Rabu, 10 September 2025

Seleksi Kepegawaian di KPK

ICW Sebut Tes Wawasan Kebangsaan Jelas Lemahkan dan Degradasi KPK

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai tes wawasan kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jelas mengarah pada pelemahan KPK.

TRIBUN/IQBAL FIRDAUS
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. 

TRIBUNNEWS.COM - Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jelas mengarah pada pelemahan KPK.

Hal itu diungkapkan Kurnia dalam program Panggung Demokrasi Tribunnews.com, Rabu (2/6/2021).

"Jelas sekali (melemahkan KPK). TWK ini merupakan skenario akhir dari sejumlah pihak, terutama pimpinan KPK untuk makin mendegradasi KPK," ungkap Kurnia.

Menurut Kurnia, TWK di KPK adalah tindakan ilegal.

"Karena tidak ada cantolan hukumnya, itu masuk hanya dalam tataran peraturan internal KPK."

"Kalau kita melihat regulasi di atasnya, baik itu UU KPK baru atau PP Nomor 41 tahun 2020 sebenarnya tidak dikenal adanya tes," ungkap Kurnia.

Baca juga: KPK Tak Akan Ungkap Nama 75 Pegawai Tak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan, Ini Sebagian Namanya

Adapun yang disebutkan dalam UU, lanjut Kurnia, adalah pengalihan status pegawaian.

"Dan itu dikonfirmasi langsung oleh anggota Komisi III (DPR RI) Pak Arsul Sani," ungkapnya.

Adapun mengenai tes TWK sebagai terusan dari alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), Kurnia menyebut tes itu tidak sama dengan tes CPNS biasa.

"Tes yang dibuat BKN (Badan Kepegawaian Negara) dengan KPK tidak sama dengan tes CPNS biasa," ungkapnya.

Baca juga: Sikap Istana Soal Pemberhentian 51 Pegawai KPK Tak Lulus TWK

Tak Semestinya Tes Dilakukan

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Lebih lanjut, Kurnia mengungkapkan tes TWK di KPK tak seharusnya dilakukan.

Apalagi, diperuntukkan kepada pegawai yang sudah puluhan tahun berkarier di KPK dan terlihat sepak terjangnya.

"Yang harus kita ketahui, 75 orang yang dikatakan non aktif, atau sekarang 51, adalah pegawai yang sudah lama berkarier di KPK, sudah puluhan tahun."

"Dan semestinya tidak ada mekanisme tes seperti ini, karena mereka dulu ketika ingin masuk ke KPK bahkan sampai hari ini melalui program Indonesia Memanggil itu melewati serangkaian tes."

"Dan ketika mereka sudah terpilih, mereka melewati program induksi, yang di dalamnya lengkap sekali materinya," ungkap Kurnia.

Baca juga: Eks Pimpinan KPK Dukung 75 Pegawai Tak Lolos TWK: Nanti Diangkat ASN dengan Keppres

Kurnia menyebut, tes TWK di KPK tidak sesuai baik secara legalitas hukum maupun secara substansi.

"Bagaimana mungkin pertanyaan absurd yang lebih masuk pada masalah privasi, (misalnya) soal kebersediaan lepas hijab, tentu itu sangat jauh dari nilai wawasan kebangsaan."

"Maka tidak hanya dari persoalan legalitas hukum bermasalah, substansinya juga banyak," ungkap Kurnia.

Sejumlah Pihak Dipanggil Komnas HAM

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI (Komnas HAM) mengagendakan memanggil pimpinan KPK serta lembaga terkait, menyoal polemik dari penyelenggaraan TWK untuk alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara saat ditemui awak media di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Rabu (2/6/2021).

Adapun lembaga terkait yang dimaksud Beka yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).

Baca juga: Ini yang Digali Komnas HAM dari Pemeriksaan 8 Pegawai KPK, Termasuk Kasatgas Harun Al Rasyid 

"Untuk selanjutnya kami akan meminta keterangan dari pimpinan KPK juga lembaga-lembaga lain yang terkait misalnya BKN, BNPT, maupun lembaga lain yang disebutkan oleh pengadu (perwakilan pegawai KPK)," ucap Beka.

"Saya kira untuk bisa mendapatkan hasil yang obyektif, rekomendasi dan temuannya, sehingga harus meminta keterangan semua pihak," sambungnya.

