Enam Pengikut MRS Tewas Ditembak Polisi, Politikus PKS Duga Ada Pelanggaran HAM Berat
Ketua DPP PKS Netty Prasetyani Aher mengaku prihatin dan menyesalkan terjadinya penembakan tersebut.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) ditembak mati aparat kepolisian di jalan tol Jakarta-Cikampek saat bertugas mengawal Habib Rizieq Shihab (HRS).
Menurut pihak FPI, saat itu HRS juga ditemani oleh keluarga dan cucunya yang masih balita.
Ketua DPP PKS Netty Prasetyani Aher mengaku prihatin dan menyesalkan terjadinya penembakan tersebut.
"Aparat harus mengutamakan cara persuasif dalam penanganan setiap kejadian. Jika diukur sebagai ancaman, bukankah ada prosedur melumpuhkan tanpa harus menembak mati? Mereka toh tidak dalam pengejaran sebagai teroris. Ini pelanggaran HAM serius yang dapat merusak citra kepolisian," kata Netty kepada wartawan, Rabu (9/12/2020).
Baca juga: Sedang Berlangsung Pemakaman 6 Jenazah Laskar FPI Dimakamkan di Megamendung, Bogor
Baca juga: Respons Orang Tua Korban Penembakan 6 Laskar FPI: Mereka Tidak Akan Pernah Membawa Senjata
Baca juga: Lihat Langsung 6 Jenazah Laskar FPI, Kuasa Hukum FPI Sebut Ada Luka Tak Wajar, Bukan Luka Tembakan
Sebagai politikus yang mencermati isu perempuan, anak dan keluarga, Netty mempertanyakan bagaimana negara memberikan penjelasan kepada keluarga mereka.
"Berdasarkan info, mereka masih berusia 20-an, masih terbilang muda. Tentu mengenaskan bagi keluarga mereka untuk menerima kematian dengan cara seperti itu. Sebagai seorang Ibu, saya dapat membayangkan bagaimana perasaan Ibu atau keluarga mereka. Jadi, negara harus memberikan penjelasan yang transparan dan jujur kepada keluarga almarhum," kata Netty.
Lebih lanjut, Netty mendesak penyelesaian kasus tersebut dibuka secara transaparan.
Sebab, publik mempertanyakan kronologi kejadian yang sebenarnya lantaran ada dua versi yang berbeda antara pihak kepolisian dan FPI.
"Misalnya, kenapa kejadian ini berbarengan dengan matinya CCTV di sekitar lokasi? Apalagi di media sosial beredar cerita kejadian dengan versi berbeda," ujar Netty.