Selasa, 30 September 2025

Kisah Harmoko Meminta Soeharto Lengser Keprabon dari Jabatan Presiden:

Harmoko merupakan salah satu menteri yang paling lama menjabat selama pemerintahan Soeharto.

Editor: Choirul Arifin
Kompas/JB Suratno
Harmoko saat menjabat sebagai Menteri Penerangan era Orde Baru. 

Pimpinan F-KP diwakili Sekjen DPP Golongan Karya Arry Mardjono menyatakan, pernyataan pimpinan DPR tersebut bukan pendapat F-KP ataupun DPP Golkar.

Wiranto saat acara bedah buku di Balai Soedjatmoko, Toko Buku Gramedia Solo, Sabtu (3/3/2012).
Wiranto di acara bedah buku di Balai Soedjatmoko, Toko Buku Gramedia Solo, Sabtu (3/3/2012). (Tribun Jateng/Ikrob Didik Irawan)

"Sikap DPP Golkar kita serahkan pada rapat besok (hari ini) bersama-sama fraksi lain. Itu jangan diartikan DPP Golkar belum memiliki sikap," ucap Arry.

Mahasiswa tetap bertahan Meski Harmoko memberikan harapan kepada mahasiswa dan aktivis dengan pernyataannya, hal tersebut tidak membuat mereka mengakhiri aksi demonstrasi di gedung DPR.

Berdasar catatan Kompas, sebagian memang meninggalkan kompleks parlemen.

Namun, sebagian lain masih bertahan dan tidak percaya begitu saja dengan pernyataan Harmoko dan tetap menuntut pelaksanaan Sidang Istimewa untuk mengganti Soeharto.

Esok harinya, pada 19 Mei 1998, aksi demonstrasi semakin besar, jumlah mahasiswa dan aktivis akan semakin banyak untuk menuntut Soeharto mundur.

Dinamika politik yang ada saat itu pun tidak menguntungkan Soeharto, sehingga pada 21 Mei 1998 ia memutuskan mundur dari presiden Republik Indonesia. Agenda pertama reformasi, yaitu mundurnya Soeharto berhasil dilakukan.

Bermula dari aksi mahasiswa

Mulainya gerakan Reformasi di Indonesia tak lepas dari aksi mahasiswa pada 22 tahun silam. Pada 1998, sejumlah mahasiswa melakukan aksi demonstrasi menolak kepemimpinan Presiden Soeharto.

Gerakan ini semakin besar dan berani saat mahasiswa menolak terpilihnya Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.

Ketika itu, kondisi ekonomi tengah memburuk sehingga membuat mahasiswa mulai berdemonstrasi di luar kampus. Namun, aksi demonstrasi mahasiswa berubah menjadi tragedi pada 12 Mei 1998.

Baca juga: Golkar Berduka, Nurul Arifin: Harmoko Is A Legend

Penyebabnya, saat itu, aparat keamanan bertindak represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa di Universitas Trisakti.

Aparat keamanan menangani aksi demontrasi dengan kekerasan dan penembakan. Akibatnya, empat mahasiswa Trisakti tewas.

Baca juga: Bambang Soesatyo: Harmoko adalah Guru, Panutan Banyak Kader Golkar

Sementara itu, 681 orang mengalami luka-luka dalam Tragedi Trisakti. Selain itu, kerusuhan kembali terjadi dan bernuansa rasial setelah Tragedi Trisakti, pada 13-15 Mei 1998.

Ada dugaan kerusuhan itu sebagai upaya mengalihkan perjuangan mahasiswa untuk menuntut mundur Soeharto dan kepemimpinan Orde Baru.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved