Jumat, 29 Agustus 2025

Isu Liar Presiden 3 Periode, Istana Pun Menolak Keras, tapi Bisakah Itu Dilakukan Tanpa Amendemen?

Pendiri Partai Ummat itu curiga, rezim Presiden Jokowi akan mendorong adanya sidang MPR untuk melakukan perubahan terhadap dua pasal.

KOMPAS.com Kristianto Purnomo / Biro Pers Istana Kepresidenan Agus Suparto
Amien Rais dan Jokowi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Adalah Mantan Ketua MPR RI Amien Rais yang mengungkapkan kecurigaannya terkait adanya usaha dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menguasai semua lembaga tinggi negara.

Pendiri Partai Ummat itu curiga, rezim Presiden Jokowi akan mendorong adanya sidang MPR untuk melakukan perubahan terhadap dua pasal.

Satu di antara dua pasal itu, Amien mengatakan akan memberikan hak bagi presiden bisa dipilih tiga kali.

Baca juga: Ketua MPR Pastikan Tidak Ada Pembahasan Mengenai Masa Jabatan Presiden Tiga Periode

Pernyataan Amien sontak menjadi bola liar. Semua pihak, termasuk partai pendukung presiden bahkan pihak istana membantah seraya menolak wacana tersebut.

Namun, terlepas dari itu semua, bagaimana sebenarnya kemungkinan mengubah masa periode presiden berdasarkan aturan yang berlaku di negeri ini?

Baca juga: Arief Poyuono ke Amien Rais: Jabatan Presiden 3 Periode Itu Perlu

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan perubahan masa jabatan presiden yang termaktub dalam UUD 1945 bisa terjadi tanpa dilangsungkannya amandemen.

Hal itu disampaikan Yusril menanggapi munculnya isu penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo menjadi tiga periode.

Adapun dalam Pasal 7 UUD 1945 disebutkan bahwa jabatan presiden dibatasi maksimal hanya dua periode.

"Perubahan UUD memang bisa terjadi melalui “konvensi ketatanegaran”. Teks sebuah pasal tidak berubah, tetapi praktiknya berbeda dengan apa yang diatur di dalam teks," kata Yusril lewat pesan singkat, Senin (15/3/2021).

"Contohnya adalah ketika sistem pemerintahan kita berubah dalam praktik dari sistem presidensial ke sistem parlementer pada bulan Oktober 1945. Perubahan itu dilakukan tanpa amendemen UUD, namun dalam praktiknya perubahan itu berjalan dan diterima oleh rakyat," tutur Yusril.

Kendati demikian Yusril mengatakan konvensi ketatanegaraan tersebut sulit dilakukan jika menyangkut perpanjangan masa jabatan presiden.

Menurut Yusril, faktor-faktor seperti rasa trauma terhadap langgengnya kekuasaan di tangan satu orang dan derasnya suara oposisi, baik di dalam badan perwakilan maupun di luarnya juga turut memengaruhi.

Apalagi di zaman kebebasan berekspressi dan kebebasan media sekarang ini, Yusril menilai penolakan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode berdasarkan konvensi akan menghadapi tantangan yang cukup berat.

Jangan dilupakan juga, sekarang ada Mahkamah Konstitusi yang melalui proses uji materi, bisa menilai apakah tindakan penyelenggara negara konstitusional atau tidak," kata Yusril.

"Orang bisa mempersoalkan masa jabatan periode ketiga dengan cara konvensi tersebut di Mahkamah Konstitusi. Lain halnya jika terjadi amendemen oleh MPR atas norma Pasal 7 UUD 1945, maka Mahkamah Konstitusi tidak bisa berbuat apa-apa,"

Adapun sebelumnya wartawan asing yang lama meliput isu-isu politik Indonesia, John McBeth dalam analisisnya di Asia Times, menyatakan bahwa manuver yang dilakukan Moeldoko tak hanya menimbulkan syak wasangka bahwa mantan Panglima TNI itu hendak menggunakan Demokrat sebagai kendaraan politiknya di Pilpres 2024.

McBeth menyatakan, motif lain yang juga bermunculan ialah manuver yang dilakukan Moeldoko bertujuan untuk mengendalikan Demokrat agar menyetujui wacana tiga periode masa jabatan presiden agar Jokowi bisa tetap menjabat pada periode 2024-2029 lewat amendemen UUD 1945.

Baca juga: Bantah Isu Skenario Jabatan Presiden 3 Periode, Istana: Presiden Tegak Lurus Konstitusi

Menurut McBeth, motif tersebut muncul lantaran Presiden Jokowi tak menanggapi langsung aksi anak buahnya yang berupaya menyingkirkan trah SBY yang selama ini menjadi ciri khas Partai Demokrat.

Presiden Jokowi belum mengeluarkan sepatah kata pun dalam menyikapi manuver Moeldoko yang telah membuat jagat politik nasional menjadi ramai.

"Sejumlah pengamat menyatakan adanya skenario yang memberikan peluang bagi Jokowi untuk memperpanjang masa jabatannya hingga periode ketiga. Adapun dalam konstitusi sekarang, masa jabatan presiden dibatasi hingga dua periode," tutur wartawan asal Selandia Baru itu dalam analisisnya di Asia Times pada 9 Maret.

Adapun Isu tiga periode jabatan presiden juga disuarakan mantan Ketua MPR Amien Rais yang menyebut adanya skenario yang hendak mengubah ketentuan UUD 1945 soal masa jabatan presiden yang saat ini dibatasi dua periode.

Ia mengatakan skenario tersebut nantinya bisa dimulai dengan meminta parta-partai di parlemen untuk menggelar Sidang Istimewa MPR untuk merubah sebagian pasal di UU D 1945.

Selanjutnya Amien memprediksi dalam sidang tersebut nantinya bisa dimunculkan upaya untuk menganti pasal di dalam UUD 1945 yang mengatur ketentuan masa jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode.

"Jadi, mereka akan mengambil langkah pertama meminta Sidang Istimewa MPR yang mungkin 1-2 pasal yang katanya perlu diperbaiki, yang mana saya juga tidak tahu," kata Amien dalam tayangan Kompas TV, dikutip pada Senin (15/3/2021).

"Tapi, kemudian nanti akan ditawarkan pasal baru yang kemudian memberikan hak bahwa presiden itu bisa dipilih 3 kali," ujar Amien.

PDIP: 2 Periode sudah ideal

PDI Perjuangan (PDIP) menegaskan tak pernah terpikirkan mengambil langkah politik mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode melalui amendemen UUD 1945.

Ketua DPP PDIP sekaligus Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengatakan, pihaknya belum pernah membahas isu perpanjangan masa jabat presiden tersebut.

"Kami belum pernah memikirkan apalagi mengambil langkah-langkah politik untuk merubah konstitusi hanya untuk menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Demikian juga di MPR, kami belum pernah membahas isu masa jabatan presiden tersebut dan merubahnya menjadi tiga periode," kata Basarah melalui keterangannya, Minggu (14/3/2021).

Basarah mengatakan, bagi PDIP masa jabat presiden 2 periode seperti saat ini sudah idela dan tak perlu diubah.

Namun, menurutnya ada hal yang perlu diubah mengenai kesinambungan pembangunan nasional.

"Bagi PDIP, masa jabatan presiden dua periode seperti yang saat ini berlaku sudah cukup ideal dan tidak perlu diubah lagi. Hanya saja perlu kepastian akan kesinambungan pembangunan nasional dalam setiap pergantian kepemimpinan nasional sehingga tidak ganti presiden ganti visi misi dan program pembangunannya," ujarnya.

Sementara Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman memberikan tanggapan atas wacana adanya skenario pengubahan ketentuan masa jabatan Presiden Republik Indonesia dari dua periode menjadi tiga periode.

Menurut Fadjroel, Presiden Joko Widodo hingga saat ini tetap mematuhi ketentuan yang menyebutkan masa jabatan Presiden selama dua periode.

"Presiden (Jokowi) tegak lurus konstitusi UUD 1945. Masa jabatan presiden dua periode," ujar Fadjroel ketika dikonfirmasi, Senin (15/3/2021).

Pengamat: Pak Amien cenderung suudzon

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, apa yang disampaikan Amien Rais berisi kecurigaan dan terburu-buru.

Terlebih, Amien Rais menduga dalam sidang istimewa MPR akan mengubah pasal tentang masa jabatan presiden dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945.

"Hemat saya, pernyataan Amien terlalu terburu-buru. Mungkin Pak Amien terlalu bersemangat mengkritik pemerintah, sehingga pernyataannya cenderung suudzon," kata Karyono saat dihubungi Tribunnews, Senin (15/3/2021).

Karyono mengatakan, wacana tentang perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode sudah pernah muncul sebelumnya.

Tetapi, usulan tersebut justru banyak ditolak mayoritas fraksi di MPR. Pelbagai komponen masyarakat juga  menolak wacana tersebut.

"Menurut saya, tidak mudah untuk mengubah pasal mengenai perpanjangan masa jabatan presiden," ucap Kartono.

Untuk mewujudkan agenda tersebut, kata Karyono, diperlukan energi politik yang sangat besar, harus dilakukan amandemen UUD Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 7 UUD 1945 yang berbunyi; Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. 

Untuk mengubah pasal ini bisa menimbulkan resistensi dan menciptakan kegaduhan politik. Tentu hal sudah diperhitungkan. 

"Karenanya, menurut saya Presiden Jokowi tidak akan gegabah mengusulkan perubahan masa jabatan," jelasnya. (Tribunnews.com/Kompas.com)
 

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan