Mahfud MD Minta Media Hindari Berita Sensasional, Jangan Plesetkan Pernyataan Narasumber
Mahfud MD meminta media menghindari pemberitaan dan penulisan judul berita yang meleset dari pernyataan nara sumber.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD meminta media menghindari pemberitaan dan penulisan judul berita yang meleset dari pernyataan nara sumber.
“Dibutuhkan ruang publik dan pemberitaan media yang kondusif, yang memotivasi masyarakat, tanpa harus menanggalkan independensi dan obyektifitas yang dimiliki” ujar Mahfud MD dalam sesi diskusi Dewan Pers dengan para pemimpin redaksi media dan pimpinan asosiasi pers yang diselenggarakan Dewan Pers Rabu malam (4/8/2011), via virtual.
Mahfud menyatakan, yang membedakan antara media sosial yang menjadi tempat berkembangnya hoax dan media mainstream adalah pada standar kualitas konten, baik dari sisi akurasi maupun aspek etik atau moral konten yang disebarkan.
“Proses yang berjenjang di ruang redaksi, dari reporter, ke redaktur dan hingga pemred, adalah jaminan kualitas dan akurasi sehingga beritanya bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh menyatakan sependapat dengan Mahfud MD.
Baca juga: Mahfud MD Dari Awal Tak Percaya Sumbangan Rp 2 Triliun Akidi Tio: Sama Modus Bohongnya
Dia mengatakan, ada hal yang belum selesai kaitannya dengan problem pers, yaitu meningkatkan kualitas para jurnalis, meningkatkan profesionalitas mereka, dan meningkatkan kemerdekaan pers.
Baca juga: Dapat Kritik Soal Bansos Dikorupsi, Mahfud MD: Itu Musibah, Sudah Diselesaikan Secara Hukum
"Pertemuan terakhir dengan Menko Polhukam beberapa bulan lalu, saya kira sangat menarik untuk kita gagas dan tindaklanjuti. Ada pelatihan-pelatihan bersama antara Kemenko Polhukam dengan Dewan Pers," ujar Muhammad Nuh.
Baca juga: Mahfud MD: Tidak Ada yang Pernah Meminta UU ITE Dicabut
Ketua Forum Pemred Kemal Gani tak menampik perilaku sebagian media yang jurnalisnya kerap menulis judul yang tidak sesuai dengan isi berita, terutama media abal-abal.
Ia mengajak pemerintah dan asosiasi pers bersama-sama membangun ekosistem media nasional yang sehat.
"Kami bersama Dewan Pers dan asosiasi-aaosiasi media yang tergabung dalam Task Force Media Sustainability menyadari hal ini, karena itu salah satu concern kita adalah media abal-abal," ujar pendiri The London School of Public Relations (LSPR) tersebut.
Saat ini, tambah Kemal, tim Task Force sedang menyiapkan draft undang-undang yang terkait dengan platform global.
"Kita ini media mainstream yang sudah diverifikasi, jumlahnya tidak sampai 1000 yang sudah diverifikasi secara faktual. Sementara media yang bebas sebebas bebasnya ada 800 ribuan Pak Menko. Kita kayak dikeroyok," tambahnya.
Di forum yang diikuti lebih 50 wartawan dari berbagai generasi tersebut, berbagai usulan dilontarkan oleh peserta diskusi untuk menghindari praktik juanalisme yang tidak berhati-hati dan berempati di era pandemi.
Jurnalis senior Bambang Harymurti mengusulkan agar Dewan Pers mengaudit media-media nasional dan memberi peringkat khusus tentang kualitas jurnalistik masing-masing.
“Misalnya nanti diberi tanda hijau, kuning, atau merah, yang memandakan kualitas berita-berita medianya, agar publik sejak awal tahu akan berurusan dengan media jenis apa” ujar mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo tersebut.