Seleksi Kepegawaian di KPK
ICW Nilai 9 Indikator Pegawai KPK 'Merah' Dirancang untuk Patuh kepada Pimpinan KPK
Sembilan indikator itu diketahui menjadi acuan 51 dari 75 pegawai tak lolos TWK yang dinilai tak bisa dibina alias tak lagi bisa bergabung dengan KPK.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beredar sembilan indikator penilaian kriteria 'merah' dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dalam asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
TWK sendiri merupakan syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Sembilan indikator itu diketahui menjadi acuan 51 dari 75 pegawai tak lolos TWK yang dinilai tak bisa dibina alias tak lagi bisa bergabung dengan KPK.
"ICW berpandangan sembilan indikator tanda 'merah' kepada 51 pegawai KPK semakin menguatkan dugaan publik bahwa Tes Wawasan Kebangsaan ini memang didesain untuk menundukkan seluruh pegawai kepada Pimpinan KPK, terutama Firli Bahuri," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (1/6/2021).
Baca juga: Pakar Nilai 700 Pegawai KPK yang Minta Pelantikan ASN Ditunda Perlu Dibiarkan: Mereka Abaikan Haknya
Menurut dia, cara-cara seperti itu sangat bertolak belakang dengan nilai dan budaya yang dibangun di KPK.
"Betapa tidak, diantara 9 poin indikator tertera perihal penolakan atas pencalonan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK," kata Kurnia.
Dikatakan Kurnia, penting untuk ditegaskan bahwa Firli Bahuri memiliki rekam jejak buruk saat mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK.
Jadi, lanjut dia, menjadi hal wajar jika sejumlah pegawai, atau bahkan masyarakat luas berbondong-bondong melancarkan kritik terhadap Firli Bahuri.
"Pertanyaan lanjutannya apakah cara mengukur wawasan kebangsaan didasarkan atas penilaian terhadap Firli Bahuri semata? Jika benar, maka TWK ini hanya dijadikan langkah bersih-bersih," katanya
Di dalam sembilan indikator 'merah' itu terdapat pula poin terkait penolakan atas revisi UU KPK.
Kurnia menilai, dari hal tersebut terlihat bahwa panitia penyelenggara TWK ahistoris, sebab, sikap penolakan atas revisi UU KPK bukan merupakan sikap individu pegawai, melainkan kelembagaan KPK saat itu.
Bahkan, dilanjutkannya, KPK di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo cs telah melayangkan surat untuk menolak pembahasan revisi UU KPK.
Tidak hanya itu, dituturkan Kurnia, saat draf UU KPK beredar, lembaga antirasuah itu secara terang benderang mengumumkan 26 poin kelemahan yang akan dialami oleh KPK pasca regulasi itu diundangkan.
Jika hal itu benar menjadi tolak ukur menilai wawasan kebangsaan, menurut Kurnia, maka sebagian besar masyarakat Indonesia, ratusan akademisi, puluhan guru besar, dan ribuan mahasiswa juga tidak memenuhi syarat sebagai warga negara yang memiliki wawasan kebangsaaan.
"Maka dari itu, dengan kualitas penyelenggaraan yang sangat buruk seperti ini, maka tidak salah jika dikatakan penyelenggaraan TWK telah merugikan negara miliaran rupiah," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sempat membenarkan bahwa ada sembilan poin indikator dalam menentukan pegawai masuk dalam kriteria merah.
Hal itu ia sampaikan dalam proses klarifikasi pengangkatan satu poin indikator dalam rapat bersama BKN dan sejumlah kementerian dan lembaga lainnya pada 25 Mei lalu.
"Kriteria ada hijau ada enam kriteria, kuning ada tujuh kriteria, dan merah sembilan kriteria," kata Ghufron.
Baca juga: TNI-Polri Jaga Ketat Gedung Merah Putih KPK Jelang Pelantikan Pegawai Jadi ASN
Berikut sembilan indikator yang digunakan dalam kriteria merah tersebut:
1. Menyetujui akan perubahan Pancasila sebagai dasar negara atau terpengaruh atau mendukung adanya ideologi lain (liberalisme, khilafah, kapitalisme, sosialisme atau komunisme, separatisme, menyetujui referendum Papua).
2. Tidak setuju dengan kebijakan pemerintah dalam pembubaran HTI dan FPI, atau kelompok radikal atau kelompok pendukung teroris.
3. Menolak atau tidak setuju revisi UU KPK.
4. Mengakui sebagai kelompok Taliban yang tidak ada ditakuti kecuali takut pada Allah, siapa pun yang menghalangi akan dilawan dan bila perlu akan bergerak tanpa harus melalui jalur prosedur seperti dalam penyadapan dan penggeledahan.
5. Mengakui di KPK ada kelompok Taliban yang dalam menjalankan tugas hanya takut kepada Allah dan kebenaran dan menyetujuinya.
6. Mengakui tidak setuju dengan pimpinan KPK yang selalu mengintervensi setiap penyidikan, menolak kepemimpinan KPK, tidak setuju dengan pencalonan bapak Firli Bahuri sebagai ketua KPK, tidak setuju dengan kebijakan pimpinan KPK.
7. Mengakui sering melakukan tugas dengan mengabaikan prosedur (karena tidak percaya lagi pada pimpinan).
8. Akan memilih keluar dari KPK jika harus dipaksa mengikuti keinginan pimpinan atau pemerintah atau intervensi.
9. Memegang prinsip siapa pun tidak bisa dikendalikan jika tidak sejalan dengan apa yang diyakininya dan akan menentang jika diintervensi oleh pimpinan, Dewas atau pemerintah, akan menolak perintah dari siapa pun jika bertentangan dengan hati nuraninya dan hanya akan takut kepada Tuhan. Yang bersangkutan mengaku sering berselisih paham dengan pimpinan dan/atau teman sejawat, mengikuti demo menentang kebijakan pemerintah.