Hasil Survei Setujui Jaksa Agung Dicopot, Pengamat Justru Nilai Kinerjanya Masih On The Track
Pengamat kebijakan publik menilai kinerja Jaksa Agung masih on the track meski mendapat survei tinggi untuk dicopot.
Penulis:
Inza Maliana
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
Sebelumnya diberitakan Tribunnews, Lembaga Survei KedaiKOPI melakukan survei opini publik tentang kinerja lembaga penuntutan di negeri ini, menyusul beberapa kasus penegakan hukum yang sempat mencuat dan menjadi viral akhir-akhir ini.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo mengatakan hasil survei tersebut mengungkapkan bahwa masih terjadi disparitas (ketimpangan perlakuan) penegakan hukum dan penanganan perkara yang dilakukan oleh institusi Kejaksaan pada kasus-kasus tertentu.
"Sebanyak 59,5 persen dari responden di seluruh Indonesia menganggap disparitas atau ketimpangan perlakuan yang cenderung tidak adil dalam penegakan hukum di kejaksaan sangat besar," ujar Kunto, dalam rilis survei, Kamis (12/8/2021).
Baca juga: Hasil Survei: 45,6 Persen Responden Menilai Pemerintah Kurang Baik Tangani Pandemi Covid-19
Responden menilai masih ada ketidakadilan hukum yang masih tajam ke bawah, tumpul ke atas.
"Disparitas hukum dipersepsi terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia yang harus menjadi perhatian kejaksaan dan pemerintah," imbuh Kunto.
Selain itu, sebanyak 71,7% responden di seluruh Indonesia menganggap telah terjadi disparitas perlakuan hukum terhadap eks Jaksa Pinangki.
Terbukti dengan adanya tuntutan hukuman yang rendah serta tidak diajukannya kasasi atas putusan hakim oleh Jaksa Penuntut Umum adalah alasan utama persepsi warga tentang disparitas hukum tersebut.

Founder KedaiKOPI yang juga analis komunikasi politik, Hendri Satrio angkat bicara pula terkait hal itu.
"Sebanyak 71,2% warga Indonesia menganggap tuntutan JPU terhadap Pinangki terlalu ringan, 61,6% tidak setuju terhadap absennya proses kasasi dari JPU, dan 65,6% menganggap ada perlakuan tidak adil dari Kejaksaan dalam kasus Pinangki. Ini karena Kejaksaan dianggap melindungi anggotanya," ujar Hendri.
Hendri menambahkan, di dalam survei ini mayoritas publik, atau 79,6%, memiliki persepsi bahwa telah ada ‘bantuan orang dalam’ sehingga Pinangki kemudian mendapatkan hukuman yang rendah.
Berangkat dari persepsi kasus Pinangki tersebut, masyarakat akhirnya menilai bahwa disparitas hukum atau pidana yang terjadi di tubuh institusi Kejaksaan di seluruh Provinsi di seluruh pelosok negeri ini ternyata sangat tinggi.
"Terdapat 59,5% responden yang menganggap disparitas hukum di Provinsi mereka (responden) sangat besar," tukas Hendri.
Alasan responden memberikan penilaian adanya disparitas hukum yang besar ini terlihat dari hasil survei mengungkapkan bahwa hukum masih bersifat tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Baca juga: Soal Survei KedaiKOPI, Pengamat: Kinerja Jaksa Agung Masih di Atas Rata-rata
Efek lain dari skandal kasus Pinangki adalah kesetujuan masyarakat yang tinggi terhadap permintaan Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Presiden Jokowi untuk memberhentikan Jaksa Agung ST. Burhanudin.
Terdapat 81,7% responden yang setuju dengan permintaan ICW tersebut dengan alasan menurunnya performa kejaksaan (30,8%), tidak transparan dalam penanganan kasus (22,7%), dan dianggap terlibat dalam kasus Pinangki (9%).