Dosen Unsyiah Saiful Mahdi Dipenjara, Istrinya Curhat, Kepikiran Mertua yang Menderita Demensia
Dr Saiful Mahdi menjalani eksekusi penjara setelah pengajuan kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA) dengan menguatkan putusan PN Banda Aceh.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dian Rubianty mengantar suaminya, dosen Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Dr Saiful Mahdi ke Kejaksaan Negeri Banda Aceh, untuk menjalani eksekusi penahanan tiga bulan penjara mulai hari ini, Kamis (2/9/2021).
Dr Saiful Mahdi menjalani eksekusi penjara setelah pengajuan kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA) dengan menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh.
Di depan kantor Kejaksaan Negeri Banda Aceh, Dian, kemudian menungkapkan perasaannya terkait yang menimpa suaminya dan juga keluarganya tersebut.
Tanggal 2 September 2019, kata dia, Saiful Mahdi ditetapkan sebagai tersangka.
Diketahui Saiful saat itu ditetapkan sebagai kasus pencemaran nama baik dengan pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Baca juga: Legislator PKS Kritik Kebijakan Penggunaan Aplikasi Peduli Lindungi
Kabar tersebut, lanjut dia, disampaikan kepada ketiga anaknya. Mereka membaca kronologi kasus dan diminta memutuskan sendiri penilaiannya.
Saat itu, ia dan suaminya memutuskan untuk tidak memberi tahu anak keempat mereka, mengingat usianya yang masih sangat muda.

Dian kemudian mengungkapkan bahwa Saiful adalah ayah rasa dosen dan peneliti bagi anak-anak mereka.
Sejak kecil, anak-anak mereka dicontohkan, diajak berpikir, diajak melihat nilai-nilai kebaikan oleh Saiful. Mereka dibiasakan berdiskusi secara demokratis dan egaliter.
Bahkan, tidak sekali dua kali, Dr Saiful Mahdi minta maaf kalau dia salah pada murid, staf, atau anak-anaknya.
Di sisi lain, lanjutnya, Saiful bisa sangat tegas dan otoritatif pada anak-anaknya bila sudah berbicara terkait kejujuran dan kebenaran terutama dalam hal agama.
Hal itu, semata-mata karena suaminya yakin akan mempertanggungjawabkan kepada Allah apa yang dilakukannya sebagai seorang ayah.
Namun demikian, dua tahun setelah dijadikan tersangka Saiful menjadi terpidana.
Baca juga: Kritik Lewat Gambar Mural, Bisakah Dijatuhi Pidana? Begini Penjelasan Ahli Hukum
Sempat muncul harapan pada Dian dan anak-anaknya setelah Kapolri, Jaksa Agung, dan Menkominfo menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pedoman implementasi UU ITE beberapa waktu lalu.
Hal itu diungkapkannya dalam Konpres: Amnesti Untuk Saiful Mahdi di kanal Youtube Changeorg Indonesia pada Kamis (2/9/2021).
"Selama dua tahun ini saya dan anak-anak sempat berharap. Terutama ketika pemerintah menandatangani SKB (UU ITE). Kami sangat berharap Hakim Agung melihat SKB ini. Karena salah satu butir SKB menyatakan bahwa percakapan di WA grup tidak boleh dipidana, bahkan hakim di pengadilan negeri tidak mendengar pendapat Prof Hendri Subianto, Ketua Panja Kemenkominfo. Bahkan kesaksiannya diabaikan," kata Dian.
Kemudian ketika kasasinya ditolak, kata dia, ia dan anak-anaknya menyadari bahwa hari-hari gelap akan segera datang dalam kehidupan mereka yakni hari ini.
Sambil sesekali menahan tangis dan dengan suara bergetar.
Dian mengungkapkan betapa pentingnya Saiful tidak hanya bagi ia dan anak-anaknya. Tapi juga ibu mertuanya yang sudah tua dan menderita demensia.
"Saya tidak bisa bayangkan bagaimana beliau akan tidur malam ini. Karena biasanya yang mengantar tidur ibunya adalah Bang Saiful. Semoga beliau tenang dengan doa-doa kita dan bisa tidur. Karena penderita demensia itu punya keterbatasan ingatan yang sangat kecil yang hanya bisa mengenal orang-orang tertentu," kata Dian dengan suara bergetar.
Sejak surat pemanggilan disampaikan Kejaksaan hari Senin lalu, lanjut dia, putri bungsu mereka demam tinggi.
Meski masih belia, kata Dian, namun putri bungsu mereka masih mampu mengartikulasi apa yang terjadi.
"Dalam gigil, dalam demamnya dia memeluk ayahnya dan masih bisa bilang, ayah, you have to be strong, you have to be brave," kata dia.
Tapi kemudian, lanjutnya, ketika putrinya tersebut bertemu dengan kakak-kakaknya dia menangis.
Dian mengatakan, putrinya tersebut sengaja menyembunyikan air matanya agar ayahnya tegar.
"Pada kakak-kakaknya dia bilang. Saya janji tidak akan setetes air matapun tumpah di depan ayah karena saya mau ayah berani, saya mau ayah kuat. Tapi saya bilang pada putri-putri saya ini adalah negara merdeka, menangis tidak dilarang, menangis bukan lemah, kita boleh menangis kalau kita sedih," kata Dian.
Ia pun mengatakan kepada mereka agar menuangkan emosi mereka.
Karena menurutnya, kemerdekaan itulah yang diperjuangkan pendiri bangsa dengan meletakkan kebebasan berpendapat dalam konstitusi.
"Jadi tidak peduli rezim manapun yang berkuasa di negeri ini kebebasan berpendapat harus kita perjuangkan," kata dia.
Dian mengatakan tidak ada kata-kata yang bisa ia sampaikan untuk menggambarkan pukulan dan dampak peristiwa hari ini terhadap jiwa anak-anak mereka.
Apa yang dialami anak-anaknya, kata dia, tidak ada yang bisa menggantinya.
"Anda tidak bisa mengganti perasaan anak-anak saya, perasaan semua anak dari korban UU ITE ketika ayah dan ibu mereka berada di balik jeruji," kata dia.
Namun Dian bersyukur, ketika Saiful pamit, anak-anaknya tidak ada satupun yang menangis.
Mereka, kata dian, melepas ayahnya dengan rela.
Kata Dian bukan satu dua kali Saiful meninggalkan mereka untuk tugas.
"Tapi tugas kali ini adalah tugas yang luar biasa beratnya. Karena Bang Saiful akan menyerahkan kemerdekaannya sebagai individu karena dia tetap memilih jujur. Di negeri ini rupanya jujur itu bisa dipidana. Apa yang dikatakannya tidak penting. Yang penting caranya. Kalau caranya, etika ya, itu yang dinilai, itu yang dihakimi," kata Dian.
Bahkan, kata dia, sampai detik ini apa yang disampaikan oleh Saiful dan menjadi penyebab diadukannya ia kepada penegak tidak pernah diperiksa.
"Sampai detik ini ketidakbenaran itu masih dibiarkan. Dan itu sudah ada dan menjadi fakta pengadilan tetapi tidak digubris," kata dia.
Ia memohon kepada kawan-kawannya dan Saiful agar terus mendoakan mereka.
Dian meminta Saiful didoakan agar kuat.
"Mohon kami tidak ditinggalkan dalam doa teman-teman. Mohon kami terus didoakan supaya Bang Saiful kuat. Memilih jujur ada risikonya. Tetapi insya Allah, Allah bersama kita. Allah tidak tidur," kata Dian.
Duduk perkara kasus dosen Unsyiah Syaiful Mahdi
Seorang dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi terancam mendekam di balik jeruji penjara dalam perkara pencemaran nama baik yang dituduhkan kepadanya.
Kuasa hukum Saiful, Syahrul Putra Mutia menjelaskan, duduk perkara kasus ini berawal dari kritik Saiful terhadap proses penerimaan tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk dosen di Fakultas Teknik Unsyiah pada 25 Februari 2019.
Saiful mengkritik proses rekrutmen lantaran dirinya mengetahui adanya berkas peserta yang diduga tak sesuai persyaratan, namun tetap diloloskan oleh pihak kampus.
"Itu dikritik Saiful Mahdi melalui Whatsapp grup," ujar Syahrul, dalam konferensi pers virtual, seperti dikutip Kompas.com, Kamis (2/9/2021).
Adapun kalimat kritik yang dilayangkan Saiful sebagai berikut:
"Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi".
Syahrul menjelaskan, kata "korup" yang disampaikan Saiful mempunyai makna adanya sistem yang salah, dalam hal ini pelaksanaan tes CNPS dosen di lingkungan Fakultas Teknik.
Akan tetapi, kata "korup" tersebut dimaknai berbeda, yakni sebagai tuduhan adanya praktik korupsi oleh Dekan Fakultas Teknik Unsyiah, Taufiq Mahdi.
Tak terima atas kritik tersebut, Taufiq lantas melaporkan Saiful ke Polrestabes Banda Aceh dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Setelah dilaporkan, Saiful kemudian menjalani pemeriksaan. Tepat pada 2 September 2019, pihak penyidik Polrestabes Banda Aceh menetapkan Saiful sebagai tersangka pencemaran nama baik, dengan menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang ITE.
Dalam perjalanan kasus ini, Saiful kemudian tetapkan bersalah dengan vonis 3 bulan penjara dan denda Rp 10 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 4 April 2020.
Saiful sendiri tak diam diri atas vonis tersebut.
Ia kemudian mengajukan banding, namun ditolak. Begitu juga dengan upaya hukum kasasi yang juga ditolak.
Selanjutnya, tepat pada hari ini, Kamis, pihak Kejaksaan Negeri Banda Aceh dijadwalkan akan melakukan eksekusi putusan sebagai tindak lanjut vonis yang telah dijatuhkan ke Saiful.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyebut, putusan hukum yang diterima Saiful tak lepas dari kesewenangan dalam proses persidangan.
Di mana seorang ahli dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang dihadirkan dalam persidangan tersebut menyatakan, jika Saiful tak bisa dipidana.
Akan tetapi, putusan majelis hakim berkata lain.
"Ini serangan balik kepada Pak Saiful," tegas Isnur.