Rencananya pemanggilan kepada seluruh lembaga terkait itu akan dijadwalkan pada pekan depan.

Namun Beka belum memastikan tanggal atau waktu detail untuk melakukan pemeriksaan terhadap seluruh lembaga yang dimaksud itu.

Baca juga: Komnas HAM RI Minta Pimpinan KPK Kooperatif Penuhi Panggilan Pemeriksaan Pekan Depan

"Nah ini nanti kalau lembaga lainnya kita usaha kan minggu depan. Prinsipnya begini, Komnas HAM menginginkan prosesnya cepat selesai sehingga tidak juga mengganggu kinerja kpk secara keseluruhan," kata Beka.

"Kalau lebih cepat lebih baik sehingga rekomendasi-rekomendasi bisa juga dijalankan oleh lembaga-lembaga tersebut begitu ya," ucapnya menambahkan.

Lebih lanjut, Beka mengatakan, sejauh ini pihaknya belum dapat memastikan terkait adanya dugaan pelanggaran HAM dalam proses seleksi asesmen TWK untuk pegawai KPK.

Sebab hingga saat ini, Komnas HAM RI masih secara bergantian melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada pihak terkait, di antaranya perwakilan pegawai KPK yang tak lulus TWK menjadi ASN serta angota Wadah Pegawai (WP) KPK.

"Kami tidak ingin kesimpulan yang ada itu tergesa-gesa, tanpa mempertimbangkan keterangan, informasi, satu fakta-fakta dari pihak lain. Jadi harapannya nanti, satu-dua minggu mendatang akan lebih jelas," tukasnya.

Baca juga: Fahri Hamzah Tanggapi Polemik KPK: Tak Boleh Ada Lembaga yang Tidak Terintegrasi dalam Sistem Negara

Sebelumnya, Komnas HAM memeriksa delapan pegawai KPK yang termasuk Kasatgas Penyelidik KPK, Harun Al Rasyid, Rabu (2/6/2021).

Komisioner Komnas HAM RI, Beka Ulung Hapsara mengatakan, pemeriksaan terhadap delapan pegawai KPK itu dilakukan guna mendalami adanya aduan yang disampaikan ke Komnas HAM, terkait dugaan pelanggaran HAM dalam proses seleksi asesmen TWK untuk alih status menjadi ASN.

"Jadi kami melakukan pendalaman keterangan atas materi aduan yang sudah disampaikan ke Komnas HAM minggu yang lalu, materinya terkait dengan proses yang ada. Artinya dari proses awal Tes Wawasan Kebangsaan," kata Beka kepada awak media di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (2/6/2021).

Lebih lanjut, Beka mengatakan, pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengungkap cara pimpinan KPK dalam memberitahukan hasil terkait tes asesmen TWK yang dikerjakan oleh para pegawai.

Serta kata Beka, untuk mengetahui dasar kebijakan yang dijadikan oleh pimpinan KPK dan lembaga terkait seperti halnya BKN dan BNPT dalam menyelenggarakan Tes Wawasan Kebangsaan.

Baca juga: Dalang Teror Kolor Ijo di Binjai Ditangkap Polisi, Mengaku 2 Kali Intip Perempuan Tidur

"Artinya mengkonfirmasi terkait UU ASN, terus peraturan KPK maupun juga peraturan-peraturan yang lain yang digunakan selama proses yang ada," ucapnya.

"Saya kira untuk bisa mendapatkan hasil yang obyektif, rekomendasi dan temuannya, sehingga harus meminta keterangan semua pihak," tutur Beka.

Hingga saat ini, proses pemeriksaan terhadap pegawai KPK termasuk di antaranya anggota Wadah Pimpinan (WP) KPK masih dilakukan.

Namun, dari 8 pegawai yang mengkonfirmasi akan hadir pada hari ini, Beka menyebut baru ada 3 orang yang hadir dan menjalani pemeriksaan.

"Jadi baru 3 dari 8 yang mengkonfirmasi kehadirannya hari ini. Siang nanti kalau ada 5 orang yang salah satunya Harun Al Rasyid," tandas Beka.

Berita terkait Komisi Pemberantasan Korupsi

(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Rizki Sandi Saputra)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan