Kamis, 2 Oktober 2025

Kisah Harmoko Meminta Soeharto Lengser Keprabon dari Jabatan Presiden:

Harmoko merupakan salah satu menteri yang paling lama menjabat selama pemerintahan Soeharto.

Editor: Choirul Arifin
Kompas/JB Suratno
Harmoko saat menjabat sebagai Menteri Penerangan era Orde Baru. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Haji Harmoko, mantan menteri era Orde Baru yang legendaris, meninggal dunia tadi malam, Minggu (4/7/2021) pukul 20.22 WIB di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, dalam usia 82 tahun.

"Innalillahi wa innailaihi rojiun telah meninggal dunia Bapak H. Harmoko bin Asmoprawiro pada hari Minggu 4 Juli jam 20:22 WIB di RSPAD Gatot Soebroto. Mohon dimaafkan segala kesalahan beliau dan mohon doanya insya Allah beliau husnul khotimah. Aamiin," demikian kabar yang diterima redaksi Tribunnews.com, Minggu (4/7/2021).

Harmoko merupakan salah satu menteri yang paling lama menjabat selama pemerintahan Soeharto.

Harmoko tiga kali dipercaya menjabat sebagai menteri penerangan era pemerintahan Orde Baru secara berturut-turut, mulai tahun 1983 hingga 1997.

Harmoko pula yang meminta Soeharto lengser keprabon, mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI setelah 32 tahun berkuasa menyusul aksi demonstrasi mahasiswa yang masih di banyak kota dan pecah aksi rusuh.

Awal mula permintaan mundur Soeharto oleh Harmokoyang saat itu menjabat sebagai pimpinan DPR/MPR RI berawal saat pada 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR. Mereka menuntut Soeharto mundur dari tampuk jabatan sebagai Presiden.

Baca juga: Mengenang Harmoko, Menteri Penerangan Pencetus Kelompencapir yang Rendah Hati dan Berwawasan Luas

Masih di hari yang sama, secara mengejutkan pimpinan DPR/MPR yaitu Harmoko, menyatakan dukungan terhadap gerakan mahasiswa dan aktivis. 

Ketua MPR/DPR RI Harmoko, Wakil Ketua Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur dan Fatimah Achmad (tidak nampak) saat menggelar konferensi pers di gedung DPR/MPR RI meminta Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI, Senin (18/5/1998).
Ketua MPR/DPR RI Harmoko, Wakil Ketua Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur dan Fatimah Achmad (tidak nampak) saat menggelar konferensi pers di gedung DPR/MPR RI meminta Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI, Senin (18/5/1998). (Kompas/Johnny TG)

Secara mengejutkan Harmoko bersama pimpinan DPR MPR RI menggelar konferensi pers dan meminta Soeharto untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.

"Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, Pimpinan Dewan, baik Ketua maupun Wakil-wakil Ketua, mengharapkan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri,"

kata Harmoko, dikutip dari arsip Harian Kompas yang terbit 19 Mei 1998.

Harmoko dikenal sebagai salah satu orang dekat Soeharto. Ia bahkan pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan sebelum akhirnya menjadi pimpinan parlemen.

Harmoko juga disebut-sebut sebagai orang yang selalu mendukung Soeharto untuk kembali menjadi Presiden, termasuk saat terpilihnya Soeharto sebagai Presiden untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.

Dibantah Wiranto

Namun, pernyataan pimpinan DPR itu dibantah Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Menurut Wiranto, pernyataan Harmoko adalah pendapat pribadi.

Pernyataan tersebut dinilai tidak mewakili suara fraksi-fraksi yang ada di DPR/MPR. Setidaknya, dua fraksi pendukung Orde Baru, salah satunya Fraksi Karya Pembangunan atau F-KP (Golkar).

Pimpinan F-KP diwakili Sekjen DPP Golongan Karya Arry Mardjono menyatakan, pernyataan pimpinan DPR tersebut bukan pendapat F-KP ataupun DPP Golkar.

Wiranto saat acara bedah buku di Balai Soedjatmoko, Toko Buku Gramedia Solo, Sabtu (3/3/2012).
Wiranto di acara bedah buku di Balai Soedjatmoko, Toko Buku Gramedia Solo, Sabtu (3/3/2012). (Tribun Jateng/Ikrob Didik Irawan)

"Sikap DPP Golkar kita serahkan pada rapat besok (hari ini) bersama-sama fraksi lain. Itu jangan diartikan DPP Golkar belum memiliki sikap," ucap Arry.

Mahasiswa tetap bertahan Meski Harmoko memberikan harapan kepada mahasiswa dan aktivis dengan pernyataannya, hal tersebut tidak membuat mereka mengakhiri aksi demonstrasi di gedung DPR.

Berdasar catatan Kompas, sebagian memang meninggalkan kompleks parlemen.

Namun, sebagian lain masih bertahan dan tidak percaya begitu saja dengan pernyataan Harmoko dan tetap menuntut pelaksanaan Sidang Istimewa untuk mengganti Soeharto.

Esok harinya, pada 19 Mei 1998, aksi demonstrasi semakin besar, jumlah mahasiswa dan aktivis akan semakin banyak untuk menuntut Soeharto mundur.

Dinamika politik yang ada saat itu pun tidak menguntungkan Soeharto, sehingga pada 21 Mei 1998 ia memutuskan mundur dari presiden Republik Indonesia. Agenda pertama reformasi, yaitu mundurnya Soeharto berhasil dilakukan.

Bermula dari aksi mahasiswa

Mulainya gerakan Reformasi di Indonesia tak lepas dari aksi mahasiswa pada 22 tahun silam. Pada 1998, sejumlah mahasiswa melakukan aksi demonstrasi menolak kepemimpinan Presiden Soeharto.

Gerakan ini semakin besar dan berani saat mahasiswa menolak terpilihnya Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.

Ketika itu, kondisi ekonomi tengah memburuk sehingga membuat mahasiswa mulai berdemonstrasi di luar kampus. Namun, aksi demonstrasi mahasiswa berubah menjadi tragedi pada 12 Mei 1998.

Baca juga: Golkar Berduka, Nurul Arifin: Harmoko Is A Legend

Penyebabnya, saat itu, aparat keamanan bertindak represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa di Universitas Trisakti.

Aparat keamanan menangani aksi demontrasi dengan kekerasan dan penembakan. Akibatnya, empat mahasiswa Trisakti tewas.

Baca juga: Bambang Soesatyo: Harmoko adalah Guru, Panutan Banyak Kader Golkar

Sementara itu, 681 orang mengalami luka-luka dalam Tragedi Trisakti. Selain itu, kerusuhan kembali terjadi dan bernuansa rasial setelah Tragedi Trisakti, pada 13-15 Mei 1998.

Ada dugaan kerusuhan itu sebagai upaya mengalihkan perjuangan mahasiswa untuk menuntut mundur Soeharto dan kepemimpinan Orde Baru.

Namun, semangat mahasiswa tidak henti untuk melengserkan Soeharto meski kekerasan telah dilakukan aparat keamanan dalam Tragedi Trisakti 13-15 Mei 1998.

Aksi semakin besar Pada 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa memutuskan melakukan aksi demonstrasi menuju gedung DPR RI. Ribuan mahasiswa ini berasal dari berbagai elemen, seperti Senat Mahasiswa UI, Keluarga Besar UI, Forum Kota, PMII, HMI, dan KAMMI.

Tidak hanya mahasiswa, sejumlah tokoh nasional juga ikut hadir di gedung DPR/MPR pada hari tersebut. Dilansir dari arsip Harian Kompas, tokoh yang datang antara lain Subroto, YB Mangunwijaya, Ali Sadikin, Solichin GP, Rendra, dan Sri Edi Swasono.

Gedung DPR saat itu, juga didatangi perwakilan Institut Pertanian Bogor yang dipimpin Rektor IPB Soleh Salahuddin.

Mereka menemui Fraksi Karya Pembangunan (Golkar) dan Fraksi Persatuan Pembangunan menyampaikan tuntutan mereka yaitu reformasi di segala bidang.

Pada hari yang sama, Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais juga sedang mengadakan pertemuan dengan Komisi II DPR.

Dalam pertemuan tersebut, Amien Rais mengatakan, Sultan Hamengkubuwono X siap memimpin long march pada 20 Mei 1998 di Yogyakarta untuk menuntut digelarnya Sidang Umum Istimewa MPR dengan agenda penggantian kepemimpinan nasional.

Hari itu Soeharto kian terdesak dengan banyaknya tuntutan untuk pengunduran dirinya.

Jejak Karier Harmoko:

Wartawan dan Kartunis Harian Merdeka (1960)

Wartawan Harian Angkatan Bersenjata (1964)

Wartawan Harian API (1965)

Pemred Harian Merdiko (1965)

Pendiri Harian Pos Kota (1970)

Pemimpin dan Penanggung Jawab Harian Mimbar Kita (1966-1968)

Menteri Penerangan Indonesia (1983-1997)

Ketua Umum Golkar (1993-1998)

Ketua DPR RI (1997-1999)

Ketua MPR RI (1997-1999)

Sebagian isi rtikel ini tayang di Kompas.com dengan judul Hari Ini dalam Sejarah: Harmoko Minta Soeharto Mundur dan Mahasiswa Duduki Parlemen

Penulis : Jawahir Gustav Rizal

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved