebagai gerakan untuk menjaga tetangga dari bencana, dari kesulitan merupakan program yang bagus.
Ia melihat Jogo Tonggo sebagai kearifan lokal yang kemudian ditangkap dan dikembangkan oleh Gubernur Ganjar Pranowo.
“Ini kan nilai-nilai lokal, nilai-nilai kearifan lokal yang memang sudah ada di tempat kita yaitu gotong royong saling membantu, saling menolong, saling memahami situasi."
"Ini bisa menjadi langkah bagi penanganan epimedik sebagai early warning system. Jadi kalau ada masyarakat mulai sakit, segera kemudian ada social safety net (jaring pengaman sosial),” ujar dia.
Baca juga: Relawan Satgas Covid-19: 3M Harus Tetap Dilakukan Meski Ada Vaksin
Meski demikian, Drajat mengingatkan untuk mengantisipasi adanya penerimaan yang salah dari masyarakat akibat ketimpangan pemahaman.
“Yang perlu jadi perhatian karena tingkat ketimpangan pengetahuan masyarakat yang masih berbeda sehingga seringkali itu bukannya malah dijaga tetapi malah dihindari, dikucilkan. Itu yang perlu diantisipasi,” ujar dia. (*)