Rabu, 10 September 2025

HUT Kemerdekaan RI

Bendera Merah Putih: Sejarah, Fungsi hingga Larangan Terhadap Perlakuan Bendera Merah Putih

Bendera Merah Putih menjadi identitas negara Indonesia. Simak sejarah, fungsi hingga larangan terhadap Bendera Merah Putih.

Editor: Daryono
SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO
Pembentangan bendera merah putih raksasa jelang laga Arema FC melawa PSIS Semarang dalam lanjutan Liga 1 di Stadion Kanjuruhan Kepanjen. Simak sejarah, fungsi hingga larangan terhadap Bendera Merah Putih. 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini sejarah, fungsi hingga larangan terhadap Bendera Merah Putih.

Bendera menjadi identitas sebuah negara.

Seperti halnya di Indonesia, bendera Merah Putih menjadi identitas negara Indonesia.

Warna merah menggambarkan keberanian, sedangkan warna putih melambangkan kesucian.

Lantas, bagaimana sejarah bendera Merah Putih?

Baca juga: Cara Membuat Link Twibbon Pasang Bendera Merah Putih HUT ke-76 RI

Sejarah Bendera Merah Putih

Dikutip dari Kemdikbud, kelahiran Bendera Sang Saka Merah Putih dilatarbelakangi oleh izin kemerdekaan dari Jepang pada tanggal 7 September 1944.

Jepang berjanji untuk memberikan kemerdekaan kepada para pejuang untuk memproklamasikan kemerdekaan.

Chuuoo Sangi In (badan yang membantu pemerintah pendudukan Jepang terdiri dari orang Jepang dan Indonesia) menindaklanjuti izin tersebut dengan mengadakan sidang tidak resmi pada tanggal 12 September 1944, dipimpin oleh Ir. Soekarno.

Hal yang dibahas pada sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia.

Hasil dari sidang ini adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Fatmawati menjahit Bendera Sang Saka Merah Putih usai dirinya dan keluarga kembali ke Jakarta dari pengasingan di Bengkulu.

Atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, kepala barisan propaganda Jepang (Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air untuk diantarkan ke Jalan Pegangsaan Nomor 56 Jakarta.

Upacara peringatan HUT ke 74 Republik Indonesia digelar di Lapangan Pancasila, Simpanglima, Kota Semarang Jawa Tengah, Sabtu (17/8/2019). Dalam upacara tersebut, dilaksanakan pengibaran bendera merah putih, pembacaan dan detik-detik proklamasi, pembacaan Undang-Undang Dasar 45, amanat dari inspektur upacara dan doa. Bertindak sebagai inspektur upacara adalah Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)
Upacara peringatan HUT ke 74 Republik Indonesia digelar di Lapangan Pancasila, Simpanglima, Kota Semarang Jawa Tengah, Sabtu (17/8/2019). Dalam upacara tersebut, dilaksanakan pengibaran bendera merah putih, pembacaan dan detik-detik proklamasi, pembacaan Undang-Undang Dasar 45, amanat dari inspektur upacara dan doa. Bertindak sebagai inspektur upacara adalah Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) (TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA)

Bendera berbahan katun halus (setara dengan jenis primissima untuk batik tulis halus), berwarna merah putih, dengan panjang 300cm dan lebar 200cm.

Pada 13 November 2014 bendera diukur ulang.

Ukuran panjangnya adalah 276cm dan lebarnya 199cm.

Bendera tersebut dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), Jakarta oleh Latief Hendraningrat dan Suhud.

Arti dan Sejarah Penggunaan Warna Merah Putih

Panitia bendera kebangsaan merah putih menggunakan warna merah dan warna putih sebagai simbol.

Merah berarti berani dan putih berarti suci.

Kedua warna ini sampai saat ini menjadi jati diri bangsa. Ukuran bendera ditetapkan sama dengan ukuran bendera Nippon yakni perbandingan antara panjang dan lebar tiga banding dua.

Di samping bermakna berani dan suci, kombinasi warna merah dan putih telah digunakan dalam sejarah kebudayaan dan tradisi di Indonesia pada masa lalu.

Kombinasi merah dan putih digunakan pada desain sembilan garis merah putih bendera Majapahit.

Sempat Dipisahkan Menjadin Dua Bagian

Pada tanggal 4 Januari 1946, Presiden, Wakil Presiden, dan para Menteri pindah ke Yogyakarta karena keamanan para pemimpin Republik Indonesia tidak terjamin di Jakarta.

Bersamaan dengan perpindahan tersebut, Bendera Pusaka turut dibawa dan dikibarkan di Gedung Agung.

Ketika Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, bendera pusaka sempat diselamatkan oleh Presiden Soekarno dan dipercayakan kepada ajudan Presiden yang bernama Husein Mutahar untuk menyelamatkan bendera itu.

Husein Mutahar mengungsi dengan membawa bendera tersebut dan untuk alasan keamanan dari penyitaan Belanda.

Ia melepaskan benang jahitan bendera sehingga bagian merah dan putihnya terpisah, kemudian membawanya dalam dua tas terpisah.

Berikut adalah sejarah Bendera Merah Putih, tata cara penggunaan dan larangannya. Simak selengkapnya di sini.
Berikut adalah sejarah Bendera Merah Putih, tata cara penggunaan dan larangannya. Simak selengkapnya di sini. (Kemdikbud RI)

Pertengahan Juni 1949, ketika berada dalam pengasingan di Bangka, Presiden Soekarno meminta kembali bendera pusaka kepada Husein Mutahar.

Ia kemudian menjahit dan menyatukan kembali bendera pusaka dengan mengikuti lubang jahitannya satu persatu.

Bendera pusaka kemudian disamarkan dengan bungkusan kertas koran dan diserahkan kepada Soejono untuk dikembalikan kepada Presiden Soekarno di Bangka.

Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno bersama bendera pusaka tiba dengan selamat di Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta.

Kemudian, tanggal 17 Agustus 1949, bendera pusaka kembali dikibarkan di halaman depan Gedung Agung.

Pada tanggal 28 Desember 1949, sehari setelah penandatanganan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda di Den Haag, bendera pusaka disimpan di dalam sebuah peti berukir dan diterbangkan dari Yogyakarta ke Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia Airways.

Sejak tahun 1958, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia.

Bendera tersebut ditetapkan sebagai Bendera Pusaka dan selalu dikibarkan setiap tahun pada tanggal 17 Agustus untuk memperingati hari kemerdekaan di depan Istana Merdeka.

Fungsi dan Tata Cara Penggunaan Bendera Merah Putih

Dikutip dari gramedia.com, Bendera Negara dapat digunakan sebagai Tanda perdamaian terutama bila terjadi konflik horizontal di wilayah NKRI.

Sementara itu, bendera sebagai tanda berkabung dikibarkan setengah tiang.

Bendera setengah tiang berasal dari abad 17.

Tradisi ini diperkenalkan oleh para pelaut Inggris dan diikuti oleh negara-negara lain hingga sekarang.

Sejak tahun 1612, kapten kapal Inggris Heart’s Ease meninggal dalam perjalanan ke Kanada.

Penumpang kapal mengibarkan bendera kebangsaan Inggris untuk menghormati mendiang kapten.

Baca juga: Link Twibbon Pasang Bendera Merah Putih HUT ke-76 RI, Beserta Cara Membuatnya

Bendera tersebut tidak dikibarkan di ujung tiang tapi di tengah tiang.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan perkabungan.

Selain itu bendera merah putih juga digunakan sebagai Penutup peti atau usungan jenazah.

Untuk tata cara penggunaan Bendera Negara, berikut beberapa diantaranya:

1. Bendera Negara dikibarkan dan atau dipasang pada tiang yang besar dan tingginya seimbang dengan ukuran Bendera Negara.

2. Bendera Negara yang dipasang pada tali diikatkan pada sisi dalam kibaran Bendera Negara.

3. Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang membujur rata.

4. Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang secara perlahan-lahan, dengan khidmat dan tidak menyentuh tanah.

5. Pada waktu penarikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadap kan muka pada Bendera Negara hingga selesai.

6. Penaikan dan penurunan Bendera Negara dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya

Larangan Terhadap Perlakuan Bendera Indonesia

Larangan terhadap perlakuan bendera diatur dalam Pasal 57 di UU Nomor 24 Tahun 2009 dari huruf a sampai d. Berikut bunyi dari Pasal 57, dimana setiap warga Indonesia dilarang:

1. Mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara

2. Menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran

3. Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara

4. Menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Sementara itu pada Pasal 66 Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

(Tribunnews.com/Yurika)

Berita lain terkait Hari Kemerdekaan RI

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan