Jumat, 15 Agustus 2025

Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

Anggota Tim DVI Ada Rasa Takut saat Tangani Jenazah, Begini Cara Menghilangkannya

Adapun Tim DVI berperan penting mengklasifikasi hasil temuan yang terdiri dari bagian tubuh dan properti milik korban kecelakaan pesawat.

Editor: Eko Sutriyanto
TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
Muhamad Ichwan Arif (29), salah satu anggota Tim DVI Polri yang diterjunkan di posko operasi SAR Sriwijaya Air SJ-182, saat ditemui di Dermaga JICT II, Jakarta Utara, Sabtu (16/1/2021) 

Setelah proses pemilahan rampung, bagian tubuh maupun properti korban diberi nomor dan kembali dimasukan ke dalam kantong jenazah.

Kemudian, kantong jenazah yang sudah dipilah itu langsung dimasukan ke dalam mobil ambulans yang siap berangkat ke RS Polri.

Asep menuturkan, selama proses pelabelan bagian tubuh maupun pemisahan dengan properti, ada beberapa kendala yang sempat ditemui timnya.

Terutama ketika melakukan pemilahan terhadap bagian tubuh korban yang terkadang memakan waktu lama lantaran kondisinya bercampur serpihan pesawat atau barang-barang lainnya. 

"Itu harus kita potong, kita pisahkan. Karena kan yang kita temukan pasti ada yang nempel di kursi harus dilepas atau satu satu," kata Asep yang juga bertindak sebagai Koordinator Fase 1 Tim DVI Operasi Sriwijaya Air SJ-182.

Setelah fase satu, penanganan korban kecelakaan pesawat ini akan memasuki fase dua hingga fase empat yang seluruhnya bertempat di RS Polri.

Asep menjelaskan, fase dua disebut sebagai postmortem.

Baca juga: Komandan Tim DVI Polri Tegaskan Proses Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Sriwijaya Air Jalan Terus

Dalam fase ini, Tim DVI di RS Polri akan mengambil data primer korban seperti sidik jari, sidik gigi, dan DNA.

"Maupun data secondary seperti properti yang dipakai dan lain-lainnya," kata Asep.

Kemudian, hasil postmortem akan dicocokkan dengan fase tiga atau fase antemortem.

Di sini, petugas akan mengumpulkan data korban semasa hidup.

Data-data yang dimaksud misalnya dokumen penting korban antara lain ijazah, kartu keluarga, serta riwayat berobat.

"Untuk bisa dikatakan dia teridentifikasi, untuk primary itu satu saja cukup. Kalau secondary ada beberapa, harus lebih dari dua alat bukti baru bisa dikatakan yaitu teridentifikasi," kata Asep.

Fase yang terakhir ialah kegiatan pendampingan keluarga korban.

Baca juga: Sosok Pramugari Isti Yudha di Mata Teman-Temannya : Orangnya Ramai, Cerewet dan Mengayomi

Dalam fase ini, keluarga korban akan mendapatkan trauma healing dari psikolog rumah sakit maupun pemuka agama agar lebih kuat menerima musibah berat yang tengah dihadapi.

Halaman
1234
Sumber: TribunJakarta
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan