Senin, 8 September 2025

BKN Pelajari Laporan Ombudsman Terkait Maladministrasi dalam Proses TWK Pegawai KPK

Ketika ditanya lebih jauh mengenai apa langkah BKN selanjutnya setelah selesai mempelajari laporan tersebut, Bima belum menjawab.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Massa aksi yang tergabung dalam serikat buruh dan masyarakat sipil melakukan aksi teatrikal di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/6/2021). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes dari upaya pelemahan KPK mulai dari revisi UU KPK hingga pemecatan 75 pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Kepegawaian Nasional (BKN) tengah mempelajari laporan Ombudsman RI yang menyebutkan adanya maladministrasi dalam pelaksanaan asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan saat ini laporan tersebut baru dipelajari pihaknya.

"Baru dipelajari," kata Bima ketika dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (22/7/2021).

Ketika ditanya lebih jauh mengenai apa langkah BKN selanjutnya setelah selesai mempelajari laporan tersebut, Bima belum menjawab.

Baca juga: Maladministrasi TWK Pegawai KPK, Politikus PKS: Ini Teguran Keras pada BKN

Diberitakan sebelumnya Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyatakan adanya pelanggaran atau maladministrasi dalam pelaksanaan asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua Ombudsman Mokhammad Najih merinci, setidaknya terdapat tiga pelanggaran yang ditemukan dalam proses TWK.

"Tiga hal ini yang oleh Ombudsman ditemukan potensi-potensi maladministrasi. Secara umum maladministrasi itu dari hasil pemeriksaa kita, memang kita temukan," ucap Najih dalam jumpa pers virtual, Rabu (21/7/2021).

Baca juga: Ada Pelanggaran TWK, Ombudsman Minta Jokowi Bina Ketua KPK, BKN, LAN, Menkumham, dan MenpanRB

Tiga hal yang dilanggar dalam pelaksaan TWK yaitu terkait dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Kedua, pada proses proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Dan, ketiga pada tahap penetapan proses asesmen TWK.

Oleh karena itu, menurut Najih, pihaknya akan menyampaikan dugaan maladministrasi ini kepada Ketua KPK Firli Bahuri dan pimpinan KPK lainnya.

Kemudian kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana.

Dan, terakhir kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Baca juga: Ombudsman Temukan Inkonsistensi Pemerintah dalam Pelaksanaan PPKM Darurat

"Yang ketiga adalah yang kita sampaikan kepada presiden agar temuan ini dapat teratasi, bisa ditindaklanjuti dan diambil langkah-langkah selanjutnya," kata Najih.

Lebih jauh lagi Ombudsman menemukan maladministrasi dalam penyusunan kebijakan, pelaksanaan dan penetapan hasil asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Bahkan, dalam pemeriksaan yang dilakukan, Ombudsman menemukan adanya penyimpangan serius hingga menjurus pada persoalan hukum.

Penyimpangan itu, yakni nota kesepahaman (MoU) antara KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai pelaksana asesmen TWK yang dibuat secara backdate atau mundur beberapa bulan sebelum pelaksanaan dilakukan.

"Backdate ini penyimpangan prosedur yang buat kami cukup serius baik dalam tata kelola suatu lembaga dan terkait masalah hukum," ujar Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng dalam jumpa pers virtual, Rabu (21/7/2021).

Robert menjelaskan, nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa melalui swakelola antara Sekjen KPK dan Kepala BKN ditandatangani pada 8 April 2021 dan kontrak swakelola ditandatangani tanggal 20 April 2021.

"Namun, dibuat dengan tanggal mundur 27 Januari 2021. Tanda tangan di bulan April, dibuat mundur tiga bulan ke belakang. Ombudsman Republik Indonesia berpemdapat KPK dan BKN melakukan penyimpangan prosedur," kata Robert.

Dikatakan, nota kesepahaman ini tidak hanya menyangkut pembiayaan TWK, melainkan juga mekanisme dan kerangka kerja.

Dengan demikian, Ombudsman menilai pelaksanaan TWK pegawai KPK yang mulai dilakukan pada pertengahan Maret 2021 hingga awal April 2021 cacat administrasi lantaran dilakukan tanpa nota kesepahaman dan kontrak dengan BKN.

"Ombudsman Republik Indonesia berpendapat KPK dan BKN melakukan penyimpangan prosedur. Satu, membuat kontrak tanggal mundur. Kedua, melaksanakan kegiatan TWK di tanggal 9 Maret 2021 sebelum adanya penandatanganan nota kesepahaman dan kontrak swakelola," tegasnya.

Tak hanya membuat nota kesepahaman dengan tanggal mundur, Ombudsman menemukan BKN tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor untuk melakukan asesmen TWK tersebut.

BKN, kata Robert hanya memiliki alat ukur dan asesor untik seleksi ASN.

Lantaran tidak memiliki kompetensi untuk melakukan asesmen TWK, Ombudsman menilai BKN seharusnya menolak permintaan KPK.

Namun, kata Robert, BKN justru memenuhi permintaan KPK dan menggunakan instrumen yang dimiliki lembaga lain. Atas dasar ini, Ombudsman menilai BKN telah melakukan maladministrasi.

"Pada tahapan pelaksanaan asesmen TWK, ditemukan maladministrasi di mana BKN tidak berkompeten dalam melaksanakan asesmen TWK. Dalam pelaksanaannya, BKN ternyata tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor untuk melakukan asesmen tersebut. Pada akhirnya menggunakan instrumen yang dimiliki Dinas Psikologi AD dan pada saat pelaksanaan asesmen TWK, pihak BKN hanya bertindak selaku pengamat atau observer dan asesmen sepenuhnya dilakukan oleh Dinas Psikologi Angkatan Darat (DISPSIAD), Badan Intelijen Strategis (BAIS-TNI), Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat (PUSINTEL AD), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN)," jelasnya.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan